Kamis, 29 Maret 2012

BBM dan Politik

BBM dan Politik
M Alfan Afian, Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta
SUMBER : SINDO, 29 Maret 2012



Pusaran perubahan kembali menghantam Indonesia. Setelah pasaran automotif berjaya pada 2011, kini harga bahan bakar minyak (BBM) dunia bergerak naik.
Ketika negara-negara tetangga menjadikan kebijakan kenaikan harga BBM-nya secara lebih independen dan fleksibel dalam pengambilan keputusan, di Indonesia justru sebaliknya. Demikian pula ketika perekonomian Indonesia menapak naik,persaingan justru semakin meningkat, dari luar dan dari dalam. Ketika demokrasi berkembang tanpa arah, teknologi membuka semua dinding rahasia.

Menjadi sangat terbuka dan cepat berubah. Pusaran perubahan tengah dialami oleh hampir semua sektor usaha, besar maupun kecil. Perasaan gundah bukan hanya ada di pikiran CEO atau para pemilik perusahaan, melainkan juga para manajer dan pegawai di bawah. Dirasakan oleh para guru dan dosen, hakim dan jaksa, serta para pemimpin pusat maupun daerah.

Statistik ekonomi yang membaik justru bisa menimbulkan pusaran baru. Kepada setiap orang yang berada di dalam pusaran perubahan, setidaknya tiga hal ini perlu diketahui. Pertama, persoalan perubahan yang penting bukanlah soal “memasuki dunia baru”, melainkan bagaimana “membuang” kebiasaan-kebiasaan lama.

Kedua, perubahan menuntut hati yang bersih. Seberapa hebatnya prestasi perubahan yang Anda berikan, kalau tidak dilakukan sepenuh hati dan seputih kapas, Anda akan tergulung arus balik perubahan. Lantas ketiga, dalam setiap perubahan yang paling menentukan adalah self management.

Membuang Kebiasaan Lama

Anda tentu masih ingat bagaimana orang tua memberi iming-iming agar Anda siap memasuki dunia baru. Hadiah bila naik kelas, pesta sunatan, cincin kawin, dan tentu saja permen manis agar tidak menangis sehabis menerima suntikan imunisasi. Iming-iming seperti itu diteruskan para pelaku ekonomi.

Termasuk agar Anda mau menerima kenaikan harga BBM. Ada paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dan samar-samar terdengar ada paket jalan-jalan untuk rektor dan aktivis-aktivis mahasiswa, konon pula ada “hadiah”bagi oknum anggota partai politik yang tidak menentang kebijakan ini.Namanya juga konon,bisa betul bisa juga wallahu a’lam. Tapi bagaimana membuang kebiasaan lama?

Ampun, ini memang masalah besar yang bisa menjadi penghalang. Manusia sulit sekali membuang kebiasaan-kebiasaan lamanya, apalagi pikiran-pikiran lamanya. Perubahansetidaknya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi berubah (changing) dan dimensi tidak berubah (not changing). Pengalaman saya membantu lembaga-lembaga nasional melakukan perubahan menunjukkan, sebagian besar kita lebih banyak menaruh perhatian pada aspek dimensi yang pertama (changing).

Changing memiliki the plus side (persepsi terhadap manfaatperubahan) dan thenegative side (persepsi terhadap biaya, upaya, dan risiko-risiko bila Anda berubah). Padahal not changing juga penting.Manusia juga menimbang-nimbang apa plus-minusnya bila ia tidak berubah. Selama benefit terhadap adanya perubahan lebih besar dari cost-nya, kita sering berpikir bahwa manusia sudah pasti siap untuk berubah.

Padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Manusia ternyata juga menimbangnimbang the plus side of not changing (manfaat kalau tidak berubah) dan the negative side of not changing (ruginya bila tidak berubah). Pusing ya? Begitulah perubahan. Selama the plus side of changing tidak diimbangi dengan the negative side of not changing, manusia Akan tetap berada “di dunia lama”. Hidup dalam aturan dan cara berpikir lama. Jadi cost-benefit analysis saja tidak cukup.

Untuk meninggalkan dunia lama,manusia perlu diberi tahu konsekuensi- konsekuensi negatif apa yang akan ia terima bila ia tidak berubah. Jadi melihat keindahan di depan tembok saja belum tentu membuat seorang anak melompat ke atas tembok setinggi dua setengah meter.Ia baru melompat kalau pantatnya akan digigit anjing besar bertaring tajam yang mengejar di belakangnya. Diberi tahu saja tidak cukup. Manusia perlu dibukakan matanya, yaitu melihat apa yang tidak atau belum terlihat.

Hati Bersih

Belakangan saya juga bertemu dengan orang-orang yang mengaku berhasil melakukan perubahan. Hasilnya mungkin saja mengagumkan.Tapi yang menarik perhatian saya,orangorang ini terbentur oleh kejadian- kejadian negatif. Kejadian-kejadian negatif bisa berakibat karya perubahan menjadi sia-sia.Tapi sepanjang Anda melakukannya dengan sepenuh hati,sesungguhnya Anda tidak perlu bercemas hati.Kebenaran akan menemukan pintunya sendiri.

Semua itu hanya mungkin dibersihkan oleh hati yang bersih. Hanya pemimpin-pemimpin yang melakukan perubahan dengan keikhlasan dan cinta pada perubahan yang akan selamat mengawal perubahan. Mudah kita membedakan mana pemimpin yang cinta jabatan dan mana yang cinta perubahan. Orang yang mengaku cinta perubahan bisa saja sesungguhnya pencinta jabatan yang bertarung habis-habisan mempertahankan kekuasaannya. Kalau Anda cinta perubahan, Anda akan siap terhadap kemungkinan Anda hanya bisa memimpin satu kali. Ada melakukan people development dan Anda menjaga reputasi sekuat tenaga karena tanpa reputasi kekuasaan tak punya gigi.

Self Management

Di mana peran Anda dalam pusaran perubahan ini? Praktik- praktik yang ada umumnya mengacu pada literatur-literatur dan best practice yang seakanakan menempatkan semuaorang sebagai change agents atau change leaders. Padahal sebagian besar orang bukan pemimpin dantakterpilihmenjadi change agent dalam perubahan.

Apa yang harus Anda lakukan? Pengalaman saya menemukan orang-orang yang berada di dalam pusaran perubahan bukan hanya terdiri atas mereka yang menentang perubahan, melainkan karena mereka tidak terbiasa “melihat” apa yang “tidak” atau “belum” terlihat. Berbagai latihan umumnya sangat diperlukan untuk melatih karyawanagarmampu “melihat”, bahkan “mendengar” yang “belum”atau “tak terdengar”.

Melalui berbagai pelatihan, pegawai dilatih agar memiliki sikap proaktif yang melekat pada diri setiap individu. Pelatihan-pelatihan seperti itu menjadi penting di era performance management tidak lain karena setiap orang telah berubah menjadi manusia robotic yang hanya peduli dengan indikator-indikator kinerja utamanya atau yang biasa dikenal dengan istilah KPI (key performance indicator).

Ketika manusia terlalu fokus pada pekerjaannya atau apa yang ditugaskan kepadanya (dalam birokrasi dikenal dengan istilah tupoksi), maka biasanya mereka tidak mampu melihat hal-hal yang berada di luar titik fokusnya. Maka latihlah diri Anda agar mampu “melihat” yang tak terlihat dan “mendengar” apa yang tak terdengar. Hanya orang-orang yang memiliki keberanianlah yang mampu melihat hal-hal yang tak terlihat. Dan hanya merekalah yang mampu membawa diri dalam pusaran perubahan.

Mereka bukan hanya bisa beralih memasuki dunia baru dengan selamat, melainkan juga meninggalkan dunia lama dengan penuh kedamaian. Itulah yang membedakan seorang winner (pemenang) dengan seorang looser (pecundang). Pemenang melenggang riang, pecundang bicara kotor dengan umpatan yang tak tersalurkan. Selamat menjalankan perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar