Rabu, 26 September 2012

Masalah Ekonomi Desa


Masalah Ekonomi Desa
Yuli Afriyandi ;  Mahasiswa Pascasarjana
Ekonomi Islam, UII Yogyakarta
SUARA KARYA, 25 September 2012


Fenomena meningkatnya arus urbanisasi, sedikit banyak akan berdampak negatif terhadap ekonomi di desa jika tidak ditemukan langkah kebijakan yang bersifat solutif ke akar permasalahannya. Operasi yustisi kependudukan (OYK) yang biasa digelar merupakan langkah kebijakan yang bersifat sementara. Sehingga masih diharapkan suatu kebijakan yang mampu mengatasi fenomena tahunan menyangkut permasalahan urbanisasi di negeri ini.

Seperti diketahui, meningkatnya arus urbanisasi pasca lebaran seakan sudah membudaya di tengah masyarakat kita. Kota besar seperti Jakarta masih menjadi kota tujuan utama untuk mewujudkan impian mencari penghidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan di desa. Terbukti, pendatang baru di Jakarta pasca lebaran mencapai 47.832 orang yang berasal dari berbagai daerah.

Salah satu alasan klasik minat pendatang baru untuk menyambangi kota besar seperti Jakarta adalah permasalahan ekonomi. Diasumsikan kota masih menjadi lumbung rejeki yang dapat menyajikan kemapanan. Karena, 20 persen kegiatan ekonomi nasional terpusat di Jakarta, sehingga celah untuk mencari pekerjaan yang diinginkan masih terbuka lebar.

Selain itu, permasalahan lainnya yakni program-program strategis seperti penanganan masalah kemiskinan masih terpusat pada kota-kota besar, belum maksimal menyebar ke daerah-daerah, apalagi pedesaan. Kenyataan ini telah dibuktikan dengan tingkat keberhasilan program pengentasan kemiskinan. Bukti tersebut dapat kita lihat pada indeks penurunan kemiskinan penduduk perkotaan yang lebih tinggi dari pada penduduk pedesaan yakni 0,09 juta orang bagi penduduk miskin perkotaan, dan 0,04 juta orang bagi penduduk pedesaan. (Sumber BPS periode Maret - September 2011).

Ini, artinya keseriusan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan hingga pelosok pedesaan masih dipertanyakan di samping menjadi salah satu bukti bahwa instabilitas ekonomi desa masih menjadi salah satu akar permasalahan dari tingginya angka urbanisasi setiap tahun.

Faktor tingginya angka urbanisasi salah satunya adalah instabilitas ekonomi di desa. Desa masih menjadi daerah "anak tiri" dalam kerangka program pembangunan nasional. Minimnya fasilitas dan infrastruktur dalam berbagai aspek menjadi potret yang hingga saat ini masih saja belum menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah pusat maupun daerah. Jika dicermati, dana APBN yang dikirim ke daerah setiap tahun terus meningkat. Seperti pada 2012, dalam APBNP tercatat Rp 478,8 triliun dana yang ditransfer ke daerah dan meningkat dalam RAPBN 2013 mencapai Rp 518,9 triliun.

Tentu dipertanyakan, dengan anggaran begitu banyak namun di sisi lain belum menunjukkan perubahan yang berarti bagi penanganan instabilitas ekonomi di daerah khususnya desa. Salah satu faktornya, adalah masih adanya program yang sifatnya permukaan (kulit luar) dan bisa diistilahkan sebagai melempar ikan bukan melempar kail. Dibutuhkan program yang sifatnya memberdayakan bukan program yang bakal menjerumuskan masyarakat pada perilaku konsumtif.

Tetapi, upaya pemerintah dalam mewujudkan stabilitas ekonomi di desa patut diapresiasi. Program teranyar pemerintah yang di rilis Mei 2011, yaitu program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), di gadang-gadang mampu menciptakan stabilitas ekonomi. Optimisme yang dibangun dari program ini adalah percepatan pembangunan di wilayah daerah dengan mengerahkan kekuatan pusat dan daerah untuk saling bahu-membahu dalam mendorong kemajuan suatu daerah dan pemerataan ekonomi.

Namun, satu tahun berjalan program ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Selain itu ada kelemahan dalam program MP3EI menurut Djasarmen Purba, seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah, daerah pemilihan Kepulauan Riau (dalam harian Sinar Harapan, Jumat/24/8/ 2012) mengatakan bahwa program MP3EI tidak terintegrasi dengan program Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan Daerah. Sehingga program tersebut masih membutuhkan kajian lebih lanjut untuk mencapai hasil yang maksimal agar cita-cita desa sebagai kekuatan ekonomi bisa diwujudkan.

Kekuatan Ekonomi
Iwan Fals dalam sebuah syair lagunya yang berjudul "Desa" dalam album manusia setengah dewa menyebutkan, "Desa harus jadi kekuatan ekonomi, desa adalah kekuatan sejati, desa adalah kenyataan, desa dan kota tak terpisahkan, tapi desa harus diutamakan".

Syair lagu Desa tersebut mungkin merupakan sebuah kebenaran yang harus diwujudkan. Karena mayoritas penduduk desa bermata pencaharian petani, sehingga langkah untuk membangun kekuatan ekonomi desa seyogyanya harus difokuskan pada sektor pertanian.

Sejalan dengan hal ini, dalam menjadikan sektor pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi maka komitmen untuk memperluas dan meningkatkan swasembada pangan harus terus diasah. Jika hal ini telah menjadi prioritas utama, maka tentunya untuk mewujudkan desa sebagai basis kekuatan ekonomi akan mendekati kenyataan. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan melalui sektor pertanian inipun dapat dicapai.

Tidak kalah pentingnya adalah potret desa sebagai simbol keterbelakangan dan ketidakberdayaan dapat terkikis, serta terwujudnya stabilitas ekonomi di desa. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar