Selasa, 28 Februari 2012

Lestarikan Pungli!


Lestarikan Pungli!
Denny Indrayana, WAKIL MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
GURU BESAR HUKUM TATA NEGARA UGM
Sumber : SINDO, 28 Februari 2012



Pungli. Dua kata, pungutan liar, yang telah menjadi satu,telah membatu, sehingga tidak mudah diurai.Tak ringan dipecahkan. Saking membatunya, saya pikir seharusnya pungli kita lestarikan saja.

Namun, tunggu dulu. Jangan salah paham. Bukan dilestarikan dalam arti dibiarkan terus terjadi. Tetapi dilestarikan dalam arti dijadikan sejarah masa lalu. Memberantas pungli tentu saja tidak mudah. Namun, ketidakmudahan itu harus dilihat sebagai tantangan, bukan persoalan. Tantangan wajib diubah menjadi peluang.

Semua orang pasti tahu memberantas pungli tidaklah mudah, tetapi bukan berarti kita lalu berhenti dan tidak melakukan apa-apa. Maka itu,salah satu ikhtiar yang terus kami lakukan adalah menjadikan Kemenkumham sebagai wilayah bebas pungli. Kami sadar betul,ikhtiar itu mudah dideklarasikan,namun sulit direalisasikan.

Tetapi, tidak ada jalan lain. Kemenkumham memang harus bebas pungli. Seluruh sistem pelayanan di Kemenkumham tidak boleh menjadi ladang subur perpunglian. Maka itu,sistem yang antipungli harus segera diterapkan. Itu maknanya, sistem pelayanan yang berbasis interaksi antarmanusia akan dikurangi secara signifikan karena interaksi itulah yang menjadi pintu masuk pungli.

Sistem pelayanan berbasis teknologi, akan menjadi solusi. Peralihan dari manusia ke teknologi ini tentu saja harus dilakukan dengan baik. Apalagi,pungli pada praktiknya melibatkan berbagai level petugas. Pungli tidak jarang adalah street level corruption. Korupsi karena kebutuhan (corruption by need),bukan korupsi karena keserakahan (corruption by greed).

Untuk level korupsi kecilkecilan demikian, meski tetap tidak dapat ditoleransi, pendekatannya tidak semata pemidanaan dan pemenjaraan, tetapi penciptaan sistem yang membuat setiap orang tidak dapat, dan akhirnya sadar, tidak mau melakukan pungli. Berbeda dengan korupsi karena keserakahan, yang tetap harus dipenjarakan dan dijerakan. Termasuk dengan mengetatkan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat.

Tidak sulit mengidentifikasi bahwa pelaku terdepan pungli adalah pegawai rendahan. Merekalah para pion pelaku di lapangan. Dalam beberapa hari terakhir, saya berkomunikasi dengan para calo di kementerian yang mengaku sebagai pensiunan Kemenkumham atau pegawai strata bawah.Kebutuhan ekonomi menjadi alasannya.

Kepada mereka tentu saja,tongkat penjeraan tidak serta-merta kami ayunkan.Cukup dengan teguran keras, mereka jera, berhenti menjadi calo pungli.Tentu dengan pembenahan sistem. Dalam beberapa kesempatan, saya mendapatkan laporan langsung dari korban pungli. Saya kemudian turun ke lapangan, menghubungi para calo,berlagak sebagai konsumen yang membutuhkan bantuan pelayanan.

Setelah bertemu dan mengetahui bahwa yang meminta pertolongan adalah Wakil Menteri, beberapa tentu saja kaget. “Eh, Pak Wamen,” katanya. Dengan warna muka berubah sewarna pelangi.Saya hanya tersenyum kecut dengan hati sedikit menciut karena beberapa langsung dengan fasih menceritakan kebutuhan anaknya untuk sekolah,istri yang sedang sakit, serta kebutuhan ekonomi yang menghimpit.

Satu cerita justru sangat ironis. Adalah istri saya sendiri yang menelepon dan ditawari “percepatan” pengurusan akta yayasan dengan uang pelicin.Ketika sang calo kemudian saya identifikasi, kepadanya kami mencoba menggali informasi terkait modus dan siapa saja yang terlibat.Data dan fakta itu lebih kami gunakan untuk membenahi sistem.Agar lebih kedap, lebih kebal dari praktik pungli.

Bukan berarti, pegawai yang terlibat tidak kami tindak. Dia pasti harus memperbaiki kapasitas kerjanya dan integritas moralnya.Pada kesempatan penyimpangan berikutnya,maaf, tidak akan ada ampunan lagi. Tentu saja tidak semua laporan pungli mengandung kebenarannya. Ada saja beberapa yang fitnah.

Mengaku mempunyai informasi petugas XYZ menerima pungli, tetapi sebenarnya upaya menjatuhkan.Tidak jarang petugas XYZ itu justru petugas yang bersih, sehingga mendapatkan fitnah. Maka itu, informasi saja tidaklah cukup, verifikasi harus dilakukan. Hanya dengan informasi akurat, tindakan tegas dapat dilakukan,utamanya kepada jajaran pimpinan.

Kenapa pimpinan yang harus diberi sanksi tegas,tidak hanya disiplin administratif, tetapi juga hingga level pidana? Karena pungli tetaplah berwarna korupsi. Pelaku utamanya tetaplah pimpinan.Petugas lapangan hanyalah pion.Yang meski tidak bisa ditoleransi tetap bukan dalang kejahatan. Penghukuman harus dilakukan dengan “tajam ke atas dan tumpul ke bawah”.

Bukan yang seringkali terjadi saat ini,penghukuman tajam kepada para pencuri sejenis sandal dan tumpul kepada para koruptor perampok uang rakyat. Sekali lagi, pungli tidak bisa ditoleransi. Pungli tetaplah korupsi. Dalam skala kecil sekalipun. Maka itu, pungli harus dilestarikan dalam sejarah. Keep on fighting for the better Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar