Sabtu, 28 Januari 2012

Mengintegrasikan Penegakan Hukum


Mengintegrasikan Penegakan Hukum
Muhammad Yusuf, KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, KANDIDAT DOKTOR ILMU HUKUM, PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN, BANDUNG
Sumber : KORAN TEMPO, 28 Januari 2012


Perang melawan pencucian uang perlu dikumandangkan! Upaya extraordinary harus dilakukan dalam menghadapi kejahatan keuangan (financial crime) atau kejahatan bermotif ekonomi yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar dibanding kejahatan konvensional. Pengungkapan kasus-kasus bermotif ekonomi tersebut akan lebih cepat, efektif, dan efisien jika para penegak hukum, khususnya penyidik dan penuntut umum, baik di tingkat penyidikan maupun prapenuntutan, menggunakan pendekatan follow the money.

Melalui pendekatan ini, seseorang yang melakukan kejahatan keuangan, seperti korupsi atau illegal logging, dan kemudian berupaya menyembunyikan asal-usul hasil kejahatannya sehingga seolah-olah terlihat sebagai hasil bisnis yang sah, dijerat tidak hanya dengan pidana sesuai dengan kejahatan asalnya, tapi juga dijerat dengan kejahatan pencucian uang.

Terobosan

Tahun 2012 merupakan tahun kesepuluh sejak dikriminalisasinya perbuatan pencucian uang di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dan saat ini telah diganti dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kehadiran Undang-Undang Pencucian Uang memberi asupan energi baru bagi penegakan hukum di Indonesia karena, berdasarkan undang-undang ini, dapat dilakukan deteksi dan penelusuran hasil kejahatan sekaligus mengungkap pihak-pihak yang terkait dengan transaksi tersebut.

Di Indonesia, pihak yang wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan adalah pihak pelapor (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010), yang meliputi penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan/atau jasa lain (PBJ). Untuk sementara ini, PBJ belum dibebani kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 UU Nomor 8 Tahun 2010. Kewajiban tersebut akan diimplementasikan pada 2012.

Penelusuran atas transaksi tersebut dimulai dari transaksi yang mencurigakan (tidak wajar) sampai penarikan dana yang terkait dengan transaksi tersebut, termasuk juga pemanfaatannya. Di beberapa negara lain, pendeteksian dan pelaporan dilakukan juga oleh kalangan profesi tertentu, seperti pengacara dan akuntan publik. Selanjutnya, laporan transaksi keuangan yang tidak wajar dilaporkan kepada otoritas Financial Intelligence Unit, atau di Indonesia dikenal dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta dilakukan analisis untuk mengevaluasi dan memberi nilai tambah agar dapat bermanfaat bagi upaya penegakan hukum.

Tak hanya itu, dalam perang melawan pencucian uang diberikan juga beberapa terobosan aspek hukum pada saat melakukan penyidikan, seperti adanya kewenangan dalam rangka penelusuran atau permintaan informasi keuangan untuk melengkapi hasil penyidikan dengan pengecualian rahasia bank dan kode etik yang lebih luas. Juga adanya kewenangan penghentian dan penundaan transaksi dalam rangka menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk negara serta mekanisme non-conviction based asset forfeiture (perampasan aset tanpa pemidanaan) dalam merampas hasil kejahatan dan dimungkinkannya suatu perkara tindak pidana pencucian uang diputus secara in absentia. Juga adanya penguatan ketentuan pembebanan pembuktian terbalik pada saat pemeriksaan di pengadilan, dan aspek hukum lainnya.

Evaluasi

Satu dasawarsa kehadiran rezim antipencucian uang, di satu sisi memperlihatkan capaian yang efektif, terutama dalam peningkatan kepatuhan dan kemampuan pelapor dalam menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) dan laporan transaksi keuangan tunai. Per bulan pelaporan LTKM pada 2011 meningkat menjadi 1.685,2--meningkat sangat tajam dibanding tahun-tahun awal, yang rata-rata per bulan hanya mencapai 10,3 LTKM pada 2002 dan 23,3 LTMK pada 2003. Yang disampaikan PPATK kepada aparat penegak hukum sampai 31 Desember 2011 mencapai 1.873 hasil analisis.

Di sisi penegakan hukum, masih banyak ditemukan kendala dalam tindak lanjut hasil analisis oleh penyidik. Beberapa kendala yang dapat diinventarisasi berupa kendala teknis dan nonteknis. Menurut penulis, berdasarkan pengalaman yang cukup lama sebagai penyidik, kendala yang paling pokok adalah semangat dan kemauan penyidik, di samping menyangkut pemahaman dan paradigma penyidik berkaitan dengan hasil analisis PPATK.

Hasil analisis PPATK hanya merupakan informasi intelijen keuangan (financial intelligence), dan bukan merupakan alat bukti. Adapun hasil analisis PPATK hanya berangkat dari transaksi yang menggunakan sarana penyedia jasa keuangan, seperti bank. Dalam melakukan pengembangan, diharapkan tidak hanya berfokus pada pemilik rekening, tapi juga terhadap pihak-pihak yang terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh pemilik rekening tersebut. Selanjutnya, dari hasil pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait tersebut, penyidik/penyelidik hendaknya meminta bantuan (kerja sama) dengan PPATK untuk menelusuri lebih jauh lagi data atau informasi tentang sumber dana dan pihak lainnya yang terkait.

Selanjutnya, kendala-kendala lain yang dihadapi penyidik di lapangan hendaknya dapat diatasi melalui komunikasi secara lebih intensif antara penyelidik/penyidik dan PPATK. Dengan pola seperti itu, tujuan penegakan hukum akan lebih dapat dioptimalkan dengan hasil yang memuaskan bila syarat komunikasi tersebut dibarengi dengan transparansi dan akuntabilitas kinerja.

Penutup

Keberadaan rezim antipencucian uang yang memberi asupan informasi keuangan bagi penegak hukum merupakan terobosan yang harus dimanfaatkan untuk menguatkan criminal integrated justice system di Indonesia. Dalam penanganan setiap kasus kejahatan terkait dengan keuangan, penyidik sudah seharusnya melengkapi diri dengan informasi keuangan yang diperoleh melalui kerja sama dengan PPATK, ataupun melalui sarana lainnya, misalnya memanfaatkan kemudahan yang diberikan dalam Pasal 72 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, selain dilengkapi dengan informasi keuangan lainnya, seperti informasi perpajakan dan laporan harta kekayaan pejabat negara.

Satu dasawarsa keberadaan rezim antipencucian uang diharapkan menjadi momentum bagi semua pihak melakukan pembenahan. Selanjutnya, menguatkan kerja sama penegakan hukum merupakan suatu keharusan. Ke depan sangat diharapkan kerja sama ini semakin erat dilakukan, terutama bagi tindak lanjut hasil analisis yang diberikan kepada penyidik. Dalam melakukan kerja sama, perlu dikedepankan unsur kepercayaan (trust) dan komunikasi yang intensif. Tiap pihak harus berpijak pada integritas yang dimiliki, serta tidak memiliki keraguan dalam menjalin komunikasi dan kerja sama. Unsur ini merupakan motor penggerak kerja sama.

Komunikasi tersebut haruslah dilakukan dua arah atau komunikasi timbal balik (two-way communication), sehingga terjadi transfer informasi di antara kedua pihak. Unsur ketiga, saling mendukung, bersinergi dalam mencapai tujuan kerja sama. Unsur lain adalah adanya semangat, komitmen, dan misi yang sama. Misalnya, sebagai sesama abdi negara yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberantas kejahatan serta memaksimalkan pengembalian kerugian negara yang dikorup oleh oknum tertentu, maka seharusnya apabila penyidik tidak menemukan unsur pidana atas rekening gendut yang dikirim oleh PPATK kepada mereka, hasil penyelidikan atau penyidikan tersebut dipublikasikan sebagai bagian dari social control, akuntabilitas, dan transparansi terhadap kinerja institusi penegak hukum tersebut. Selanjutnya, penegak hukum tersebut memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa transaksi itu tidak berindikasi pidana agar pajaknya segera dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Kebutuhan akan adanya kerja sama antarlembaga dalam penegakan hukum melalui pendekatan follow the money ini merupakan suatu konsekuensi logis dari upaya mencapai cita-cita luhur bangsa dan negara Indonesia, yaitu menciptakan kemakmuran yang berintikan keadilan serta kepastian hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar