Senin, 28 Mei 2012

Yang Muda dan Berintegritas

LAPORAN JAJAK PENDAPAT
Yang Muda dan Berintegritas
Yohan Wahyu ; Litbang KOMPAS
SUMBER :  KOMPAS, 28 Mei 2012



Mekanisme politik menempatkan partai politik sebagai institusi yang melahirkan kepemimpinan nasional. Namun, tergerusnya citra dan rendahnya kinerja parpol memengaruhi harapan publik akan regenerasi kepemimpinan nasional yang sehat. Sangat minim sosok berintegritas yang muncul dari parpol.

Hak pengajuan calon presiden pada pemilu hingga kini merupakan kewenangan ”eksklusif” parpol. Sayangnya, salah satu institusi terpenting dalam mekanisme demokrasi ini dinilai masih meragukan dalam melahirkan sosok kepemimpinan yang dibutuhkan rakyat.

Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu mencatat, lebih dari separuh responden tidak percaya parpol saat ini mampu menyiapkan tokoh muda atau kader pemimpin politik nasional yang bersih dan berintegritas. Proses kaderisasi juga dinilai masih menjadi problem besar di tubuh sebagian besar parpol. Hanya sepertiga bagian responden yang percaya bahwa parpol mampu melakukan regenerasi kepemimpinan secara sehat.

Dari regenerasi kepemimpinan parpol yang sehat, tersedia potensi bagi regenerasi kepemimpinan nasional di negeri ini. Publik berharap parpol mampu memberikan ruang dan kesempatan lahirnya sosok-sosok baru yang memiliki integritas. Meskipun penilaian terhadap institusi parpol masih negatif, lebih dari separuh responden (64,4 persen) meyakini di parpol sebenarnya masih ada kader yang bersih dan berintegritas.

Tak dapat dimungkiri bahwa pandangan publik terhadap citra dan kinerja parpol saat ini berada di titik terendah. Pandangan negatif terhadap citra parpol terungkap dalam jajak pendapat Maret 2012 yang disuarakan oleh 80,4 persen responden. Faktor perilaku korupsi para kader parpol menjadi penyebab utama penilaian negatif ini. Kinerja parpol juga dinilai mayoritas responden tak membaik, yakni belum berpihak kepada kepentingan rakyat banyak.

Kesulitan parpol melakukan kaderisasi kepemimpinan sebenarnya mudah terdeteksi dari sikap sebagian besar parpol yang masih berkutat menumpukan citranya kepada sosok-sosok ”politisi lama”. Sebanyak 43,3 persen responden menilai tidak ada parpol yang siap dengan calon presiden dari kalangan tokoh muda.

Terhadap wacana Pemilu Presiden 2014 pun, publik tidak banyak mendapatkan tawaran nama-nama baru oleh parpol. Padahal, diyakini potensi politisi muda itu ada, yang jika betul-betul ”diasah” oleh parpol akan menjadi sosok alternatif kepemimpinan nasional pada masa mendatang.

Sejarah awal bangsa ini menunjukkan, para pendiri relatif berusia muda ketika dilantik sebagai presiden. Soekarno dilantik menjadi presiden saat berusia 44 tahun. Demikian juga Bung Hatta, Syahrir, dan para perintis kemerdekaan lain. Soeharto dilantik menjadi presiden saat berusia 46 tahun.

Merujuk jumlah pemilih di Indonesia, paling tidak 20 persen pemilih adalah pemilih muda dan pemilih pemula. Lebih dari separuh responden (62,2 persen) juga meyakini potensi ini bahwa tokoh muda akan lebih baik memimpin bangsa ini dibandingkan generasi sebelumnya. Meskipun demikian, faktor usia tak terlalu menjadi pertimbangan pokok yang disebut responden dalam memilih pemimpin nasional. Pertimbangan paling penting masih terutama berkutat pada aspek integritas (66,2 persen responden), baru kemudian aspek rekam jejak dan aspek pendidikan.

Jika integritas sudah terpenuhi, rekam jejak calon, seperti halnya pengalaman dan kapasitas kepemimpinan, menjadi faktor yang melengkapi. Faktor usia, meskipun bukan pertimbangan utama, menjadi referensi publik. Meminjam pernyataan Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, kepemimpinan juga menyangkut soal kebaruan, integritas, dan kompetensi (Kompas, 25 Mei 2012).

Sosok Muda

Sosok muda yang berkarakter bersih dan berintegritas menjadi harapan terbesar dari publik. Sayangnya, sosok yang diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi masa depan bangsa ini keluar dari krisis juga dinilai masih langka. Lebih dari tiga perempat responden (80 persen) menyatakan, belum ada sosok muda yang layak menjadi calon presiden. Hal ini juga memperkuat hasil jajak pendapat Kompas awal Mei lalu, di mana lebih dari separuh responden (55,1 persen) menyatakan, saat ini tidak ada tokoh yang layak menjadi panutan publik.

Dari sedikit nama politisi parpol yang disebut responden, proporsinya masih sangat minim, di bawah angka 4 persen. Minimnya nama tokoh muda yang mampu diingat dan dikategorikan responden juga memberi dampak pada jawaban responden. Sejumlah nama yang sebenarnya dari sisi usia tidak bisa lagi dikategorikan ”muda” tetap dianggap sebagai tokoh yang layak dijadikan pemimpin nasional. Berikut ini tiga besar nama yang disebut responden.

Dari kalangan politisi atau aktivis partai, nama Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani disebut sejumlah responden sebagai tokoh yang layak tampil di panggung kepemimpinan nasional. Sejumlah nama lain yang muncul disebutkan oleh kurang dari 1 persen responden.

Dari kalangan di luar parpol pun tak banyak nama yang disebut. Paling tidak hanya tiga nama yang disebut responden, yakni Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, dan Rektor Universitas Paramadina, yang juga intelektual muda, Anies Baswedan. Sekali lagi, persentase responden yang menyebut nama-nama ini pun masih di bawah 4 persen.

Munculnya tiga nama tersebut boleh jadi tidak lepas dari peran mereka selama ini yang dianggap publik telah memberikan terobosan nyata. Dahlan, misalnya, membuat langkah-langkah kontroversial dalam upaya memperbaiki kinerja BUMN. Hal yang sama juga ada pada sosok Mahfud MD yang dinilai membawa Mahkamah Konstitusi menjadi sosok lembaga hukum yang berwibawa dan dipatuhi. Sementara Anies dikenal sebagai intelektual muda yang visioner dengan gerakan konkret memberikan terobosan di dunia pendidikan di Indonesia bagian timur.

Jika parpol kesulitan menemukan kader yang layak masuk dalam kontestasi kepemimpinan nasional, rasanya tak salah jika kemudian parpol memberi kesempatan tokoh di luar kadernya. Apalagi, kecenderungan yang muncul di publik justru menilai citra tokoh (muda) di luar parpol lebih baik dibandingkan tokoh partai. Meskipun demikian, separuh responden tidak percaya parpol akan mengutamakan tokoh muda untuk proses kaderisasi di partainya.

Tokoh muda dari parpol ataupun luar parpol tetap jadi aset kepemimpinan di negeri ini. Namun, publik tampaknya cenderung menumpukan harapan pada sosok yang tak bersinggungan dengan parpol. Paling tidak, hampir separuh responden menilai citra tokoh muda di luar parpol lebih baik dibandingkan yang di partai.

Buruknya citra parpol disinyalir kuat menjadi alasan mereka cenderung memilih tokoh di luar parpol. Sayangnya, sosok tokoh muda yang dinilai layak memimpin negeri ini belum banyak diketahui publik. Hanya satu dari empat responden yang mampu menjawab siapa tokoh muda yang layak menjadi pemimpin nasional mendatang.

Faktor usia memang bukan yang utama bagi publik dalam memilih calon pemimpin nasional yang dirindukan. Meskipun demikian, harapan publik pada proses regenerasi kepemimpinan nasional juga tidak menampik pentingnya sosok-sosok muda tampil dalam panggung politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar