Senin, 31 Desember 2012

2013


2013
Sarlito Wirawan Sarwono ;  Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
SINDO, 30 Desember 2012
  

Tahu-tahu sudah mau tahun baru lagi. Waktu zaman mahasiswa dulu (zaman Orde Lama), malam tahun baru berarti patungan carter bus kota (dulu mereknya Robur, bikinan Hungaria), pakai jas dan dasi (dulu belum ada gaya punk rock), jemput cewek-cewek mahasiswi (tinggalnya semua di daerah Menteng, anak-anak elite bangsa pada masa itu), dan cari tempat-tempat dansa di hotel-hotel seperti Hotel Des Indes (di Harmoni) atau Hotel Indonesia (Bali Room). 

Kami datang lewat tengah malam supaya sudah banyak tamu pulang dan banyak kursi kosong, masuk tak perlu pakai tiket lagi dan band masih main. Tujuan kami memang cuma mau dansa-dansi doank sesudah puas keliling-keliling kota sambil niup-niup terompet menunggu tengah malam, pergantian tahun, di dalam bus atau di tepi jalan. Di zaman Orde Baru, saya sudah lebih mapan. Kadang-kadang saya mendapat undangan, kadang-kadang juga diajak teman untuk malam tahun baruan. 

Salah satu cewek yang di zaman Orde Lama ikut di Bus Robur, di zaman Orde Baru ikut lagi sama saya, tetapi sebagai ibunya anak-anak (kini sudah punya anak tiga, tetapi masih okelah dibawa ke pesta). Dari sore sudah nongkrong berdesak-desakan (satu meja untuk 10 orang diisi 12 orang), sambil makan (tambah gendut, makin sesak lagi kursinya), sambil dansa-dansi, gaya tahun 1960-an: jive, cha-cha, waltz, foxtrot dan rhumba (belum ada yang bisa salsa). Pas jam 00.00 nyanyi Auld Lang Syne, tiup-tiup terompet dan cium kanan, cium kiri.

Semua aja dicium, kenal gak kenal. Kalau ada istri orang yang cantik, biarin gak kenal juga disamperin dan dicium saja. Namanya juga usaha. Di zaman Reformasi ini, semangat untuk bertahun baru sepertinya sudah berubah. Bukannya tidak mau senang-senang bertahun baruan, tetapi beberapa tahun terakhir ini formatnya selalu nonhotel. 

Lokasinya selalu rumah salah satu keluarga, ngumpul bareng keluarga dan teman-teman dekat, acaranya bakar-bakar daging sapi, kambing, ayam, ikan, udang, dan cumi-cumi. Kalau teman-teman saya pemain band kebetulan tidak dapat job malam tahun baruan, kami ajak untuk meramaikan acara, nyanyi-nyanyi, joget-joget. Sampai lombo, sampai loyo, sampai lewat tahun baru. 

Tapi khusus untuk tahun 2012 yang segera berakhir ini, ada yang menurut saya unik karena belum pernah ada sebelumnya, yaitu baying-bayang hari kiamat. Diawali dengan film Holywood keluaran tahun 2009 yang bertajuk 2012, orang sudah mulai waswas tentang kiamat yang akan terjadi tahun ini. Bagaimana ya, kalau beneran terjadi? Tapi waswasnya orang Indonesia tidak segawat kekhawatirannya orang Amerika. 

Banyak orang Amerika, saking rasionalnya, yakin sekali bahwa kiamat akan jatuh pada 21 Desember 2012 karena pada tanggal itulah berakhirnya kalender suku bangsa Maya yang dibuat 6.500 tahun yang lalu. Pada tanggal itu, sebuah planet Nibiru yang juga ditemukan oleh suku bangsa Maya akan menabrak bumi dan kiamatlah kita. Maka macam-macamlah kelakuan orang-orang pintar di AS itu agar selamat dari kiamat (wong kiamat, kok selamat, kontradiksi, kan). 

Salah satunya adalah memelihara kelinci agar bisa dimakan dagingnya dan tidak perlu nyetok bahan makanan dari supermarket dan tidak perlu menyimpannya di lemari es. Logis juga, kalau ada lemari es, mau dapat listrik dari mana? Tapi orang-orang pinter di Amerika yang keblinger soal kiamat ini bukan barang baru. 

Di tahun 1997, 39 orang anggota sekte Heaven’s gate ramai-ramai bunuh diri massal di California bagian selatan karena percaya bahwa kiamat akan tiba sesuai dengan ramalan kitab Injil versi mereka sendiri. Di tahun 2011, seorang pendeta bernama Harold Camping menyiarkan lewat radionya, Family Broadcast, bahwa kiamat akan jatuh pada 21 Mei 2011. Banyak pendengar yang fanatik dan percaya menjual harta miliknya untuk menyebarluaskan berita tentang kiamat itu. 

Tentunya ramalan itu tidak terbukti, tetapi Camping tidak putus asa. Dia undurkan tanggal kiamat menjadi 11 November 2011. Ternyata tidak terjadi lagi. Tampaknya si Camping yang sudah berusia 90 tahun itu merasa bahwa kiamatnya sendiri sudah dekat, tetapi dia tidak mau sendirian sehingga mengajak-ajak orang lain sedunia. Tentu saja ramalan kiamatnya orang Maya juga tidak terbukti. 

Buktinya malah Anda semua masih bisa membaca artikel ini sesudah tanggal 21 Desember 2012 itu. Tapi tidak berarti di masa depan tidak akan ada lagi orang yang percaya pada tanggal jatuhnya hari kiamat. Namun yang pasti itu bukan orang Indonesia. Orang Indonesia, terlepas dari apa pun agamanya, percaya bahwa hari kiamat itu rahasia Tuhan. Tidak ada orang yang bisa meramalnya walaupun dengan ilmu dan teknologi secanggih apa pun. 

Begitulah kita dididik oleh para orang tua kita dan guru-guru kita semua. Tapi orang Indonesia masih percaya pada rahasia alam seperti jodoh, pangkat, rezeki, dan sebagainya, yang masih bisa ditembus dengan kekuatan gaib, arwah, roh halus, bahkan doa sehingga tempat-tempat bertapa seperti Gunung Kawi tidak pernah sepi. Khususnya menjelang tahun-tahun baru sekarang ini, para peramal pun panen order dari stasiun-stasiun televisi. 

Ramalan mereka macam-macam, ada bencana ini-itu, akan datang pemimpin Ratu Adil atau Satrio Piningit dan sebagainya dan banyak orang percaya. Primbonnya bukan kalender Maya, tetapi ramalan Joyoboyo. Padahal kalau kita replay ramalan para peramal (yang namanya seram-seram itu) dari tahun yang lalu, pada akhir tahun berikutnya terbukti banyak yang tidak benar. 

Anehnya, orang masih tetap saja percaya pada ramalan-ramalan bohong seperti itu, sementara ramalan yang sudah pasti jitu justru tidak digubris. Misalnya, Jokowi sudah meramalkan bahwa walaupun sudah tujuh alat keruk yang dikerahkan untuk membersihkan pintu air, kalau masyarakat tetap saja membuang sampah (bukan hanya sampah dapur, melainkan juga sampah kasur, bahkan sampah lemari es atau pesawat televisi) ke sungai atau saluran air itu, pasti pintu air akan mampet lagi dan banjir akan terulang. 

Nyatanya masyarakat masih membuang sampah dan ketika sekarang hujan mendera Jakarta dan banjir melanda, Jokowi malah ditagih janjinya, ”Katanya mau membuat Jakarta bebas banjir? Mana buktinya?” Masya Allaaah ....  

Sekarang apa yang harus kita lakukan dalam malam Tahun Baru 2013? Makan-makan, nyanyi-nyanyi, bahkan dansa-dansi (istilah sekarang: ajebajeb) buat yang masih doyan, ya silakan saja. Namanya juga menyambut tahun baru. Tapi jangan lupa doa. Agama apa pun, sangat baik kalau kita berdoa. 

Doa itu secara psikologis menguatkan harapan-harapan dan mengukuhkan niat kita untuk melakukan sesuatu yang baik. Dalam Islam, kalau sudah berniat baik, maka sudah dicatat pahalanya di register malaikat walaupun belum berbuat apa-apa. Lain lagi kalau niatnya jahat. Kalau baru berniat saja, niat jahat belum dicatat. Niat jahat baru dicatat jika sudah dilaksanakan. 

Tapi buat kita yang orang baik-baik, jangan sampai tidak melaksanakan niat dan doa kita. Petani yang berniat mencangkul sawahnya sudah mendapat pahala, tetapi tidak mungkin ia panen padi kalau ia tidak benar-benar mengayunkan cangkulnya. Petani itu boleh jadi mati masuk surga dengan tabungan pahala berkat niat-niat baiknya, tetapi ia meninggalkan anak istrinya yang kelaparan. 

Sebaliknya, kalau sudah ketahuan ada orang berniat jahat, misalnya mau ngebom hotel tempat orang dansa-dansi, walaupun malaikat belum mencatat dosanya, Densus 88 sudah harus menangkapnya sebelum dia benar-benar melaksanakan niatnya itu. Selamat Tahun Baru 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar