Jumat, 27 Juli 2012

Tragedi Kemanusiaan Suriah

Tragedi Kemanusiaan Suriah
Smith Alhadar ; Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies
KOMPAS, 27 Juli 2012


Konflik bersenjata antara kelompok oposisi bersenjata (FSA), sayap militer Dewan Nasional Suriah (SNC), dan pasukan rezim Bashar al-Assad semakin intens dan mengerikan.

Ketika artikel ini ditulis, sudah 19.000 orang lebih tewas dan puluhan ribu lainnya mengungsi ke Lebanon, Turki, Irak, dan Jordania. Pengungsian karena konflik telah terjadi nyaris di semua kota dan desa, yang membuat Suriah terperangkap dalam perang saudara secara penuh.

Berbagai usaha Liga Arab dan Uni Eropa mendamaikan pihak yang bertikai selalu gagal. Assad selalu mengingkari perjanjian yang telah disepakatinya.

Kesulitan menjinakkan Assad karena ia yakin bisa mengatasi kaum oposisi yang lemah secara militer. Sementara secara eksternal, Assad didukung Iran, Rusia, dan China. Dua negara yang disebut terakhir adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Pada 19 Juli, untuk ketiga kalinya Rusia dan China memveto resolusi DK PBB yang menjatuhkan sanksi baru, termasuk intervensi militer terhadap Suriah. Di pihak lain, AS, Arab Saudi, dan mungkin juga Turki memasok senjata kepada oposisi. Faktor-faktor ini justru membuat perang saudara semakin berkecamuk.

Bila tercipta keadaan di mana rezim Assad kian terdesak, dikhawatirkan ia akan menggunakan senjata kimia. Kekhawatiran itu berdasarkan apa yang pernah dilakukan rezim Saddam Hussein di Irak pada 1980-an. Apalagi rezim Saddam dan Assad punya banyak kesamaan. Keduanya berasal dari Partai Bath yang mengambil kekuasaan melalui kudeta. Keduanya juga menempatkan keluarga dan kerabat di posisi- posisi penting pemerintahan.

Apakah Assad akan mengikuti jejak Saddam? Damaskus menyatakan senjata pembunuh massal itu tak akan dipakai untuk membunuh rakyatnya, tetapi kepada pihak asing yang menyerang Suriah. Memang, secara rasional rezim Assad tidak akan menggunakannya untuk rakyatnya karena situasi kini berbeda.

Kendati yakin rezim Assad tak akan menggunakan senjata anti-kemanusiaan itu untuk menyerang kaum oposisi, satuan militer empat negara Barat dan Arab saat ini dalam keadaan siaga. Hal ini karena kekhawatiran rezim Assad akan memindahkan senjata kimianya itu ke pihak Hezbollah di Lebanon. Satuan-satuan militer Barat dan Arab itu siap melaksanakan operasi komando untuk mencegah hal itu terjadi.

Berbagai Skenario

Lalu bagaimana mengakhiri perang saudara di Suriah? Pada 20 Juli lalu, DK PBB sepakat memperpanjang mandat Misi Pemantauan PBB di Suriah (UNSMIS) selama 30 hari. Perpanjangan itu dikatakan untuk terakhir kalinya, kecuali ada perubahan situasi di Suriah, terutama penghentian penggunaan senjata berat dan ada penurunan kekerasan agar UNSMIS bisa menjalankan mandatnya.

Bila harapan itu tak terlaksana, besar kemungkinan skenario Libya diberlakukan. Pasukan PBB akan menyerang pesawat-pesawat Suriah, bahkan menyerang Assad dan pasukannya untuk membantu Tentara Pembebasan Suriah (FSA). Bahkan, AS dan Eropa sudah berencana bertindak di luar kebijakan DK PBB untuk menekan Assad.

Kaum oposisi menganggap ini solusi tepat. Namun, cara ini akan menimbulkan tragedi kemanusiaan yang lebih besar. Berpindahnya senjata kimia ke tangan Hezbollah atau kelompok militan yang terkait dengan Al Qaeda, seperti yang ditakuti oleh Raja Abdullah II dari Jordania, pun tak dapat dicegah.

Tak mau hal ini terjadi, Liga Arab menawarkan skenario Yaman. Liga Arab mencoba menelurkan solusi jalan keluar aman kepada Assad dengan imbalan mundur secepatnya. Bila ia mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden Farouk Shara, seperti yang dilakukan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, ia bebas dari tuntutan rakyat atas kebijakannya yang brutal dan represif selama ini.

Penyerahan kekuasaan ini disusul pembentukan pemerintah persatuan nasional sebagai jalan menuju dialog pemerintah dan oposisi. Namun, Assad menolak tegas tawaran itu.
Sikap keras kepala Assad yang ingin mengakhiri perlawanan oposisi dengan jalan militer dan sikap Barat yang memasok senjata kepada oposisi untuk melawan postur militer raksasa rezim Assad justru membuat Suriah makin berdarah-darah dan terperangkap dalam perang saudara yang sulit diprediksi akhir kesudahannya. Rencana Israel dan empat negara Barat dan Arab untuk melakukan operasi militer di Suriah demi mencegah jatuhnya senjata kimia ke pihak yang berbahaya, justru membuka peluang bagi terjadinya perang yang menggunakan senjata itu.

Jalan terbaik adalah membujuk Rusia dan China agar menarik dukungan kepada Assad dan menerima proposal Liga Arab. Sikap egois China dan Rusia di satu pihak, serta AS dan sekutu Barat-nya di pihak lain, justru berandil besar bagi tragedi yang sedang berlangsung di Suriah saat ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar