Senin, 30 Juli 2012

Menghadapi Tekanan Ekonomi


Menghadapi Tekanan Ekonomi
Umar Juoro ; Ekonom
REPUBLIKA, 30 Juli 2012


Sekalipun pertumbuhan ekonomi masih cukup baik sebesar 6.3 persen, namun perekonomian Indonesia menghadapi tekanan berupa menurunnya ekspor, terutama dari menurunnya harga komoditas akibat melemahnya ekonomi dunia. Di dalam negeri, permasalahan juga dihadapi dengan meningkatnya harga impor produk pertanian, khususnya kedelai karena cuaca yang panas di Amerika Serikat (AS), saat harga-harga kebutuhan pokok biasanya meningkat pada bulan Ramadhan.

Ekspor secara umum mengalami penurunan, sedangkan impor masih tumbuh tinggi. Keadaan ini membuat defisitnya neraca perdagangan dan neraca berjalan dalam dua triwulan belakangan ini. Jika defisit ini terus membesar akan memberikan tekanan pada nilai rupiah dan mengganggu stabilitas ekonomi.

Harga-harga komoditas ekspor Indonesia, seperti batu bara, minyak sawit, karet, dan tembaga mengalami penurunan. Krisis ekonomi Eropa memengaruhi ekspor Indonesia ini. Krisis ini berpengaruh juga terhadap pasar tujuan ekspor komoditas yang penting lainnya, yaitu Cina dan India. Menurunnya pertumbuhan ekonomi Cina berpengaruh pada ekspor komoditas Indonesia ke Cina. Situasinya juga serupa untuk India.

Sementara itu, pertumbuhan impor masih tinggi yang didominasi oleh bahan antara dan permesinan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah berusaha membatasi impor konsumsi, khususnya produk hortikultura untuk menurunkan pertumbuhan impor dan mendukung poduksi dalam negeri.

Namun, sayang, kemampuan produksi dalam negeri masih jauh dari memadai. Upaya serius masih harus dilakukan untuk mem per baiki tingkat dan kua litas produksi hortikultura dalam negeri.

Masalah lain adalah musim panas yang tidak biasa menyebabkan penurunan produksi pertanian di AS, seperti kedelai, jagung, dan gandum. Akibatnya adalah terjadi kenaikan harga. Salah satu akibat kenaikan harga kedelai ini adalah produksi tempe dan tahu menghadapi permasalahan serius, sebagaimana diberitakan media massa belakangan ini. Dalam hal ini, produksi dalam negeri kedelai dan jagung juga masih jauh dari memadai. Pemerintah mengambil langkah membebaskan tarif impor kedelai.

Kenaikan harga kebutuhan pokok juga diperkirakan akan terjadi selama bulan Ramadhan ini. Karena itu, inflasi diperkirakan meningkat. Sekalipun demikian, tingkatannya diperkirakan masih di bawah lima persen. Untuk mencegah harga kebutuhan pokok membubung tinggi, pemerintah perlu melakukan pemantauan dan operasi pasar jika diperlukan untuk menjaga stabilitas harga.

Harapan kita adalah situasi perekonomian di Eropa tidak terus memburuk, dan perekonomian AS dapat bangkit lagi setelah pemilu presiden bulan Oktober. Dengan begitu, perekonomian Cina, India, dan Indonesia akan dapat tumbuh tinggi lagi.

Namun, jika krisis Eropa semakin memburuk, kita harus bersiap melakukan langkah-langkah untuk mengatasi akibatnya. Dari pengalaman tahun 2008 ketika perekonomian dunia mengalami resesi karena krisis keuangan di AS, pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih dapat bertahan pada angka 4,6 persen. Semestinya ini dapat menjadi patokan.

Sekalipun ekonomi mengalami tekanan, kita semestinya berusaha untuk tidak kehilangan momentum bagi perkembangan ekonomi. Kita selalu lantang mendorong produksi dalam negeri, khususnya bahan pangan, namun realisasinya masih jauh dari memuaskan. Keadaan sekarang ini sekali lagi mendorong pada upaya tersebut untuk secara bertahap kita realisasikan.

1 komentar:

  1. Masalahnya, selama ini insentif fiskal lebih banyak diarahkan untuk sektor hilir yang sifatnya memiliki nilai tambah dalam rangka ekspor. Ketika kondisi eksternal memburuk seperti sekarang, barulah terasa betapa kebijakan insentif mestinya juga diberikan di sektor hulu sehingga pada gilirannya bisa mengurangi impor. Pemerintah sering telat mengantisipasi!

    BalasHapus