Senin, 28 Mei 2012

Calon Presiden Kadaluwarsa


Calon Presiden Kadaluwarsa
Bawono Kumoro ; Peneliti The Habibie Center
SUMBER :  KOMPAS, 28 Mei 2012


Ada statement menarik diutarakan Taufiq Kiemas terkait pencalonan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden dalam Pemilu Presiden 2014.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini menyarankan agar Ical—sapaan akrab Aburizal Bakrie—dan Megawati tidak mencalonkan diri, mengingat usia kedua tokoh itu terbilang sudah sangat tua saat Pemilu Presiden 2014. Sebagai catatan, pada 2014, Ical dan Megawati akan menginjak usia 68 tahun.

Sebagaimana diketahui, beberapa hari terakhir ramai diberitakan jika Ical dan Megawati akan ambil bagian dalam kontestasi Pemilu Presiden 2014. Bahkan, Partai Golkar dikabarkan mempercepat pelaksanaan rapat pimpinan nasional (rapimnas) menjadi Juli 2012 demi mendeklarasikan pencalonan sang ketua umum sebagai capres. Sementara itu, Megawati mengutarakan keinginan itu saat melakukan kampanye untuk pasangan calon bupati dan wakil bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana- Nyoman Sutjidra, pertengahan April lalu.

Pernyataan Taufiq Kiemas yang meminta Ical dan Megawati untuk tidak mencalonkan diri sebagai capres karena pertimbangan usia dalam sekejap menjadi pembicaraan di ruang publik. Maklum, ia bukan tokoh sembarangan. Suami Megawati ini adalah politisi senior, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Ketua MPR. Bobot politik pernyataan Taufiq Kiemas itu tak bisa dianggap remeh, terutama di tubuh PDI-P.

Dominasi Kaum Tua

Memang, jika dicermati, dominasi kaum tua masih sangat kuat mencengkeram di tubuh PDI-P. Separuh lebih dari 27 orang yang duduk di jajaran Dewan Pimpinan Pusat PDI-P saat ini telah berusia di atas 50 tahun. Paling tua adalah Ketua Bidang Kehormatan Partai Sidharto Danusubroto yang menginjak 74 tahun. Sementara paling muda adalah Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar-Lembaga Negara Puan Maharani yang baru berusia 39 tahun.

Sulit dimungkiri, sebab utama pudarnya jiwa muda bangsa dewasa ini adalah dominasi kaum tua dalam struktur politik dan pemerintahan nasional, terutama di jajaran elite partai politik. Lebih dari sekadar pernyataan politis, istilah kaum muda hendaknya juga merefleksikan sebuah sikap kejiwaan, tak sekadar kriteria usia.

Sikap kejiwaan itu berupa kebaruan cara pandang guna memutus hubungan dengan masa lalu disertai keberanian memperjuangkan visi perubahan. Rasa keberanian dan kemampuan dalam mengemban visi perubahan itu lebih mungkin tumbuh dalam diri mereka yang tidak memiliki beban masa lalu.

Kaum muda juga diyakini lebih mampu bergerak cepat dan cekatan dalam mengambil inisiatif serta merumuskan kebijakan-kebijakan strategis. Dengan begitu, laju pemulihan kehidupan politik dan ekonomi bangsa akan lebih terjaga.

Karena itu, tidak mengherankan jika kaum muda selalu ada di balik setiap episode penting perjalanan bangsa. Sejarah mencatat dengan tinta emas peran siswa- siswa School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) dalam merintis pendirian Budi Utomo. Para pemuda dan pelajar bersatu dalam jalinan semangat Sumpah Pemuda. Bahkan, revolusi kemerdekaan tahun 1945 dikatakan oleh Benedict Anderson sebagai revolusi pemuda.

Selain itu, jika dicermati, republik ini pun didirikan oleh para tokoh yang sebagian besar relatif masih berusia muda. Bung Karno diangkat menjadi presiden pada usia 44 tahun, Bung Hatta diangkat menjadi wakil presiden saat masih berusia 43 tahun. Hal itu mengindikasikan bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki landasan historis kepemimpinan kaum muda yang sangat kuat.

Namun, pasca-kemerdekaan, keadaan itu justru berbalik 180 derajat, terutama pada era Orde Baru. Tokoh-tokoh muda bersuara vokal dikucilkan dari lingkaran kekuasaan. Di bawah rezim represif Orde Baru, Soeharto menjadikan mesin-mesin politik dan pemerintahan bersikap sangat permisif terhadap tenaga- tenaga tua yang dinilai cenderung jauh lebih mudah diajak kompromi. Kehidupan politik berjalan tanpa partisipasi luas kaum muda. Proses regenerasi dihambat secara sistematis dan struktural. Boleh jadi karena hal itu pula hingga kini masih saja muncul para politisi dengan kualitas dan watak masa lalu di fora politik nasional era reformasi.

Promosikan Kaum Muda

Sangat kuat kiranya alasan bagi bangsa Indonesia untuk mempromosikan (kembali) kaum muda di level kepemimpinan nasional. Untuk merealisasikan agenda strategis ini, mutlak diperlukan political will kaum tua dan strong will kaum muda guna memberikan pembuktian diri.

Para elite partai harus menyadari betul urgensi keterlibatan kaum muda di jajaran kepengurusan partai. Persoalan kepemimpinan di partai politik memiliki nilai penting dan strategis. Jika partai politik ingin tetap eksis, tuntutan untuk senantiasa melahirkan generasi politik baru sulit dielakkan.

Ketergantungan sejumlah partai politik kepada figur-figur tertentu sering kali menjadi tembok besar penghalang mobilitas vertikal para politisi muda. Selama ini perhelatan suksesi kepemimpinan di sejumlah partai menunjukkan kehadiran kaum muda sebagai pelaku politik belum teradopsi dengan baik.

Oleh karena itu, dominasi kaum tua dalam struktur politik dan pemerintahan saat ini tentu sangat kontraproduktif dengan agenda strategis untuk mempromosikan (kembali) kaum muda di level kepemimpinan nasional. Dalam konteks itu, sebagai salah satu kekuatan politik terbesar di Indonesia, secara moral PDI-P turut memiliki tanggung jawab terhadap keberlangsungan agenda strategis tersebut.

Elite pimpinan partai politik harus menyadari betul urgensi keterlibatan kaum muda dalam jajaran kepengurusan partai. Keterlibatan kaum muda secara masif dalam struktur kepengurusan partai politik dapat menjadi momentum awal bagi mereka untuk mulai meretas (kembali) jalan menuju kepemimpinan nasional secara sungguh-sungguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar