Jumat, 30 November 2012

BUMN “Cap Sapi Perah” Politisi


BUMN “Cap Sapi Perah” Politisi
W Riawan Tjandra ; Direktur Program Pascasarjana dan 
Dosen FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta
SINDO, 30 November 2012


Informasi pemerasan BUMN oleh sebagian oknum anggota DPR telah menjadi pemberitaan seru di berbagai media massa selama satu setengah pekan terakhirDahlan mengakui, awalnya, ia tidak menduga short message service (SMS) yang disampaikan kepada Presiden SBY menjadi pemberitaan ramai, bahkan menempatkan dirinya berhadap-hadapan dengan DPR. 

Pesan singkat kepada Presiden yang juga disampaikan kepada Seskab Dipo Alam tersebut telah bocor ke tangan media massa. Karena sudah telanjur bocor, Dahlan pun melaporkan pesan yang sama kepada Dewan Kehormatan DPR dengan tambahan informasi, yakni dua nama anggota Dewan yang terindikasi melakukan pemerasan. Pada pesan singkat kepada Presiden yang ditembuskan ke Seskab, Dahlan tidak menggunakan kata pemerasan, melainkan, “Ada anggota DPR yang minta jatah di BUMN.

Kalangan politisi Gedung Miring, dari anggota hingga ketua DPR, meradang dan beramai-ramai menyerang balik Dahlan. Mantan wartawan ini dinilai hanya mencari sensasi dan popularitas.Mereka mengultimatum: kalau serius, laporan yang didukung bukti seharusnya oleh Dahlan langsung disampaikan ke pihak kepolisian atau KPK.

Ada pula yang mengaitkan Dahlan dengan ambisinya untuk melangkah lebih jauh pada Pemilu 2014, entah sebagai calon presiden atau wakil presiden. Badan usaha milik negara (BUMN) dalam konstruksi UU Nomor 19/2003 dinisbatkan sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dan mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 

Undang-undang Nomor 19/2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara mendefinisikan BUMN sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya, UU BUMN mengklasifikasikan tipologi BUMN meliputi perusahaan perseroan, perusahaan perseroan terbuka, dan perusahaan umum. 

Perusahaan perseroan adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Perusahaan perseroan terbuka, yang selanjutnya disebut persero terbuka,adalah persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Perusahaan umum, yang selanjutnya disebut perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Kementerian BUMN berupaya melakukan penataan ulang BUMN dengan mengurangi 15 perusahaan milik negara hingga kuartal I/2012 dengan program right sizing jumlah BUMN melalui program restrukturisasi dengan pola akuisisi. 

Nantinya, hanya akan tinggal 126 BUMN dari saat ini sebanyak 141 BUMN yang terdiri atas 13 klasifikasi bidang usaha di atas. 15 perusahaan yang dikurangi tersebut adalah perusahaan yan g cenderung merugi dan tidak memiliki prospek bisnis. BUMN yang seringkali menerima aliran uang negara dari APBN yang dipisahkan mengharuskannya untuk memenuhi sistem audit dan pelaporan menurut standar pelaporan keuangan negara,sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2003, UU Nomor 1/2004, UU Nomor 15/2004 dan UU Nomor 15/2006. 

Sistem pelaporan tersebut seharusnya merupakan wilayah pertanggungjawaban keuangan negara yang dikelola BUMN berdasarkan standar tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Transformasi pengelolaan BUMN berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2003 hingga kini belum sepenuhnya berjalan dengan optimal. Melalui audit investigatif yang dilakukan oleh BPK terhadap 81 objek pemeriksaan pada 62 entitas pada semester I-2012 ditemukan adanya 702 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp5,26 triliun.

Di antara temuan ketidakpatuhan tersebut 63 kasus terjadi di lingkungan BUMN yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian,dan kekurangan penerimaan senilai Rp2,5 triliun. Ajang transaksi politik selama ini memang ditengarai terjadi dalam proses pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang dalam kerangka pengawasan politik harus disampaikan kepada DPR. Ranah pengawasan politik DPR selama ini ditengarai telah dijadikan arena transaksi kepentingan politik-ekonomi yang menjadikan BUMN “sapi perah” para politisi untuk meraup money politics. 

Pengawasan yang dilaksanakan oleh DPR dalam sistem presidensial semestinya tidak boleh sampai terlalu mendetail hingga ke satuan tiga (di lingkungan kementerian) atau di level teknis-operasional (di lingkungan BUMN). Sistem pengawasan bak sistem parlementer inilah yang sering mengundang para politisi senayan bergentayangan merambah wilayah eksekusi kebijakan baik di lingkungan kementerian atau BUMN. Pola pengawasan yang tak jarang dijadikan ajang transaksi kepentingan politik semacam itu menyebabkan kinerja BUMN selama ini tersendat dan menimbulkan dampak ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Akhirnya, ujung dari proses transaksi kepentingan tersebut adalah tekanan ekonomi yang berdampak pada harga jual produksi yang tinggi dan dibebankan kepada rakyat selaku pelanggan (customer). Pertalian transaksi politikekonomi semacam itu telah menjadikan kerumitan tersendiri bagi Kementerian BUMN untuk melakukan pembenahan BUMN sesuai amanat UU Nomor 19/2003. Tekanan politik dalam pengelolaan BUMN dengan sistem “jatah-menjatah” (meminjam istilah Dahlan Iskan) untuk politisi Gedung Miring telah menjadikan BUMN sulit dikelola secara profesional dengan pola business oriented murni. 

Ke depan, dengan terungkapnya persoalan “jatah-menjatah” kepentingan di BUMN untuk para politisi perlu dilakukan penataan ulang mekanisme pengelolaan BUMN sejak dari proses kebijakan hingga pertanggungjawaban yang mampu mengeliminasi masuknya kepentingan politik dalam pengelolaan BUMN. Hal itu harus dimulai dengan memperkuat sistem regulasi yang menjadikan BUMN steril dari intervensi politik dan diikuti dengan restrukturisasi menyeluruh terhadap organisasi maupun tata kerja BUMN. Jangan ada lagi BUMN “cap sapi perah” politisi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar