Sabtu, 28 April 2012

Kasus TKI dan Proteksi Amah

Kasus TKI dan Proteksi Amah
Muhammad Iqbal, Presiden Union Migrant (Unimig) Indonesia,
Mantan Tim Satgas Perlindungan TKI KBRI Kuala Lumpur
SUMBER : JAWA POS, 28 April 2012


SEBUAH ironi terjadi ketika pada awal April ini pemerintah Indonesia mencabut moratorium pengiriman TKI sektor pekerja rumah tangga (PRT) ke Malaysia. Yakni, terjadi penembakan atas tiga TKI kita karena tuduhan kriminal. Sempat terjadi spekulasi tentang penjualan organ meski otopsi ulang Polri tak mendukung spekulasi itu.

Di saat ketegangan ini, para TKI yang bekerja pada sektor PRT akan berbondong-bondong kembali bekerja ke Malaysia sesuai dengan kesepakatan baru antara RI dan Malaysia mengenai hak-hak pekerja. Moratorium dilakukan pemerintah sejak 26 Juni 2009, banyak masalah TKI yang disebabkan lemahnya perlindungan dan buruknya sistem penempatan.

Apa pun, Malaysia merupakan salah satu negara tujuan utama TKI. Diperkirakan, dua juta TKI bekerja di Malaysia yang penduduknya hanya 28 juta. Yang terdaftar resmi sekitar 1,1 juta orang, sisanya tanpa dokumen atau pekerja ilegal.

Menurut KBRI Kuala Lumpur, pada 2010, TKI di Malaysia adalah 1.085.658 orang. Sebanyak 269.602 (24,83 persen) bekerja di sektor penata laksana rumah tangga atau PRT, peladangan 274.978 (25,32 persen), bangunan 203.337 (18.72 persen), pabrik 192.814 (17,76 persen), pertanian 104.4560 (9,62 persen), dan sektor jasa 40.467 (3,72 persen).

Mereka benar-benar menjadi pahlawan devisa. Bank Indonesia memperkirakan uang masuk dari kiriman TKI di Malaysia ke Indonesia (remitansi) adalah USD 2,7 miliar (sekitar Rp 24 triliun).

Banyaknya pekerja, uangnya yang besar, tak terhindarkan banyak kasus terjadi, khususnya pada sektor informal. Pada 2007 terdapat 973 kasus, 2008 ada 732 kasus, dan 2009 mencapai 960 kasus. Dan pada 2010, KBRI di Kuala Lumpur mengklaim menyelesaikan 1.382 kasus. Hampir 90 persen kasus tersebut dialami PRT yang lari dari majikan dan ditampung KBRI dalam shelter untuk TKI bermasalah.

Pada 2010, uang TKI yang dapat diselamatkan mencapai Rp 4,3 miliar. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan 2009 yang mencapai Rp 4,2 miliar.

Penyelesaian kasus-kasus TKI di Malaysia yang tengah diupayakan itu, antara lain, soal gaji yang tidak dibayar, PHK sepihak, tidak sesuai dengan perjanjian, kekerasan fisik, dan TKI yang telantar karena dianggap ilegal.

Keputusan penghentian pengiriman sementara TKI ke Malaysia merupakan sebuah langkah yang tepat dilakukan pemerintah untuk membenahi sistem perlindungan TKI, khususnya pada sektor PRT yang banyak kasus kekerasan.

Di Malaysia, penata laksana rumah tangga disebut dengan pembantu rumah atau lebih dikenal dengan sebutan amah. Tentu saja sebutan tersebut terkesan rendah, sama dengan Indonesia dipanggil Indon. Buruknya citra TKI di Malaysia disebabkan sistem penempatan yang sangat buruk dan menjurus kepada perdagangan manusia (human trafficking). Pekerja kita berkelas lebih rendah daripada Filipina.

Problem juga terjadi karena pemerintah Malaysia sangat mudah mengeluarkan panggilan visa tanpa ada seleksi yang ketat jika dibandingkan dengan TKI ke Singapura dan Hongkong. Semua diserahkan kepada agen dan mekanisme pasar.

Selain itu, biaya penempatan yang besar membuat semena-mena majikan. Banyak TKI yang harus dipotong 6-8 bulan gaji yang sangat memberatkan. Mestinya harus ada aturan biaya penempatan maksimal dua bulan gaji dan tidak membebankan semua biaya penempatan kepada TKI.

Kemudian, banyaknya TKI mempersulit pengawasan. Setiap hari ribuan TKI datang dan mereka tidak berkumpul dalam satu kawasan. Kelemahan sistem pengawasan itulah yang dieksploitasi majikan dan agen di Malaysia. Misalnya, gaji yang tidak dibayar, kekerasan, dan perdagangan orang.

Mereka bisa begitu karena menganggap TKI tidak memiliki perlindungan dari negaranya. Karena itulah, sistem pengawasan harus menjadi program utama perwakilan RI di luar negeri. Dan untuk menunjukkan keberpihakan dan perlindungan maksimal, KBRI harus membuat program-program pemberdayaan dan rutin mendidik TKI menjadi lebih baik. Mulai keterampilan life skill, kewirausahaan, advokasi, hingga pembinaan mental dan spiritual.

Dengan itu, upaya-upaya eksploitasi dapat dicegah. Apalagi, dengan diberlakukan one day off (libur sehari) untuk TKI PRT, mereka punya waktu luang untuk pemberdayaan. Bahkan, kalau dilatih, mereka sebenarnya bisa menjadi duta bangsa dengan program seni budaya.

Salah satu upaya mengatasi keterbatasan perwakilan RI di luar negeri adalah mengembangkan potensi TKI untuk berserikat dan berorganisasi. Dengan dukungan Perwakilan RI di Malaysia, TKI dapat membangun organisasi yang solid dan tangguh. Bahkan, itu dapat menjadi self protection dalam memberikan perlindungan bagi kelompoknya. Mereka akan mampu membela diri sendiri, tanpa bergantung kepada pemerintah yang memiliki keterbatasan.

Terakhir adalah perlindungan hukum yang maksimal. Sebelum adanya moratorium, banyak kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami PRT tidak sampai ke pengadilan karena berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah kurangnya perlindungan yang diberikan karena keterbatasan anggaran perlindungan.

Untuk itu, sebaiknya pemerintah melalui perwakilan RI ketika membuat kontrak kerja harus menggunakan perjanjian kerja bersama atau kontrak kerja standar yang sama bagi semua TKI PRT. Dan itu harus diketahui oleh seorang pengacara tetap yang resmi ditunjuk oleh perwakilan RI. Dengan demikian, ketika ada kasus, majikan akan berhadapan dengan pengacara, tak bisa main-main.

Pembukaan pengiriman TKI PRT ke Malaysia saat ini sebaiknya dijadikan momentum dalam membenahi perlindungan mereka. Jumlah pengiriman PRT harus makin dikurangi. Perlu diniatkan sejak awal, rencana pemerintah menghentikan pengiriman sektor informal 2017 harus dipercepat. Caranya, membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri. Dengan begitu, rakyat kita bisa merasakan hujan berkah di negeri sendiri. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar