Sabtu, 25 Februari 2012

Harapan Baru untuk Reformasi Birokrasi


Harapan Baru untuk Reformasi Birokrasi
Penny K. Lukito, PEGAWAI, BEKERJA DI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN/BAPPENAS
Sumber : KORAN TEMPO, 24 Februari 2012



Memasuki tahun 2012 ini, di tengah berbagai sorotan yang ditujukan kepada pemerintah terkait dengan kelambanan sistem birokrasi kita, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menggulirkan rencana Program Percepatan Reformasi Birokrasi. Tentunya hal ini memberikan kembali harapan agar ada langkah cepat untuk terjadinya reformasi birokrasi yang belakangan ini banyak dipermasalahkan oleh banyak pihak.

Tidak Kurang dari Presiden

Presiden SBY sendiri, dalam suatu rapat kerja pemerintah, mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang menghambat laju perekonomian Indonesia. Pertama, masalah birokrasi yang dianggap menjadi penghalang. Kedua, infrastruktur backlog. Dan ketiga, korupsi. "Kita tidak hanya butuh berkomitmen, tapi juga mengubah segalanya secara fundamental," kata Presiden ihwal berbagai permasalahan birokrasi, baik yang terjadi di pusat maupun daerah.

Permintaan Presiden SBY beberapa waktu lalu agar setiap kementerian dan lembaga (KL) melaporkan kinerjanya kepada publik, disertai adanya sistem pelaporan cepat agar anggota kabinet lebih responsif terhadap masalah yang berkembang dalam masyarakat, kiranya merupakan hal yang sangat penting yang menunjukkan niat baik dan keseriusan pemerintah dikaitkan dengan akuntabilitas politisnya untuk melaporkan kinerja kepada rakyat.

Selain itu, pernyataan Wakil Presiden Boediono, bahwa pemerintahan adalah untuk mereka yang ingin berkontribusi dan bukan untuk mereka yang ingin kaya, dapat diartikan bahwa birokrasi memang bagi mereka yang ingin berkarya untuk kepentingan yang bernilai lebih dari sekadar perbaikan gaji (remunerasi) semata. Birokrasi sebaiknya dibangun agar pegawai negeri sipil dapat berkinerja tinggi untuk bisa memberikan insentif kebanggaan dan kepuasan diri lebih dari sekadar materi belaka, tetapi lebih dari itu, yakni untuk menjadi bagian dari kerja mulia membangun bangsa ini.

Kepemimpinan Kinerja

Meski demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa atribut dari birokrasi yang sering dimaknai dengan karakteristik feodalisme, ketertutupan, dan jauh dari sifat egalitarian mengungkapkan persoalan birokrasi yang cenderung menjadi penghambat untuk suatu kinerja yang optimum. Sesungguhnya, pentingnya keterbukaan di dalam birokrasi ini dikaitkan dengan realitas bahwa keputusan publik yang terbaik hanya dapat muncul dari dialog yang terbuka, jujur, dan untuk tujuan kepentingan yang lebih luas. Mungkin ini masih dianggap utopia di dalam birokrasi kita, tetapi hal tersebut dapat menjadi realitas bila dilakukan melalui pendekatan reformasi birokrasi yang lebih mengacu pada kinerja, dengan kemauan dan kepemimpinan yang kuat untuk melaksanakannya.

Reformasi birokrasi tanpa membangun kepemimpinan kuat yang berorientasi pada perubahan dan kinerja merupakan kesia-siaan. Bahkan, apabila dikatakan bahwa kepemimpinan adalah kombinasi dari kemampuan strategis dan integritas, dan sekiranya pun kita harus memilih salah satunya, pilihlah yang mempunyai karakter berintegritas yang kuat. Sebab, dengan basis integritas, kepemimpinan strategis kemudian dapat dibangun melalui penempaan dari penyelesaian satu tugas ke tugas selanjutnya melalui jalur pembinaan karier dan kepemimpinan. Terkait dengan hal ini, rekrutmen, promosi, dan mutasi kepemimpinan yang transparan perlu didukung dengan pembinaan karier dan kepemimpinan yang kontinu serta terjamin kepastian pelaksanaannya di birokrasi.

Melihat begitu besar dan banyaknya tantangan dalam pembangunan bangsa dewasa ini, kepemimpinan untuk membangun budaya organisasi birokrasi yang berorientasi kinerja dibutuhkan pada seluruh jenjang birokrasi. Sebab, dalam suatu organisasi, penciptaan etika dan budaya kerja bukan hanya tugas manajemen puncak semata, tapi juga tugas setiap pemimpin di level pelaksanaan. Pemimpin di jenjang level mana pun di birokrasi tentunya diharapkan mampu dengan tepat mengenali masalah, menetapkan agenda dan arah, serta mempunyai keberanian untuk segera melangkah dan kalau perlu mengambil risiko dalam implementasinya. Lebih tidak kalah penting adalah kapasitas untuk memantau dan mengevaluasi hasil dari langkah yang diambil tersebut untuk menjadi input perbaikan bagi agenda dan arah yang kurang tepat atau tidak memberikan hasil yang optimum dalam pelaksanaannya.

Karakteristik dari sektor publik memang terkadang sumir menempatkan pertanggungjawaban terhadap hasil dari produk dan pelayanan publik yang tidak jelas ada di pundak siapa. Kondisi ini bahkan dapat membuat strategi kepemimpinan yang dikenalkan oleh John Maxwell, “get things done through others” (merampungkan pekerjaan melalui orang lain), pun disalahartikan oleh mereka yang pada dasarnya memang tidak mau bertanggung jawab tetapi hanya ingin menikmati kursi jabatan, bahkan kalau bisa melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain. Untuk itu, memang menjadi semakin penting adanya transparansi dan akuntabilitas pelaksana kepemerintahan kepada publik, baik akuntabilitas individu maupun hasil pembangunan secara kolektif. Di mana akuntabilitas mengandung makna keharusan untuk menjelaskan dan menjawab segala hal menyangkut langkah dari seluruh keputusan dan proses yang dilakukan, serta pertanggungjawaban terhadap hasil atau kinerjanya. Sangatlah penting untuk disadari bahwa pada dasarnya akuntabilitas birokrasi adalah kepada masyarakat, dengan indikator pada kualitas produk dan pelayanan publik (output) yang lebih baik dan yang seharusnya mampu memberikan hasil manfaat (outcomes) yang dapat dirasakan sebagai perubahan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Bagi pemerintah sendiri, tuntutan (demand) terhadap pelaporan kinerja kepada publik ini akan menjadi pendorong bagi peningkatan kapasitas kinerja pemerintah yang semakin membaik. Dengan demikian, juga dituntut kualitas data/informasi kinerja yang tepat dan baik yang betul-betul menggambarkan kondisi yang sesuai. Sesuatu yang tidak pernah diukur dan dilaporkan dapat dianggap menjadi tidak penting untuk diselesaikan. Pelaksanaan anggaran publik harus dimonitor dengan indikator kinerja yang baik, dievaluasi, dan dilaporkan kepada publik dalam suatu sistem proses umpan balik. Apa yang sudah dilakukan oleh UKP4 dalam pemantauan target-target kinerja prioritas pembangunan sudah baik, namun perlu dikembangkan tidak hanya untuk kepentingan menilai kinerja pimpinan suatu kementerian atau lembaga saja, tetapi juga kembali menjadi input perbaikan bagi proses perencanaan dan penganggaran program-program pembangunan yang lebih efisien dan efektif.

Pidato dari James Madison (Presiden AS ke-4) yang terpatri di ruang James Madison Memorial, Library of Congress, di Washington, DC, yang berarti sebagaimana berikut, “esensi dari pemerintahan adalah kekuasaan, dan kekuasaan yang ada dalam genggaman manusia umumnya akan berpotensi untuk disalahgunakan”, mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap kinerja pemerintahan. Untuk itulah perlunya pengawasan, hukum, dan peraturan sepenuhnya ditegakkan dengan kepastian yang tinggi. Karena itu, reformasi birokrasi harus dapat mengubah birokrasi kita menjadi mampu menumbuhkan kepemimpinan yang diliputi budaya berorientasi kinerja dan keterbukaan. Dengan demikian, penyelewengan kekuasaan dan kelambanan dalam birokrasi tidak lagi menjadi atribut negatif yang direkatkan pada pemerintahan, sehingga tidak lagi menjadi faktor penghambat bangsa ini untuk bangkit dan maju. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar