Sabtu, 24 November 2012

Laporan Dipo Alam versus Kredibilitas SBY


Laporan Dipo Alam versus Kredibilitas SBY
Felix Jebarus ;  Peminat Masalah Komunikasi Politik,
Staf Pengajar STIKOM London School, Jakarta
SINDO, 24 November 2012


Sekretaris Kabinet Dipo Alam melapor persekongkolan antara pejabat di tiga kementerian (Kementerian Pertahanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian) dan anggota DPR kepada KPK.
Dalam konferensi pers pada Rabu, 14 November 2012, seusai bertemu KPK, Dipo Alam menyampaikan berbagai modus praktik korupsi itu. Pertama, melalui upaya penggelembungan anggaran kementerian dengan inisiatif, berasal dari staf khusus menteri. Kedua, penggelembungan anggaran kementerian dengan inisiatif dari anggota DPR.Ketiga,permintaan jatah kepada BUMN oleh anggota DPR. Keempat, usulan pinjaman luar negeri yang tak jelas yang nanti membebani negara. 

Dipo Alam menegaskan, inisiatif penggelembungan anggaran yang dilakukan staf khusus menteri bisa melibatkan kader parpol tertentu atau melibatkan staf khusus yang bukan dari parpol. Kader-kader parpol pun disusupkan ke dalam jajaran kementerian, baik sebagai pejabat struktural maupun sebagai staf khusus menteri.Proses korupsi ini, menurut Dipo Alam, dilakukan secara sistemik, terbungkus rapi, sehingga tampak seakan-akan tidak ada masalah. Begitu burukah citra pemerintahan kita? Lalu, apa sesungguhnya pesan komunikasi politik di balik laporan itu? 

Apa yang disampaikan Dipo Alam menunjukkan gambaran buruk lembaga pemerintahan kita. Pengelolaan birokrasi yang seharusnya ditujukan untuk melayani serta mendukung kepentingan publik rusak karena intervensi dan campur tangan berbagai pihak yang memiliki kepentingan politik atau pribadi. Sejak reformasi, seiring dengan begitu banyak partai politik, lembaga-lembaga pemerintahan seakanakan menghadapi tantangan baru yang muncul dari intervensi partai politik. 

Keterlibatan orang-orang parpol (menteri, dirjen, dan staf ahli menteri) yang berasal dari partai politik tertentu seperti yang dikemukakan Dipo Alam tentu bisa menjelaskan hal ini. Hal yang sama berlangsung pula dalam pengelolaan BUMN. Sebagai salah satu pelaku ekonomi yang bertujuan untuk mengemban misi sosial dan bisnis,BUMN kembali terseret menjadi sapi perahan untuk kepentingan partai politik. 

BUMN akan sulit menghindarkan diri karena pimpinan yang menjadi atasannya lebih banyak berpikir untuk kepentingan partai politiknya daripada untuk membangun BUMN agar mencapai misi mulianya. Saya melihat, bila pada Orde Baru, tantangan BUMN lebih karena campur tangan pemerintah (eksekutif) berikut pengusaha-pengusaha yang berafiliasi dengan pemerintah Orde Baru, pada Era Reformasi (pasca-Orde Baru) “hama-hama” yang merusak BUMN muncul dari berbagai lini: dari pemerintah, DPR, parpol, termasuk dari politisi yang bermental preman. 

SBY Bagian dari Masalah? 

Pertanyaan kemudian, kenapa Dipo tidak cukup menyampaikan masalah kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan atasan dari para menteri itu? Bisa jadi, Dipo meragukan keberanian atau ketegasan Presiden SBY untuk menindak para menteri atau staf di kementerian yang sesungguhnya merupakan bawahan Presiden. Atau bisa juga Dipo melihat, SBY merupakan bagian dari masalah karena punya kepentingan dengan partai politik pendukungnya. 

Dengan demikian, dari komunikasi politik, masalahnya muncul berkaitan erat dengan kredibilitas tokoh yang menjadi panutan. Sebuah komunikasi yang penuh ketidakjujuran tentu akan membuat orang-orang yang terlibat di dalamnya enggan menyampaikan informasi yang sesungguhnya. Dengan kata lain, karena tidak ada lagi orang yang dipercaya, lebih baik masalahnya dibongkar saja kepada publik agar menjadi sebuah informasi publik. Dipo Alam sebagai penyampai informasi pun berharap akan mendapatkan dukungan publik. Ia dianggap sebagai “pahlawan” yang berhasil meniup trompet tentang persekongkolan penjahat yang merusak lembaga pemerintah. 

Saya yakin Dipo Alam sudah memikirkan secara seksama dampak dari kasus ini. Ada banyak sorotan memang terhadap tindakan Dipo Alam. Bahkan tidak sedikit yang menuduhnya sedang mencari popularitas, atau tengah mengalihkan isu, agar publik melupakan beberapa kasus-kasus berat yang tengah melanda pemerintah. Apa yang harus dilakukan agar informasi yang dilontarkan seperti ini tidak hanya bermuara pada sebuah wacana publik sehingga tidak hanya berkesan pengalihan isu? 

Menurut pendapat saya, apa pun motif di balik tindakan Dipo Alam tidak menjadi masalah. Yang penting pesannya jelas: “lembaga pemerintah saat ini digerogoti banyak hama yang muncul dari berbagai sektor”. Karena itu, bagi KPK, informasi seperti yang disampaikan Dipo Alam menjadi pintu masuk untuk membersihkan hama-hama itu dari kantor pemerintahan. Sebagai lembaga yang punya kredibilitas, KPK bisa menindaklanjuti laporan tersebut sembari mendapatkan barang bukti yang meyakinkan sehingga pada akhirnya laporan itu tidak saja menjadi fitnahan terhadap orang atau lembaga tertentu. 

Tampaknya banyak pihak tertuju dan menantikan apa yang akan dilakukan KPK dengan berbagai laporan tersebut. Sekarang bola ada di tangan KPK. Apakah KPK hanya mampu menebar janji atau pesona di hadapan publik? Saya yakin, bila laporan Dipo Alam itu akan ditindaklanjuti oleh KPK, lambat laun pihak-pihak yang menggerogoti BUMN atau birokrasi akan semakin hati-hati bahkan takut dalam bertindak. Kita menunggu hasilnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar