Senin, 28 Mei 2012

Pinjaman Siaga Pemerintah


Pinjaman Siaga Pemerintah
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat Ekonomi
SUMBER :  SINDO, 28 Mei 2012

Pekan lalu,media massa di Indonesia banyak memuat berita mengenai persiapan pemerintah dalam menghadapi ketidakpastian global, yaitu dengan membentuk pinjaman siaga pemerintah atau diistilahkan sebagai contingency loan.

Pinjaman ini disiapkan pemerintah untuk berjaga-jaga jika kebutuhan pembiayaan sebesar Rp190 triliun untuk menutup defisit APBN sebesar 2,23% dari produk domestik bruto (PDB) tidak dapat terpenuhi. Pinjaman seperti ini pernah juga dibentuk pemerintah pada 2008–2009, yaitu pada saat terjadinya krisis finansial global yang dimulai di Amerika Serikat.

Defisit sebesar 2,23% PDB tersebut ditetapkan pemerintah bersama dengan DPR sebagai dampak dari peningkatan harga minyak dunia dan ditundanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang semula dijadwalkan terjadi pada 1 April 2012. Sebagian dari pembiayaan defisit tersebut direncanakan pemerintah akan diperoleh dari pinjaman global dan sebagian lagi akan ditutup dari penjualan surat utang negara (SUN) dan surat perbendaharaan negara (SPN).

Dalam keadaan krisis di tahun 2008–2009 lalu, pasar keuangan global menjadi kering sehingga untuk menarik pinjaman dari pasar global menjadi suatu hal yang sulit bagi pemerintah. Kalaupun bisa diperoleh, dapat dipastikan suku bunganya sangat mahal. Sekarang ini, situasinya agak berbeda.Dalam hal ini pasar keuangan global untuk tujuan Asia dan Pasifik sebetulnya cukup likuid.

Pasar relatif agak kering untuk tujuan di Eropa karena portofolio bankbank untuk investasi di obligasi pemerintah Eropa masih tinggi,sementara kepercayaan kepada obligasi pemerintah tersebut menurun drastis dengan terjadinya krisis di Yunani, Spanyol, dan negara lain. Kendati demikian, untuk berjaga- jaga terhadap terjadinya perubahan situasi yang bersifat tiba-tiba, pemerintah melakukan langkah berjaga-jaga dengan menciptakan pinjaman siaga tersebut.

Pinjaman siaga pemerintah sebesar USD5 miliar tersebut direncanakan dipimpin Bank Dunia. Saat ini pemerintah sudah memperoleh komitmen dari Bank Dunia untuk pinjaman sebesar USD2 miliar. Sisanya diharapkan akan dapat diperoleh dari Asian Development Bank (ADB),Pemerintah Australia, dan Pemerintah Jepang melalui JBIC (Japan Bank for International Cooperation).

Pada 2008–2009 lalu, instansi tersebutlah yang membantu Pemerintah Indonesia dengan pemberian pinjaman siaga semacam itu. Dengan telah diperolehnya komitmen dari Bank Dunia, bisa diperkirakan komitmen dari ADB,Pemerintah Australia maupun JBIC rasanya juga akan diperoleh. Pinjaman siaga tersebut bisa ditarik sepenuhnya untuk menutup kebutuhan pembiayaan bagi APBN-P 2012 atau bisa dipergunakan sebagai jaminan jika pemerintah mengalami kesulitan untuk meminjam dari pasar.

Bahkan sebetulnya pinjaman siaga itu juga memiliki peran sebagai suatu instrumen yang memperkuat kepercayaan dari investor global. Artinya,tanpa jaminan dari pemerintah secara resmi pun para investor akan dapat diyakinkan bahwa pinjaman mereka ke Pemerintah Indonesia akan aman. Pinjaman siaga tersebut jika kemudian ditarik oleh pemerintah memiliki suku bunga yang relatif murah, yaitu di bawah 5%.

Sebagai perbandingan, suku bunga (yield) utang Pemerintah Indonesia yang diperoleh dari pasar (global bond) umumnya berada di atas 5%. Oleh karena itu, suku bunga yang ditawarkan Bank Dunia dan lembaga multilateral maupun bilateral tersebut relatif murah dibandingkan dengan suku bunga pasar yang harus dibayar pemerintah dari pinjaman komersial maupun obligasi global tersebut.

Kendati demikian, selama belum ditarik, pemerintah harus membayar biaya yang umumnya disebut sebagai commitment fee yang umumnya sebesar 0,50% (50 basis poin) atau lebih. Apakah pemerintah memiliki alternatif lain untuk membiayai defisit APBN-P tersebut? Saya kadang bingung atau kurang mengerti jalan pikiran pemerintah.

Oleh karena itu, kalau saya menulis mengenai hal yang menurut saya baik,belum tentu hal itu yang diambil pemerintah. Karena itu apa yang akan saya kemukakan di bawah ini tentunya adalah berdasarkan cara berpikir saya yang barangkali masih sangat dangkal ataupun myopic (sangat pendek jarak pandangnya). Menurut saya pemerintah dewasa ini memiliki bantalan yang sangat tebal untuk menutup kekurangan pembiayaan pada defisit APBN-P 2012.

Bantalan tersebut berupa rekening pemerintah di Bank Indonesia yang besarnya mencapai sekitar Rp250 triliun. Pada posisi Maret 2012, rekening pemerintah di Bank Indonesia tersebut berjumlah Rp224,7 triliun.Tapi saya yakin betul ada sekitar Rp25 triliun yang dewasa ini ditempatkan pemerintah di bank BUMN. Jika dana di bank BUMN tersebut ditambahkan, rekening pemerintah di Bank Indonesia akan berjumlah sekitar Rp250 triliun.

Sementara itu, pemerintah juga memiliki dana di bankbank umum (umumnya juga bank-bank BUMN) yang merupakan “tempat transit penerimaan pajak” yang untuk akhir Maret 2012 posisinya berada sekitar Rp64,4 triliun. Ini berarti, dana menganggur yang dimiliki pemerintah saat ini kira-kira telah melampaui Rp300 triliun.

Jumlah ini akan bertambah lagi dengan adanya sisa anggaran untuk tahun 2012 maupun tahun-tahun sesudahnya. Jika kita membandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) untuk DKI, tahun 2012 ini APBD-P tersebut berjumlah Rp41 triliun. Sebagian dari APBD-P tersebut dibiayai oleh sisa anggaran tahun 2011 yang seluruhnya berjumlah Rp6,47 triliun. Ini berarti terdapat mekanisme dalam penyiapan APBD untuk Provinsi DKI yang mengikutsertakan sisa anggaran sebelumnya untuk pembiayaan APBD mereka.

Jika hal ini diterapkan pemerintah pusat, seyogianya sisa anggaran tahun sebelumnya, yang secara kumulatif terkumpul dalam rekening pemerintah di Bank Indonesia dan di bank-bank umum tersebut, juga dapat dimanfaatkan untuk menutup pembiayaan defisit tersebut. Jika untuk APBDP DKI di mana seluruh sisa anggaran secara sekaligus dimasukkan dalam APBDP, maka jika pemerintah pusat ingin memanfaatkan sisa anggaran, sebetulnya pemerintah cukup memanfaatkan sebagian saja dari dana menganggur tersebut.

Jika pinjaman siaga pemerintah yang saat ini dibentuk sebesar USD5 miliar tersebut digantikan dengan sumber yang berasal dari dana menganggur di Bank Indonesia, maka sebetulnya pemerintah masih memiliki ruang gerak yang sangat besar untuk memanfaatkannya. Mudah-mudahan pendapat ini tidaklah dianggap terlalu picik oleh pemerintah sehingga syukur-syukur bisa bermanfaat bagi perencanaan keuangan pemerintah ke depannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar