Rabu, 26 September 2012

Berantas Narkoba, Kalah Bukan Pilihan


Berantas Narkoba, Kalah Bukan Pilihan
Denny Indrayana ;  Wakil Menteri Hukum dan HAM,
Guru Besar Hukum Tata Negara UGM  
SINDO, 25 September 2012


Dalam ikhtiar memberantas narkoba—sama halnya dengan upaya memberantas korupsi—takut, mundur, apalagi kalah, sama sekali bukanlah pilihan. Upaya justru harus terus dilakukan tanpa henti,dengan konsistensi perjuangan yang semakin tinggi, serta upaya pemberantasan yang semakin efektif. 
Itulah sebabnya Kemenkumham terus bergerak dalam upaya membersihkan narkoba, utamanya dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). Tidak hanya dengan berbagai inspeksi mendadak (sidak), namun juga dengan pembenahan sistem yang menyeluruh. Karena sidak saja hanya langkah penindakan yang dapat cenderung reaktif, dan tidak akan bisa efektif, apalagi jika tanpa didukung kebijakan pencegahan berupa pembenahan sistem yang komprehensif.

Maka kami pun tidak hanya melakukan sidak ke lapas dan rutan, tetapi juga mengevaluasi seluruh standar kerja pemasyarakatan, agar sistemnya semakin jauh dari penyimpangan. Inspeksi mendadak tentu saja tetap penting dan harus terus dilakukan. Utamanya sebagai terapi kejut, sekaligus untuk mengetahui kelemahan sistem yang kemudian dibenahi. Itu sebabnya, setelah melakukan inspeksi awal pada Senin pekan lalu, saya memutuskan berkoordinasi dengan BNN Provinsi (BNNP) Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk melakukan inspeksi lanjutan pada Sabtu lalu di Lapas Teluk Dalam, Banjarmasin.

Dalam inspeksi pertama, Senin lalu, saya telah membagikan (lagi) nomor telepon seluler alias hape saya kepada warga binaan. Bukan berarti mereka boleh punya hape di lapas, tetapi untuk membuka jalur komunikasi langsung antara saya dan warga binaan. Konsekuensinya, hape saya banyak menerima informasi mengenai kondisi Lapas Teluk Dalam dari berbagai sumber. Setelah mengecek akurasinya, saya putuskan untuk melakukan inspeksi dan penggeledahan dengan target yang jelas dan terukur.

Malam Minggu lalu, setelah berkomunikasi dengan Menkumham, berkoordinasi dengan BNNP Kalsel, saya dengan Kakanwil Kalsel bergerak ke Lapas Teluk Dalam. Sebagaimana diberitakan, ada dinamika lapangan pada saat sidak tersebut. Beberapa napi berteriak dari dalam sel. Kondisinya memang sempat ramai selama 5 – 10 menit. Meski demikian, dari salah satu target, kami tetap berhasil menemukan barang bukti berupa tiga hape, Samsung Galaxy Tab beserta seluruh pesan singkat transaksi narkobanya, paket sabu-sabu, alat isap sabu-sabu, brankas yang masih terkunci dan tidak diketahui isinya, serta kartu remi dan dadu yang kemungkinan digunakan untuk berjudi.

Temuan tersebut dirasa cukup untuk malam Minggu itu. Kami putuskan untuk mengevaluasi pelaksanaan sidak, dan melanjutkan dengan pembenahan sistem. Keputusan itu diambil tentu juga untuk menjaga agar kondisi lapas tetap tertib. Lapas Teluk Dalam adalah salah satu tipikal lapas di kota besar yang huniannya berlebih. Dari kapasitas yang seharusnya dihuni oleh kurang dari 400 orang, hingga Senin kemarin lapas dihuni oleh 2.059 orang.

Itu berarti ada kelebihan penghuni 500% lebih. Dari total jumlah warga binaan tersebut yang merupakan kasus narkoba lebih kurang 80%. Itu menunjukkan persoalan narkoba di Kalsel sudah masuk “zona merah”. Provinsi kelahiran saya ini, menurut sumber BNNP, menduduki peringkat kelima di Indonesia dalam kasus narkoba. Banjarbaru, tempat saya tinggal, kasus narkobanya naik 100% dalam kurun waktu kurang dari satu tahun terakhir.

Singkatnya, Kalsel sudah darurat narkoba. Maka, persoalan narkoba tentu tidak bisa diselesaikan dengan cara dan pola pikir biasa-biasa saja. Sebagaimana kasus korupsi yang harus dilawan secara luar biasa, demikian pula halnya perang melawan narkoba. Itu sebabnya saya dengan gencar dan terus-menerus menegaskan kebijakan anti- “HaLiNar” di lapas dan rutan, yaitu: anti-hape, anti-pungli dan anti-narkoba.

Ketiganya saling berkait, jika hape dapat diberantas, pungli dapat dihilangkan, dengan sendirinya narkoba juga tidak akan merajalela di lapas/rutan. Karena pengendalian peredaran narkoba di dalam lapas ataupun di luar dari dalam lapas pasti dengan menggunakan hape, serta menjadi langgeng karena oknum petugas juga mendapatkan bagian melalui pungli. Itu sebabnya, sejak awal September lalu kami menginisiasi penyempurnaan menyeluruh standar kerja pemasyarakatan di seluruh lapas/rutan di Indonesia.

Seminar dan lokakarya pertama telah diadakan di Medan, untuk wilayah Sumatera. Selanjutnya awal Oktober nanti seminar dan lokakarya yang sama berturut-turut akan diadakan di Banjarmasin untuk wilayah Kalimantan; Makassar untuk wilayah Sulawesi; Manokwari untuk wilayah Maluku dan Papua; Denpasar untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara; Surabaya untuk wilayah Jawa; dipungkasi di Jakarta, untuk seluruh Indonesia.

Dalam seminar dan lokakarya itu, pola pembinaan, ketertiban pemasyarakatan, metode perlindungan pelapor dan sistem reward and punishment di lapas/rutan kami benahi. Termasuk kriteria berkelakuan baik yang diusulkan mencakup larangan memiliki hape, narkoba, senjata tajam, berjudi, pungli dan lain-lain. Diatur bahwa pelanggaran atas larangan demikian akan berdampak dengan tidak diberikannya hak napi,semisal remisi.

Tidak hanya kepada warga binaan, reward and punishment juga harus diterapkan kepada petugas lapas/rutan. Bagaimanapun kapasitas dan integritas sumber daya manusia pemasyarakatanlah yang akan menjadi pilar utama pembenahan di lapas dan rutan. Itu pula sebabnya kami mengawal betul proses rekrutmen CPNS yang sekarang sedang berlangsung. Apalagi dari 2.839 CPNS Kemenkumham yang akan diterima, lebih dari 1.800 formasi akan menjadi petugas pemasyarakatan.

Saya diberi kepercayaan penuh oleh Menkumham untuk memimpin langsung proses dan rapat-rapat kelulusan CPNS Kemenkumham. Untuk menjaga agar prosesnya akuntabel, saya tidak hanya melibatkan internal Kemenkumham, tetapi juga unsur Ombudsman, ICW, dan mahasiswa dari Universitas Indonesia. Lebih jauh seluruh proses rapat kelulusan itu juga kami rekam suaranya dan gambarnya (video).

Tidak hanya agar apa yang terjadi di ruang rapat dan proses pengambilan keputusannya terdokumentasi dengan baik, namun juga agar semuanya akuntabel dan transparan. Untuk pengamanan, ruang rapat CPNS tidak hanya dikunci, tapi juga disegel. Demikian pula berkas (file) kelulusan tidak hanya disegel komputer jinjingnya, namun juga diberi password. Kata kunci tersebut merupakan karakter yang harus dipadukan antara password yang diketik Sekjen Kemenkumham, Sekretaris Itjen Kemenkumham, dan perwakilan dari Ombudsman. Pengamanan demikian sebagai antisipasi agar tidak ada yang bisa mengubah hasil rapat. 

Kembali ke persoalan narkoba di lapas/rutan, seluruh ikhtiar penindakan (inspeksi mendadak) serta pencegahan (pembenahan sistem) tersebut tidak akan berhenti kami lakukan. Bagi kami di Kemenkumham, pemberantasan narkoba adalah suatu keharusan, suatu keniscayaan. Apapun dinamika, tantangan, dan risikonya tentu harus dilihat sebagai konsekuensi dari perjuangan,yang memang pasti tidak pernah mudah.

Karena yang kita hadapi adalah pebisnis narkoba dan jaringan mafianya. Namun, seberat apa pun tantangan dan risiko yang dihadapi, kita tidak boleh mundur selangkah pun. Lapas dan rutan kami harus terus kami ikhtiarkan bebas dari narkoba. Sekali lagi, dalam memberantas narkoba—sebagaimana dalam perang melawan korupsi— takut,mundur, apalagi kalah bukanlah pilihan.

Demi Indonesia yang lebih bersih dari narkoba, demi Indonesia yang lebih baik, kita tak akan surut selangkah pun, atau dalam bahasa Banjar ada ungkapan terkenal dari pahlawan nasional Pangeran Antasari, “Haram menyarah waja sampai kaputing”. Keep on fighting for the better Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar