Selasa, 31 Juli 2012

Konvergensi Konstitusi

Konvergensi Konstitusi
Abdul Hakim G Nusantara ; Ketua Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 2002-2007  
SINDO, 31 Juli 2012


Konstitusi merupakan dokumen hukum memuat konsensus rakyat berkenaan dengan penyelenggaraan fungsi kekuasaan negara yakni legislatif,eksekutif, dan yudikatif di suatu wilayah negara dan suatu pernyataan pengakuan dan jaminan HAM. 

John Locke, Rousseau, dan Montesquieu memandang konstitusi sebagai kontrak sosial antarindividu sebagai dasar membentuk masyarakat bernegara guna mencapai kesejahteraan bersama. Di situ konstitusi merupakan infrastruktur hukum untuk membatasi kekuasaan mutlak negara, dan pada sisi yang lain menempatkan negara sebagai sarana untuk mencapai kebaikan bersama yakni keamanan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Dalam praktik berbangsa dan bernegara kita menyaksikan beragam penggunaan konstitusi oleh penguasa antara lain penggunaan konstitusi sebagai sarana ideologis untuk membangun kesadaran palsu di kalangan publik. Itulah yang terjadi di Uni Soviet pada masa Stalin,di China pada masa Mao Ze Dong, di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin sampai Orde Baru, dan di banyak negara dunia ketiga lainnya.

Dengan demikian, konstitusi itu bernilai nominal saja. Di sisi yang lain kita menyaksikan sejumlah negara berusaha keras untuk melaksanakan konstitusi secara penuh walaupun tidak sempurna. Apakah konstitusi itu akan digunakan sebagai simbol politik, sumber retorika, dan kesadaran palsu, atau dilaksanakan sebagian atau dilaksanakan penuh meski tidak sempurna sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam suatu negara serta dinamika kekuatan internasional.

Untuk waktu yang panjang sejak awal abad ke-20 konstitusi- konstitusi negara-negara di dunia (mondial) terbelah dalam tiga perspektif ideologis. Pertama, konstitusi demokrasi liberal yang mengedepankan kebebasan individu, peran pemerintah yang terbatas, ekonomi pasar,pengakuan atas hak milik, pemilu bebas berkala, kebebasan pengadilan, dan mengutamakan perlindungan hak-hak sipil dan politik.

Konstitusi demokrasi liberal dianut oleh AS, Prancis, Inggris, dan sejumlah negara lainnya di Eropa, Amerika Latin, dan Asia. Kedua, konstitusi sosialis yang lebih mengedepankan peran negara dalam penyelenggaraan ekonomi, sosial, dan pengembangan budaya, menolak ekonomi pasar, menyangkal ada hak milik pribadi, mengutamakan jaminan dan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Konstitusi sosialis di anut oleh Uni Soviet, RRC, dan banyak negeri sosialis di Eropa Timur dan Asia.

Ketiga, konstitusi campuran yaitu campuran berbagai paham yakni liberalisme, sosialisme, dan patrimonialisme. Konstitusi campuran mengedepankan peran negara dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya, mengakui ekonomi pasar, hak milik pribadi, mengedepankan HESB, membatasi HSP, serta mengaburkan garis demarkasi antara negara dan masyarakat sipil. Konstitusi campuran dianut oleh rezim penguasa patrimonial di Asia dan Afrika.

Pembelahan konstitusi ke dalam tiga perspektif ideologis itu tampaknya telah berakhir sejak berakhirnya perang dingin lebih dua dasawarsa yang lalu. Pascaperang dingin kita menyaksikan terjadi proses konvergensi konstitusi mayoritas negara-negara di dunia. David Laws, pakar hukum globalisasi, menyatakan bahwa globalisasi mendorong konvergensi konstitusi dan kebijakan berkaitan dengan perlindungan hak atas kekayaan dan hak-hak sipil yaitu kebebasan berekspresi, kebebasan ber-kumpul, kebebasan bergerak, dan bebas dari penyiksaan dan sewenang-wenang (http://dss.ucsd.edu/-dslaw/globalconrts .pdf).

Konvergensi konstitusi ini terjadi persis karena semua negara bersaing untuk memperebutkan kapital dan para manajer profesional yang diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi negara. Para investor kapital dan manajer profesional hanya bersedia masuk dalam suatu negara di mana konstitusinya memberikan perlindungan hak kekayaan dan hak-hak sipil lainnya.

Karena itu, mayoritas negara di dunia mencantumkan dalam konstitusi mereka pengakuan dan perlindungan hak milik pribadi, hak atas kekayaan, berbagai hak-hak sipil, seperti hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul, berorganisasi, hak atas kebebasan dari penyiksaan dan kesewenangan, jaminan kepastian hukum,dan lain-lain. Perlindungan konstitusi itu, bila sungguh dijalankan, akan memungkinkan pertumbuhan kapital dan berkembangnya kreativitas para manajer profesional. Itu berarti jaminan bagi pertumbuhan ekonomi.

Mark Tusnet, pakar hukum konstitusi, menyatakan bahwa globalisasi hukum konstitusi domestik melahirkan konvergensi atau perjumpaan di antara sistem-sistem konstitusi nasional dalam struktur dan perlindungan HAM (2009). Tusnet mengidentifikasi sumber pendorong terjadi konvergensi konstitusi yang bersifat top-down. Pertama, jaringan internasional para hakim konstitusi di mana melalui pertukaran pengetahuan dan pengalaman menangani kasus dan isu konstitusional telah mengondisikan terjadi konvergensi konstitusi.

Kedua, jaringan LSM internasional yang bergiat dalam isu dan pembelaan hak konstitusional dan HAM berperan pula dalam mendorong globalisasi hukum konstitusi. Ketiga, Komite HAM PBB, Pengadilan HAM Eropa menyumbang bagi terjadi proses konvergensi hukum konstitusi dari banyak negara. Keempat, migrasi para pekerja migran ke berbagai negara telah mendorong negaranegara asal pekerja migran melakukan tekanan pada negaranegara penerima untuk memberikan perlindungan HAM kepada para pekerja tersebut.

Konvergensi dalam arti pengakuan normatif sistem checks and balances antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta pengakuan dan perlindungan HAM dapat kita jumpai di sebagian besar konstitusi negara-negara di dunia. Namun, konvergensi normatif konstitusi itu tidak selalu memastikan pelaksanaannya. Walaupun pada satu sisi gelombang demokratisasi yang melanda dunia memberi peluang rakyat untuk menuntut aktualisasi hak-hak konstitusional mereka, pada sisi yang lain konstitusi terus menjadi objek retorika politik dan kesadaran palsu yang dilakukan para elite politik.

Amendemen UUD 1945 tak terhindarkan dipengaruhi oleh globalisasi hukum konstitusi dan menjadi bagian dari proses konvergensi konstitusi yang mendunia itu. Kita tidak mungkin mencegah atau melawan proses konvergensi itu. Yang mesti kita lakukan terus mengupayakan pelaksanaan sungguh-sungguh UUD 1945 dan mencegahnya menjadi sekadar retorika politik dan sumber kesadaran palsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar