Selasa, 28 Februari 2012

Impor Meracuni Swa Sembada Garam


Impor Meracuni Swa Sembada Garam
Rokhmin Dahuri, GURU BESAR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN IPB;
KETUA UMUM MASYARAKAT AKUAKULTUR INDONESIA;
PENASIHAT AHLI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN RI
Sumber : SINAR HARAPAN, 28 Februari 2012



Di era dunia yang semakin padat, persaingan antarbangsa yang kian tajam, dan bumi yang terus memanas (global warming), hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju, sejahtera, dan berdaulat.

Dengan daya saing yang tinggi, sebuah bangsa dapat memproduksi barang dan jasa yang kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor. Tujuannya agar bangsa tersebut mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas untuk memberikan lapangan kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang 3/4 wilayahnya berupa laut dengan lebih dari 13.400 pulau yang dirangkai garis pantai sepanjang 95.200 km (terpanjang kedua setelah Kanada), Indonesia sejatinya memiliki potensi produksi sumber daya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beragam, termasuk garam.

Ironisnya, sejak sepuluh tahun terakhir Indonesia justru menjadi pengimpor garam terbesar di dunia. Selain menghamburkan devisa, kebijakan itu juga akan menghancurkan usaha dan industri garam nasional dengan segala dampaknya.

Padahal, garam merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok dan bahan baku berbagai macam industri. Sepatutnya, sejak sekarang kita mengelola usaha produksi garam nasional secara cerdas dan serius, demi memenuhi keperluan konsumsi maupun industri.

Strategi untuk mewujudkan Indonesia berswasembada dan sekaligus sebagai eksportir garam dapat ditempuh melalui tujuh kebijakan dan program aksi sebagai berikut: (1) menghentikan impor garam secara bertahap, (2) meningkatkan produksi garam nasional, (3) penguatan dan pengembangan supply and value chain system secara terpadu, (4) pengembangan program penelitian (research and development), (5) peningkatan kapasitas sumber daya manusia, (6) penciptaan iklim investasi yang kondusif, dan (7) kebijakan politik ekonomi yang mendukung kinerja usaha garam nasional.

Status Produksi

Untuk menyusun dan mengimplementasikan ketujuh kebijakan serta program aksinya, haruslah didasarkan pada data yang sahih tentang: (1) potensi produksi dan produksi garam saat ini (existing production) secara nasional maupun per daerah (kabupaten dan provinsi); (2) kebutuhan nasional untuk garam konsumsi, industri, dan keperluan lainnya; (3) stok dan sistem logistik garam nasional, dan (4) faktor-faktor yang menyebabkan Indonesia mengimpor garam.

Dari 40 kabupaten/kota produsen garam nasional yang tersebar di 10 provinsi (Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Sulteng, Sulsel, Sulut, dan Gorontalo) dengan luas total lahan 21.876,05 hektare (ha) pada 2011, dapat diproduksi 1,4 juta ton garam.

Sementara itu, , total produksi garam nasional pada 2008, 2009, dan 2010 berturut-turut sebesar 1,2 juta ton, 1,37 juta ton, dan 0,031 juta ton. Sampai sekarang Indonesia mengimpor garam industri dari berbagai negara, khususnya Australia dan India.

Perlu dicatat, total produksi garam konsumsi sebesar 1,4 juta ton pada 2011 (Tabel 1) itu adalah perkiraan KKP pada 2011. Namun, berdasarkan perhitungan terakhir, ternyata total produksi garam konsumsi nasional pada 2011 hanya mencapai 1,1 juta ton (Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kemendag dalam Republika, 20 Februari 2012, halaman 13). Oleh karena itu, sangat beralasan bila Indonesia masih mengimpor garam.

Akan tetapi, banyak produsen (petani) garam berkeyakinan, terjadi manipulasi data produksi dan kebutuhan garam nasional, terutama garam konsumsi oleh pihak (kelompok) importir garam.

Para pengimpor garam ini diduga melaporkan kebutuhan garam nasional yang lebih besar daripada kebutuhan sebenarnya. Sebaliknya, mereka melaporkan data produksi garam konsumsi nasional lebih kecil ketimbang produksi riil.

Tujuannya jelas, yakni ada argumen untuk mendapatkan izin impor garam dari Kementerian Perdagangan. Untuk alasan impor, para importir juga kerap menimbun garam dari produksi nasional agar peredarannya terbatas dan harga naik.

Produktivitas Rendah

Rendahnya produksi garam nasional disebabkan produktivitas yang sangat rendah, yakni sekitar 60 ton per ha per tahun. Sementara itu, produktivitas usaha garam di Australia dan India kini rata-rata mencapai 200 ton per ha per tahun. Kita pun belum mengusahakan seluruh lahan pesisir yang potensial atau cocok untuk tambak garam, yang diperkirakan mencapai 100.000 ha.

Apabila pada 2012 ini kita mampu mengembangkan usaha tambak garam seluas 40.000 ha (40 persen dari total luas potensial) dengan produktivitas rata-rata 100 ton per ha per tahun (setengah dari Australia dan India), kita akan dapat menghasilkan garam nasional sebesar 4 juta ton.

Jika diasumsikan total kebutuhan garam nasional untuk konsumsi dan industri pada tahun ini meningkat 15 persen dari 2011, total kebutuhan garam nasional pada 2012 ini sekitar 3,91 juta ton. Artinya, kita tidak perlu impor.

Sayang, rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian pada 19 Februari 2012 telah memutuskan pemerintah akan mengimpor garam sedikitnya 500.000 ton pada 2012. Sebagai catatan, pada 2011 Kemendag mengizinkan impor garam konsumsi sebesar 1,04 juta ton, dan yang terealisasi baru 923.756 ton atau 88,82 persen pada awal Agustus tahun lalu.

Peningkatan Produksi

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan uraian di atas, jelas sebenarnya kita bisa memproduksi garam bukan hanya untuk kebutuhan nasional, namun juga ekspor dalam rangka mendapatkan tambahan devisa, nilai tambah, penciptaan lapangan kerja baru, dan membangkitkan sejumlah efek berantai.

Akan tetapi, upaya peningkatan produksi garam nasional juga harus dipastikan mampu meningkatkan kesejahteraan para petambak garam rakyat. Untuk itu, kita perlu melaksanakan sejumlah kebijakan dan program berikut:

Pertama, pada subsistem produksi, kita mesti meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha garam dengan menerapkan teknologi produksi garam dan sesuai daya dukung wilayah. Dengan begitu, kita dapat meningkatkan produktivitas garam nasional sejajar dengan Australia dan India, yakni 200 ton per ha per tahun.

Para petambak garam di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Cirebon berhasil meningkatkan prduktivitas tambak garamnya dari 60 ton per ha per tahun menjadi 120 ton per ha per tahun. Selain itu, kita pun memperluas usaha produksi garam di lahan pesisir baru dengan teknologi baru selain penguapan, seperti teknologi perebusan yang diterapkan di Sulawesi Utara.

Kedua, sejak sekarang kita harus mulai memproduksi garam industri di Tanah Air dengan menerapkan teknologi mutakhir.

Ketiga, setiap unit usaha produksi garam perlu diupayakan agar memenuhi skala ekonomi, sehingga menguntungkan pelaku usahanya.

Keempat, pemerintah bekerja sama dengan sektor swasta dan BUMN harus menjamin pasar bagi produk garam dari petambak (produsen) garam di seluruh wilayah NKRI dengan harga yang menguntungkan petambak garam.

Kelima, infrastruktur dan sarana untuk produksi garam mesti dirawat dan diperbaiki, serta dibangun yang baru di setiap kabupaten/kota sesuai kebutuhan wilayah di seluruh Indonesia. Ini perlu agar swasembada garam yang telah dicanangkan pemerintah dapat diraih dan bukan sekadar wacana.

Keenam, pemerintah harus memberikan dukungan permodalan dari lembaga perbankan kepada pengusaha garam, termasuk para petambak garam, dengan suku bunga yang relatif rendah (sama dengan di Malaysia, India, Australia, Thailand, dan China) dan persyaratan lunak.

Ketujuh, pendampingan teknologi produksi dan manajemen usaha. Swasembada garam nasional, bahkan Indonesia sebagai pengekspor garam, akan berhasil bila petambak garam diberikan pendampingan teknologi dan manajemen tentang cara mengelola produksi garam sesuai standar.

Ini dilakukan agar petambak menghasilkan garam bermutu tinggi dan mampu bersaing dengan garam dari negara lain. Peran penyuluh atau pendampingan di lapangan sangat penting untuk membina para petambak garam.

Kedelapan, penguatan dan pengembangan aktivitas riset dan pengembangan agar Indonesia mampu menguasai dan menerapkan teknologi mutakhir di bidang produksi garam.

Akhirnya, kedelapan, jurus di atas akan membuahkan hasil gemilang bila didukung iklim investasi yang atraktif dan kondusif serta kebijkan politik-ekonomi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya usaha produksi garam nasional. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar