Rabu, 30 Mei 2012

Sang Pemuja Setan Sejati


Sang Pemuja Setan Sejati
Danang Probotanoyo ; Bekerja pada Pusat Studi Reformasi Indonesia dan alumnus UGM
SUMBER :  JAWA POS, 30 Mei 2012


SETELAH energi bangsa ini terkuras dalam polemik yang berkepanjangan soal konser Lady Gaga, akhirnya manajemen Lady Gaga via promotornya, yaitu Big Daddy Entertainment, menyatakan secara resmi pembatalan konser Monster Babon (Mother Monster) yang sedianya dilangsungkan di Gelora Bung Karno, Jakarta, 3 Juni 2012.

Rasanya belum pernah dalam sejarah Indonesia, suatu rencana perhelatan pertunjukan musik menimbulkan pro-kontra yang demikian tajam dan melibatkan banyak pihak. Perdebatan dan polemik nyaris terjadi setiap hari melalui semua kanal media. Baik televisi, radio, koran, majalah, tabloid, situs berita internet, hingga jejaring sosial, semua mengulas Lady Gaga.

Dari masyarakat biasa, pelajar, ulama, seniman, hingga pejabat kementerian dan kepolisian, semua berdebat soal boleh atau tidaknya Lady Gaga berkonser di Indonesia. Gara-gara polemik tersebut, masyarakat seolah terbelah dua, antara yang setuju konser dengan yang menolaknya. Tentu, semua dengan perspektif dan argumen masing-masing.

Menunjuk Lady Gaga

Meski demikian, bisa ditarik suatu kerucut pendapat bahwa yang prokonser Lady Gaga pada hakikatnya berangkat dari argumen besar mengenai kebebasan berekspresi. Sebaliknya, yang kontrakonser menyembulkan pemahaman bahwa konser Lady Gaga merupakan ancaman terhadap moralitas anak bangsa. Dus, dengan diumumkannya pembatalan konser oleh pihak Lady Gaga, suka tidak suka secara otomatis hal tersebut merupakan satu bentuk "kemenangan" pihak yang kontra atau yang menolak konser Lady Gaga di Indonesia.

Setidaknya, ada dua alasan pokok yang dijadikan landasan penolakan konser Lady Gaga oleh pihak yang kontra. Pertama, dalam setiap konser maupun di berbagai aksi dalam video musiknya, Lady Gaga selalu menampilkan diri sebagai sosok yang gemar memperlihatkan bentuk dan gerak tubuh yang sensual serta erotis. Menurut kalangan penolaknya, itu tak sesuai dengan budaya Indonesia, yang sarat dengan norma-norma kesopanan. Konser Lady Gaga dikhawatirkan akan berdampak negatif bagi bangsa ini, khususnya kaum mudanya. Kedua, Lady Gaga dianggap bisa membawa pengaruh buruk terhadap kehidupan keagamaan dan keberagamaan di Indonesia. Pasalnya, Lady Gaga oleh banyak kalangan ditengarai sebagai pengikut kaum pemuja setan. Salah satu yang mengatakan demikian adalah Ketua Koordinator Harian MUI KH Ma'ruf Amin (jpnn.com).

Menunjuk Hidung Kita

Setelah "Sang Lady" gagal tampil di Indonesia, tentu polemik seputar dirinya harus diakhiri. Sekarang semua pihak -khususnya yang kontra terhadap konser Lady Gaga- justru lebih berkewajiban secara moral untuk membebaskan bangsa Indonesia dari dua hal yang kadung dilabelkan pada Lady Gaga, yakni: soal moral dan pemujaan terhadap setan. Sebenarnya, ada atau tidak ada Lady Gaga di Indonesia, dua stigma buruknya itu sangatlah mudah ditemui dalam kehidupan masyarakat kita selama ini.

Tidak mesti sama persis Lady Gaga, secara kontekstual permasalahan moralitas yang rendah dan "pemujaan terhadap setan" dalam bentuk lain kerap dijumpai di sekeliling kita. Tanpa Lady Gaga hadir di sini pun, moralitas bangsa ini -khususnya generasi mudanya- kian hari kian mengkhawatirkan. Pergaulan bebas dengan segala eksesnya, pemakaian narkoba, tawuran, hilangnya unggah-ungguh dan kesopanan terhadap orang tua, menjadi aksentuasi kemerosotan moral di berbagai kalangan saat ini. Orang tua pun juga banyak yang tidak pantas jadi teladan di berbagai bidang kehidupan.

Di tengah terjangan dekadensi moral bangsa ini, simbol-simbol "pemujaan terhadap setan" pun merebak dalam wujud barunya. Pemujaan setan masa kini bukan lagi dalam bentuk ritual menyembah batu besar, pohon tua, gunung, atau binatang berfisik aneh, namun telah beralih rupa dalam bentuk gaya hidup hedonis, korupsi, manipulasi, gila jabatan, mabuk kekuasaan.

Semua itu terjadi karena kita lebih menuruti dorongan hawa nafsu untuk lebih mencintai serta tergila-gila pada harta dan status di dunia. Tanpa disadari, berbagai manifestasi dorongan nafsu tadi telah menempatkan diri kita sebagai "pemuja setan" kelas wahid. Sebab, segala nafsu yang jelek pasti datangnya dari setan. Salah satu peringatan mulia Rasulullah SAW: Di kolong langit ini tidak ada Tuhan yang disembah yang lebih besar dalam pandangan Allah selain dari hawa nafsu yang dituruti.

Lady Gaga Tertawa

Dengan begitu, absennya Lady Gaga -distempeli sebagai amoral dan pemuja setan- di tengah-tengah kita tak akan bermakna banyak bila hari ini, esok, serta lusa kita sendiri masih bergelimang dengan berbagai perilaku yang tidak mencerminkan diri sebagai masyarakat bermoral serta masih gemarnya kita memuja "setan-setan" berwujud materi dan "kursi". Dengan momentum batalnya kedatangan Lady Gaga, bangsa Indonesia harus mampu membuktikan dirinya sendiri sebagai bangsa bermoral dan bukan "pemuja setan" dengan cara, antara lain, menurunkan bahkan mengikis habis angka statistik: penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, tawuran, amuk massa, korupsi, mafia hukum dan mafia anggaran, serta aneka kemungkaran.

Bila itu tak sanggup kita lakukan, Lady Gaga dari kejauhan sana bisa mencibir, tertawa, dan mengatakan kita sebagai biangnya amoral dan "pemuja setan" sejati. Maukah?

1 komentar: