Selasa, 29 Mei 2012

Menyongsong Zaman Baru Mesir


Menyongsong Zaman Baru Mesir
Chusnan Maghribi ; Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta    
SUMBER :  SUARA MERDEKA, 29 Mei 2012



"Jika Mohammed Mursi unggul atas Ahmed Shafiq, makin mantaplah bangsa Mesir menjalani zaman baru"

PILPRES Mesir menyedot perhatian publik dunia bukan saja karena pemilu itu bersejarah dan siapa pun pemenangnya dipastikan menghadapi tantangan berat, baik dalam konteks internal (dalam negeri) maupun eksternal (luar negeri), melainkan juga karena pilpres putaran pertama memunculkan kejutan. Mantan Sekjen Liga Arab dan mantan Menlu Amr Mussa, kandidat independen, yang semula diperkirakan banyak pihak lolos, ternyata tidak masuk dua besar perolehan suara pemilih.

Posisi dua besar ditempati kandidat dari Partai Keadilan dan Kemerdekaan (FJP) —sayap politik Ikhwanul Muslimin (IM)— Dr Mohammed Mursi yang meraup 25,3 persen suara, dan kandidat independen Marsekal (Purn) Dr Ahmed Shafiq yang meraih 24,9 persen suara, disusul calon independen lain Dr Abdel Moneim Abol Fotouh, dan Hamdeen Sabahy (SM, 27/05/12). Jika hingga penghitungan akhir posisi itu tidak berubah, dipastikan Mursi dan Shafiq lolos ke final pilpres 16-17 Juni mendatang.

Di tengah euforia mayoritas masyarakat Mesir menikmati era transisi, dari otoriter-diktator ke demokrasi, besar kemungkinan nanti Mursi mengungguli Shafiq. Terlebih, dalam pemilu parlemen (majelis rendah) akhir tahun lalu, FJP sudah membuktikan sebagai partai paling populer karena paling banyak dipilih rakyat. Waktu itu, partai itu meraih 41 persen dari 498 kursi parlemen.

Probabilitas itu menjadi lebih besar bila masyarakat muslim Salafi (pendukung Partai Al-Nour yang menduduki 21 persen kursi parlemen) mengalihkan dukungannya kepada Mursi. Pada putaran pertama, Salafi mendukung pencalonan Abdel Moneim Abol Fotouh yang menggaet 20 persen suara.  

Rezim Lama

Namun Mohammed Mursi Issa Al-Ayyat, kelahiran Al-Sharqiyah, tidak boleh lengah apalagi meremehkan Shafiq. Keberhasilan Shafiq mendulang perolehan suara pemilih hingga 23 persen harus dibaca sebagai isyarat masih kuatnya pendukung rezim sekuler. Hal ini mengingat sebagian masyarakat Mesir masih merindukan rezim Hosni Mubarak, yang selama 30 tahun berkuasa dianggap bisa memakmurkan kehidupan rakyat, menyusul perekonomian Mesir tak kunjung membaik setelah 16 bulan menjalani reformasi saat ini (BBC.com).

Mesir di bawah pemerintahan transisi sekarang mengalami krisis ekonomi serius. Di samping harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat melambung dan tingkat pengangguran tinggi, negara itu mengalami krisis finansial. Perbankan di negeri berluas wilayah 997.739 km2 dan kini berpopulasi sekitar 81 juta jiwa itu terguncang hebat, cadangan devisanya anjlok dari 36 miliar dolar pada Desember 2010 menjadi 16 miliar dolar AS (Januari 2012), dan pemerintah sementara di bawah Dewan Agung Militer pimpinan Jendral Hussein Tantawi mengalami kekurangan fiskal.

Meski Shafiq maju sebagai capres independen, de facto pria kelahiran Kairo, November 1941 itu representasi kandidat dari kubu sekuler. Dia bekas mantan pendukung Hosni Mubarak. Setelah menjabat Komandan Angkatan Udara 1996-2992 dan Menteri Penerbangan Sipil (2002-2010), ia menjabat perdana menteri sampai ambruknya pemerintahan Partai Nasional Demokrat (NDP) di bawah Mubarak Februari tahun lalu.

Shafiq maju sebagai capres mendapat dukungan penuh dari militer yang setia pada sekularisme dan tampaknya tidak menginginkan IM bersama FJP-nya mengontrol semua lembaga pemerintahan paling berkuasa di Mesir.  Karenanya, pilpres sekarang sejatinya selain menggambarkan pertarungan antara kubu reformis dan pendukung rezim lama, serta antara ideologi Islam dan sekuler, juga memperlihatkan perang antara sipil dan militer.

Pertarungan itu diperkirakan berlangsung ketat dalam final pilpres pertengahan Juni mendatang. Jika Mohammed Mursi unggul atas Ahmed Shafiq, makin mantaplah bangsa Mesir menjalani zaman baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar