Sabtu, 24 November 2012

Pendidikan yang Membebaskan


Pendidikan yang Membebaskan
Benny Susetyo ;  Budayawan, Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI 
SINDO, 24 November 2012



Meski menuai banyak pro dan kontra, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan tetap melaksanakan perombakan kurikulum pada tahun ajaran 2013-2014.

Hingga saat ini pembahasan seputar penataan kurikulum masih terus dilakukan. Demikian diungkapkan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim pada acara Pelatihan Pembangunan Karakter Bangsa di Gander Permata Hotel,Minggu (21/10/12). “Perombakan kurikulum yang akan dilakukan sudah dalam proses pembahasan dan hal ini dilakukan karena sangat penting di mana selama ini anakanak tidak memiliki waktu dalam membangun karakter dirinya.

Pertanyaan mendasar perubahan kurikulum tanpa menyentuh masalah mendasar paradigma pendidikan itu hanya membuat kondisi pendidikan bangsa ini tertinggal. Paradigma pendidikan pertama- tama harus diubah. Lingkungan pendidikan harus menjadi keluarga. Relasi guru-murid-orang tua saling ketergantungan. Sekolah menjadi rumah, memberi rasa aman, bukan menjadi beban bagi siswa. Faktanya, sekolah kerap menjadi beban siswa karena tuntutan kurikulum overdosis.

Akibatnya guru hanya sibuk dengan urusan satuan pelajaran. Guru tidak lagi menjadi teman dalam proses “menjadi lebih dewasa” dalam kemampuan untuk mengaktualisasikan diri. Guru hanya mentor alias pawang. Ia sekadar memberi trainingatau pelatihan.Relasi yang terjadi tidak mendalam dan sekadar tatap muka dalam penanaman nilai.Proses dalam pendidikan tidak dipentingkan. Hanya hasil yang ingin diraih. 

Sistem pendidikan kita saat ini lebih berorientasi pada “hasil” dan bukan pada “proses” mendidik menjadi manusia yang merdeka. Orientasi pendidikan hanya sekadar mengejar angka dan pendidikan tidak mampu membebaskan siswa dari realitas keterasingan. Ini yang membuat siswa tidak mampu menjadi dirinya sendiri.Sikap kerdil seperti ini karena ia tidak mampu mengaktualisasikan dirinya.Ia tidak mendapat rasa aman karena gagal mengaktualisasikan dirinya. 

Pendidikan adalah proses mendidik manusia menjadi dirinya sendiri lewat proses pembelajaran.Proses ini membutuhkan media sekolah sebagai sarana bermain, berekspresi, berinovasi, bereksperimen. Semua dilakukan agar pengetahuan yang diperoleh membuat anak didik menjadi berpikir merdeka dan kreatif. Pendidikan membuat manusia dimerdekakan dari pikiran sempit, dan menjadi dewasa, agar bisa mencintai dan berbagi bagi sesama. 

Pembentukan Karakter 

Pendidikan belum menjadi media efektif untuk membentuk karakter manusia karena semangat dasar untuk memajukan bangsa ini tidak terekam dalam jejak langkah para pengambil kebijakan.Falsafah pendidikan yang mendasar adalah bagaimana anak didik memiliki kesadaran kritis akan jati dirinya.Orientasi pendidikan seharusnya mengacu pada nilai dasar untuk membentuk kepribadian anak didik. Arah strategis bisa dimulai sejak tahap awal ketika terdapat keseriusan untuk membenahi sistem pendidikan pada tingkat dasar misalnya sekolah dasar. 

Sekolah dasar merupakan wahana dasar untuk pembentukan daya nalar anak didik yang akan memengaruhi tingkat lebih tinggi. Sayang sekali para pengambil kebijakan “tidak mau tahu”soal ini. Pendidikan dasar belum meletakkan anak didik pada kemampuan untuk bisa “membaca”, “menulis”, “menghitung”, dan mengomunikasikan imannya.Dalam ranah demikian, sering tumbuh berbagai kebijakan yang mengorbankan kaum miskin.Mereka menjadi semakin terpinggirkan dalam dunia pendidikan. 

Mereka mengalami kesulitan struktural untuk mengenyam pendidikan sebab pendidikan layaknya tidak untuk mereka. Selain itu, pendidikan juga menjadi barang yang mudah dipermainkan tanpa kesadaran utama bahwa di atas pendidikan inilah bangsa kita akan membangun peradaban dan kebudayaannya. Hikmah filosofis para pendahulu kita mengenai pendidikan pun kerap diabaikan hanya karena ia dinilai tidak menguntungkan secara ekonomis. Inilah ironisme dunia pendidikan kita.

Mengembalikan Jati Diri

Dalam situasi sekarang perlu didesakkan kepada pemerintah untuk kembali memikirkan ihwal mendasar tentang landasan pendidikan kita. Kembali membaca bahwa pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan suatu kemerdekaan manusia yang bermartabat, bukan sekadar soal angka dan dunia bendawi lainnya. Kembali harus direnungkan dan disadari selama ini elite politik bangsa ini masih enggan memahami dan memiliki kemauan menjalankan amanat konstitusi UUD 1945. 

Hal yang perlu diselami oleh hati nurani para elite tersebut bahwa tujuan utama kemerdekaan ini adalah kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. Dua hal ini sering dilupakan dalam berbagai kebijakan para elite politik. Selama elite berkuasa,mereka berpura-pura tidak memahami tujuan tersebut. Dalam konstitusi jelas dinyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Negara berkewajiban memberikan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Pendidikan yang mahal adalah akibat negara tidak menjalankan amanat konstitusi. 

Pendidikan diarahkan ke konsep privatisasi hanya semata- mata karena penguasa mengabaikan amanat konstitusi. Negara enggan menggunakan politik anggarannya untuk membiayai pendidikan, namun justru memprioritaskan untuk menyubsidi orang kaya dan kepentingan para komparador ekonomi.Inilah yang membuat pendidikan tidak pernah menyentuh hal yang mendasar yakni membuat anak bangsa ini cerdas dan berkarakter.Visi pendidikan sudah seharusnya berangkat dari nation and character building. 

Di Amerika,dari warna kulit dan agama apa pun anak didik, mereka mengatakan, “I am American!”Tapi di negara kita, dapat dirasakan orang yang mulai merasa malu mengaku sebagai “Indonesia”. Ini tentu hal ironis. Dari bangku sekolah seharusnya kebudayaan dibangun sebagai jembatan bagi proses integrasi sosial dan bangsa. Bukan media yang menumbuhkembangkan diskriminasi dengan membedakan kasta sosial berlapis-lapis.

Mulai dari mereka yang kaya dan pintar, mereka yang kaya tapi bodoh,mereka yang miskin tapi pintar,serta mereka miskin dan bodoh. Stratifikasi seperti ini juga berlaku dalam standar sekolah seperti sekolah nasional dan sekolah internasional, sekolah percontohan, dan seterusnya. Masyarakat merasakan pola pembedaan akses pendidikan dengan model “kasta ekonomi”seperti ini.Tapi, elite politik acuh.Pendidikan sudah seharusnya mencerminkan realitas objektif masyarakat. 

Bila kondisi sosial,ekonomi, dan geografi Indonesia adalah maritim,bagaimana kesadaran dan sistem maritim melekat dalam kurikulum pendidikan. Jadi,hal yang dibutuhkan sebenarnya adalah ada orientasi yang jelas agar pendidikan mampu membawa perubahan dalam kehidupan. Menyedihkan sekali untuk mengatakan para elite kita terlalu rendah kadar kesadaran pendidikannya. Elite-elite lebih banyak berpikir sempit dan jangka pendek. Ketulusan dan perjuangan bagaimana pendidikan bangsa ini maju luntur karena pikiranpikiran sempit ini. 

Upaya memajukan pendidikan bangsa ini adalah sebuah pekerjaan panjang dan tidak mungkin selesai besok.Sudah waktunya menyadari bahwa kemajuan bangsa ini dicerminkan dari sejauh mana kebijakan pendidikan memberikan fasilitas terbaik bagi warganya. Keberhasilan utama pemerintah dalam pendidikan adalah dalam konteks mensosialisasikan arti penting pendidikan bagi masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar