Minggu, 30 Desember 2012

Jakarta Butuh Terowongan Multi Fungsi


Jakarta Butuh Terowongan Multi Fungsi
( Wawancara )
Firdaus Ali ;  Pengajar di Fakultas Tehnik Universitas Indonesia,
Pakar di Bidang Tata Kelola Air
SUARA KARYA, 29 Desember 2012



Tahun 2007 Firdaus Ali sudah menggagas konsep terpadu yakni Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau terowongan multi fungsi untuk mengatasi banjir di Jakarta. Gagasan itu disampaikannya ke Gubernur DKI Sutiyoso, dan juga Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pengajar di Fakultas Tehnik Universitas Indonesia yang kepakarannya di bidang tata kelola air telah menginspirasi para pengambil kebijakan perkotaan di beberapa negara maju itu menyatakan bahwa penanganan banjir di Jakarta selalu by accident. Terjadi lebih dahulu baru dicarikan solusinya. Itu pun tidak tuntas. Dengan gagasannya itu, dia menginginkan cara mengatasi banjir di Ibu Kota secara by planning.
Dia prihatin karena hujan di negeri ini justru dianggap bencana. "Dalam kitab suci manapun pasti menggambarkan surga adalah sungai-sungai yang mengalir. Hujan yang diturunkan adalah rahmat bagi umat manusia. Cilakanya di negeri kita ini justru hujan dikutuk, sehingga hujan menimbulkan bencana. Tidak menjadi rahmat," tuturnya kepada wartawan Suara Karya, Widrarto di Jakarta, Kamis (27/12) petang. Menurut dia, titik-titik banjir di Jakarta akan terus ada, kendati sudah terdapat kanal barat dan kanal timur. Saluran air yang tersedia, secara teknis sudah tidak lagi memadai seiring dengan kepadatan di Jakarta yang semakin meningkat. Kepadatan penduduk juga menyebabkan daerah aliran sungai pun semakin menyempit.
Belum lagi penggundulan di kawasan Puncak, dan pasang air laut atau rob di sepanjang pantai Jakarta. Semua itu membuat muka tanah di Jakarta semakin turun dari tahun ke tahun. Maka harus ada langkah radikal untuk mengatasinya. Salah satunya adalah membangun terowongan multi fungsi seperti yang digagasnya itu.
Berikut petikan wawancara dengan Firdaus Ali.
Apa yang membuat banjir di Jakarta semakin menjadi-jadi?
Ada empat hal yang memicu banjir di Jakarta. Pertama tanah di Jakarta mengalami proses konpaksi. Tanah di Jakarta masih terus menerus mengalami konsolidasi. Kedua ada beban di atas tanah, berupa gedung pencakar langit dan kendaraan yang lewat. Ketiga adanya tektonik. Keempat adalah ekstraksi air tanah yang berlebihan.
Empat hal ini pemicu permukaan air tanah di Jakarta turun, sehingga menyebabkan terjadinya daerah-daerah genangan air. Tiga hal hal pertama adalah faktor alam, sehingga kita sebagai manusia tidak mungkin untuk mengatasinya. Tapi ekstraksi air tanah yang berlebihan adalah akibat ulah kita yang seharusnya bisa dihentikan atau dicarikan solusinya.
Meksiko City sudah bisa menghentikan eksploitasi air tanah. Bangkok yang mengalami hal serupa juga berupaya untuk menghentikan penggunaan air tanah secara berlebihan. Bila penggunaan air tanah di Jakarta tidak segera dikendalikan maka pinggir air laut sudah berada di Dukuh Atas dalam 50 tahun ke depan. Maka dibutuhkan solusi terpadu untuk mengatasi banjir di Jakarta.
Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangunnya?
Kira-kira dibutuhkan Rp 16,4 triliun, sesuai hitungan saya pada tahun 2007. Memang lebih besar ketimbang pembangunan subway. Tetapi, ini tidak hanya untuk menyelesaikan masalah banjir semata, juga lalu lintas, air limbah, air baku, dan utility lainnya, tanpa membebaskan lahan.
Jadi ada empat isu besar yang bisa diselesaikan sekaligus. Kan kita juga krisis air baku. Kita memang telah memiliki kanal barat dan kanal timur. Tapi, kan tidak ada pendapatan dari situ.
Kalau ini ada pendapatan, karena ketika berfungsi sebagai infrastruktur transportasi maka dioperasikan sebagai jalan tol. Seperti yang telah dilakukan di Kuala Lumpur, Malaysia. Selain jalan tol, juga bisa diperoleh pendapatan dari air baku, pendapatan dari retribusi air limbah, pendapatan dari sewa utility, dan pendapatan dari pengolahan limbah menjadi bio solid atau pupuk, dan pengolahan limbah menjadi gas methan. Biaya sebesar itu sepadan dengan kerugian yang kita alami setiap kali Jakarta dilanda banjir. Ketika terjadi dua kali banjir bandang melanda Jakarta, beberapa tahun lalu, kita mengalami akumulasi kerugian sebesar Rp 18 triliun. Dibagi saja lima tahun masing-masing biaya mitigasinya sudah Rp 600 miliar per tahun. Kenapa biaya ini tidak kita gunakan untuk menyelesaikan persoalan secara tuntas. Dari sisi pembiayaan memang besar. Tapi, saatnya kita harus berfikir rasional. Dengan demikian, kita mengatasi banjir di Jakarta tidak secara by accident tapi by planning.
Ada berapa titik yang ideal di Jakarta terkait dengan konsep MPTD itu? Tiga titik, yaitu barat, tengah dan timur. Tapi saya usulkan segera dibangun titik central zone dari MT Haryono ke Pluit. Perlu diketahui, kawasan yang dilalui titik central zone merupakan kawasan yang sangat strategis, yakni kawasan istana.
Semasa Gubernur DKI Sutiyoso, dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, konsep ini telah dilaksanakan hingga pra kelayakan. Namun, terhenti semasa Jakarta dipimpin Fauzi Bowo. Sekarang Joko Widodo memimpin Jakarta bertekad melanjutkannya ke tahap studi kelayakan. Bila tahap ini bisa segera diselesaikan maka tahap selanjutnya adalah detil engineering design. Keinginan Joko Widodo, pertengahan 2013 sudah ground breaking.
Kenapa Jokowi begitu antusias?
Pertama dia mempunyai komitmen untuk membangun Jakarta menjadi lebih baik. Menurut saya, untuk mengatasi banjir di Jakarta memang membutuhkan kemauan kuat dari pemimpinnya. Di samping itu, ada investor dari luar negeri yang berminat membangun terowongan tiga lapis dalam konsep MPDT ini.
Apakah pembangunan MPDT ini kelak bisa mengembalikan pada kondisi semula muka tanah di Jakarta yang turun?
Tidak bisa. Muka tanah yang sudah turun itu tidak mungkin naik lagi. Ada yang bilang, tidak usah khawatir, genangan air yang terjadi akibat turunnya muka tanah di Jakarta dengan cara dipompa keluar. Sampai berapa lama kita kuat untuk memompa air yang menggenang itu.
Kalau begitu dengan konsep MPDT ini sekaligus sebagai upaya untuk tidak semakin membiarkan muka tanah Jakarta semakin turun?
Ya betul. Kelebihan bila konsep MPDT ini direalisasikan, kita akan mendapatkan tambahan air baku untuk air minum dengan kualitas yang lebih baik. Karena air yang dialirkan melalui terowongan ini bebas dari sampah dan buangan limbah industri. Sebab, begitu sampai di kawasan Pluit, semua air kotor akan didaur ulang menjadi air bersih.
Di sinilah tambahan air baku semakin besar untuk kemudian didistribusikan sebagai air perpipaan dengan kualitas lebih baik. Kalau air perpipaan sudah sangat baik, maka Pemerintah Provinsi bisa secara tegas melarang penggunaan air tanah yang memicu turunnya muka air tanah Jakarta.
Jadi memang tujuan konsep MPTD ini adalah untuk menahan agar muka tanah di Jakarta semakin turun. Dampaknya pasti ke sana bahwa kelebihan konsep MPTD ini bisa untuk menghentikan eksploitasi air tanah dan menghentikan turunnya muka tanah di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar