Rabu, 25 Juli 2012

Quo Vadis BUMN Pangan?


Quo Vadis BUMN Pangan?
Entang Sastraatmadja ; Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat
 REPUBLIKA, 25 Juli 2012

Carut-marut sistem perberasan nasional, mestinya menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Perhatian yang diberikan pemerintah terhadap masalah yang melibatkan kebutuhan bahan makanan pokok bangsa, seharusnya tidak kalah serius dibanding dengan kebijakankebijakan yang diluncurkan dalam menangani korupsi dan terorisme.

Pemerintah sepatutnya lebih peduli terhadap masalah perberasan pada masa kini, khususnya yang menyangkut soal pengamanan produksi dan penguatan cadangan beras. Untuk itu, langkah yang digarap pemerintah dengan membentuk konsorsium BMUN yang terdiri atas perusahaan negara di bidang pertanian, pangan, pupuk, dan kehutanan yang dimohon untuk memproduksi beras lalu menjualnya ke Perum Bulog selaku pembeli siapa (off-taker), pada hakikatnya perlu kita dukung dengan sepenuh hati.

Geliat pemerintah semacam ini mes tinya dilakukan sejak jauh-jauh hari dan bukan pada saat bangsa ini dihadapkan pada kondisi 'darurat beras', yang disebabkan oleh ketidakmampuan kita dalam mengendalikan anomali iklim. Namun, apa mau dikata, jika pemerintah diri kelihatannya belum mampu melepaskan diri dari kebijakan-kebijakan klasikalnya.

Pemerintah rupanya masih senang pada pola-pola selaku 'pemadam kebakaran' ketimbang membangun dan mencari sebuah sistem yang mampu menciptakan early warning system.

Perubahan mindset seperti ini sangat penting untuk dipahami agar apa pun langkah yang ditempuh selalu berbasis pada grand design yang ada. Baik yang terkait dengan strategi peningkatan produksi, pengembangan distribusi dan pasar, maupun yang terkait dengan gerakan penganekaragaman menu makanan rakyat. Belum lagi yang menyangkut kelembagaan pangan, yang hingga kini masih belum tertata dengan baik.

Dihadapkan pada fakta yang de­mikian maka solusi yang selayaknya dilakukan adalah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya kita diminta untuk melaksanakan 'kaji ulang' dan 'rancang bangun' kembali sistem perberasan yang selama ini ada di negara kita. Jika dapat dijalankan sesuai komitmen awal dan dalam pelaksanaannya mampu ditempuh secara konsisten, boleh jadi peluncuran konsorsium BUMN perberasan merupakan suatu terobosan cerdas yang bakal mampu membawa perubahan.

Syarat Mutlak

Justru yang menjadi pokok masalahnya, memang bukan terletak pada political will pemerintah, tapi ada yang lebih strategis untuk dike­nali lebih jauh adalah bagaimana dengan political action-nya? Paling tidak, ada dua tantangan yang ha­rus segera dituntaskan, sekiranya rancang-bangun sistem perberasan akan dijadikan gerakan peningkatan produksi dan perkuatan cadangan beras nasional.

Pertama adalah yang berkaitan de­ngan lemahnya kualitas berkoordinasi dan yang kedua adalah belum op­timalnya kapasitas kelembagaan yang dimiliki. Baik yang berhubungan dengan mutu sumber daya manusianya, ataupun yang terkait dengan sisi ke­pemimpinan leadership yang dija­laninya harus ditingkatkan.

Selama kedua hal ini tidak mampu diselesaikan, besar peluangnya apa-apa yang kita lakukan, sangat sukar diwujudkan. Tak ubahnya ibarat kita mengecat langit atau lak­sana menggarami lautan lepas se­mata. Apalagi jika dalam birokrasi pemerintahan sendiri telah berkembang kritikan bahwa pemerintah selama ini hanyalah mampu merancang dan melahirkan program, namun tidak terlalu pintar dan cerdas dalam merawat program-program yang telah digelindingkannya.

Kita boleh sepakat dengan pernyataan yang demikian, tapi tidak akan ada juga yang melarang bila kita menolaknya. Selama konsorsium BUMN perberasan mampu memelihara kehormatan dan tanggung jawab yang dibebankan, tentunya kita dapat optimistis akan hasil-hasil yang diraihnya. Tapi bila tidak, dimana kebijakan ini hanya sekadar menyenangkan nurani rakyat, atau malah di balik semuanya ini adalah kepentingan-kepentingan lain, maka jangan harap ujung-ujungnya akan seperti yang diimpikan. Bisa jadi ber akhir seperti program-program sebelumnya.

Konsorsium BUMN perberasan [PT Pertani, PT Sang Hiyang Sri, PT Pusri (holding), Perum Perhutani, dan Perum Bulog], tentu saja bukan hanya sekadar dibentuk, namun setelahnya terjebak dalam suasana tukcing (dibentuk terus cicing/diam). Kita ingin masing-masing BUMN di atas dapat melahirkan jurus-jurus mautnya untuk kemudian berharmoni mencari solusi terbaiknya.

Hanya, andai saja kita ingin memulainya lewat sebuah 'gerakan', maka akan sangat keliru jika para petani dan pengusaha hanya dilibatkan sebagai 'pelengkap penderita'. Sebab, ada tugas yang lebih mulia dari hanya sekadar meningkatkan produksi atau menguatkan cadangan beras nasional an sich. Tugas itu tentu bertalian dengan upaya meningkatkan kesejahteraan petani padinya itu sendiri.

Kira-kira bagaimana Konsorsium BUMN ini akan merangcangnya secara sistematis dan sistemik. Jangan-jangan memang tidak pernah terpikir atau masih belum, mengingat kelahiran konsorsium BMUN inipun memang hanya sebagai 'pemadam kebakaran'.

Pasti bukan ini yang diinginkan. Mari kita lihat perkembangannya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar