Sabtu, 25 Februari 2012

Soal Premanisme, Aparat Harus Tegas


Soal Premanisme, Aparat Harus Tegas
Mulyana W. Kusumah, DIREKTUR EKSEKUTIF SEVEN STRATEGIC STUDIES
Sumber : SUARA KARYA, 25 Februari 2012




Keberadaan preman sebenarnya merupakan fakta yang tak bisa dihindari. Pasalnya, perkembangan dan dinamika ekonomi secara alami mengundang kehadiran kelompok ini. Ada demand terhadap kelompok preman semacam ini, mengingat tidak semua urusan bisa ditangani pihak kepolisian.

Pada perkembangannya, para perman mengalami diversifikasi kegiatan. Mereka dibutuhkan dalam jasa pengamanan di perkantoran, mal, tempat hiburan, pengamanan pribadi, urusan penagihan dan lain-lain.

Namun, aksi premanisme tampak makin tak terkendali. Sejumlah korban meregang nyawa akibat tindakan premanisme. Aparat keamanan sendiri kerap dibuat kewalahan, dan menghadapinya cenderung hati-hati alias kompromistis, sementara kegiatannya tak jarang meresahkan masyarakat.

Di era Orde Baru, aksi premanisme dilibas dengan pendekatan petrus alias penembakan misterius. Satu per satu preman diakhiri hidupnya. Pertanyaannya, apakah cara petrus perlu kembali diambil? Apa beda preman dulu dan sekarang? Apa sebab kelompok preman tak terkendali? Apa yang harus dilakukan warga jika berhadapan dengan kelompok ini?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, wartawan Harian Umum Suara Karya Hanif Sobari dan Annisa Maya mewawancarai kriminolog Universitas Indonesia Mulyana W Kusumah, mantan anggota KPU, yang kini aktif sebagai Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies.

Aksi premanisme makin marak. Aksi mereka bahkan tak terkendali dan di luar kontrol aparat. Pandangan Anda?

Terkontrol tidak itu ditentukan oleh jarak hubungan unsur-unsur aparat keamanan dan penegak hukum. Dulu, seorang Kapolda bisa punya relasi yang kuat dengan tokoh preman di daerah itu, sehingga relatif terkontrol, dan tidak sampai ada kekerasan eksesif yang tinggi. Ada relasi-relasi pembinaan, dan bukan semata cari makan bersama kelompok preman.

Sekarang, hubungan relasi itu makin jauh. Andaipun ada kepolisian, mereka (oknum) cari makan sama-sama di situ, dapat upeti dan seterusnya. Jadi, tidak akan bisa melakukan kontrol efektif atau mengendalikannya susah.

Apa perbedaan atau perkembangan tentang gambaran preman masa lalu dengan preman sekarang?

Zaman menjelang petrus tahun 1982-1983 kita bisa lihat, karakter preman bergabung dalam sebuah organisasi yang lingkupnya cukup luas. Di Jakarta ada Prems, di Jateng ada Fajar Menyingsing dibawah Bakti Mulyono, itu besar pengaruhnya sampai ke Yogja. Jelas bahwa pada waktu itu organisasi tersebut tidak lepas dari kaitannya dengan kekuatan-kekuatan politik. Peristiwa Pemilu 1982 di panggung PPP tidak lepas dari itu.

Hanya saja, lingkup bisnis atau pelayanan jasa mereka masih sempit dan tidak terasa denyut sosialnya. Misalnya, hanya berkisar pada pengamanan lokasi-lokasi tertentu, seperti terminal, sejumlah jalur transportasi. Waktu itu kita jarang mendengar kelompok preman yang berulang kali melakukan tindak kekerasan terhadap kelompok lain. Sekarang ini, jauh lebih berkembang.

Memangnya seperti apa gambaran preman sekarang?

Saya identifikasi setidaknya ada 5 tipe premanisme. Pertama, kelompok kecil, basis etnik, tapi lokasi operasi sempit, tidak terorganisir dan pendapatannya kecil tidak berkala. Kedua, semi organizated. Relatif terstruktur, punya pemimpin, ada pembagian fungsi, basis tetap etnis dan daerah asal. Cuma wilayah operasinya lebih luas, ada pengamanan perkantoran, terminal dan lain-lain. Ketiga, kelompok berskala kecil, relatif solid, operasi lokal dan terorganisir di wilayah tertentu. Anggotanya bisa beragam atau lintas etnis.

Keempat, ada preman lokal, hanya ada di kota tertentu dengan tokoh disegani. Biasanya sudah melakukan diversifikasi jasa, tidak hanya pengamanan, tapi sifatnya lokal. Kelima, ada organisasi kemasyarakatan yang memadukan kegiatan sosial tertentu dengan peran sebagai kelompok penekan (pressure group). Sosialnya menonjol, tapi terpadu dengan kelompok penekan secara fisik. Pressure group yang bisa disewa untuk kepentingan politik tertentu, dan tidak bersifat lokal, punya cabang di beberapa daerah. Mereka itu bisa juga membentuk LBH (lembaga bantuan hukum). Mereka orang sekolahan, tapi bisa menagih utang atau melindungi perkantoran dengan LBH

Kalau kelompok Jhon Kei, masuk kelompok mana?

Kalau kelompok Jhon Kei belum merupakan kelompok organisasi, basisnya masih etnis dari Kepulauan Kei dengan figur disegani. Jhon Kei disegani lawan atau kawan, dia punya kemampuan meredam kelompok lain. Setelah penyerangan kelompok Sangaji, tidak ada serangan balik. Tapi, sudah melakukan diversifikasi jasa. Bukan hanya pengamanan, tapi penagihan utang dan lain-lain. Makin banyak kelompok serupa ini.

Bagaimana cara membenahi atau melakukan pengawasan melekat terhadap kelompok preman?

Pertama, harus ada pendisiplinan diri aparat dan penegak hukum. Dan, relasinya tidak sama-sama cari makan di situ, melainkan relasi pembinaan. Aparat harus disiplin untuk tidak terlibat secara langsung dalam kepentingan mereka.

Kedua, jika ada anggota dan kelompok preman yang terbukti melakukan tindak atau ancaman kekerasan harus ditindak tegas, sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Jadi, ada penindakan efektif aparat. Tapi, saya menolak pemberlakuan cara-cara petrus seperti di masa lalu. Itu menimbulkan eskalasi kekerasan oleh aparat, dan itu berpotensi destruktif serta akan merusak nilai-nilai negara hukum kita.

Selain itu, harus ada pendekatan dialogis guna mencegah penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan. Tokoh-tokoh preman adalah orang yang sebenarnya bisa diajak bicara. Tapi, dialognya tidak sekali. Kapolres-kapolres itu harus bisa melakukan pendekatan ini, punya kemampuan meredam supaya tidak memicu konflik.

Konon, ada kelompok preman yang sering 'dimainkan' tangan-tangan kekuasaan, bahkan bagian dari jaringan mafia. Pendapat Anda?

Itu bisa terjadi, tapi memainkan preman by design tidak mudah. Mereka juga punya kalkulasi, karena mereka mau main panjang. Itu pasti ada hitung-hitungannya, termasuk risiko yang bakal dihadapi. Saya melihat mereka belum berkembang sampai mafia, karena organisasinya berbeda. Mafia sudah terstruktur, apalagi terkait mafia internasional.

Soal preman politik?

Itu merupakan cermin kepribadian yang rapuh karena tidak mempunyai kapasitas dan kompetensi sebagai politisi. Sehingga, sebagai kompensasi psikologis, dia berperilaku preman agar disegani lingkungannya.

Saran Anda bila berhadapan dengan kelompok preman?

Sepanjang tidak melakukan intimidatif dan bisa dialogis, tidak masalah. Tapi, kalau sampai meneror, tindakan hukum harus diberlakukan. Jadi, warga bisa menempuh jalur hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar