Senin, 31 Desember 2012

Kurikulum Minus Ideologi


Kurikulum Minus Ideologi
Elfindri ;  Guru Besar Ekonomi SDM Universitas Andalas
REPUBLIKA, 29 Desember 2012



Kurikulum hanyalah salah satu komponen pengubah untuk hasil dan luaran pendidikan yang memuaskan. Selain itu, masih perlu diiringi dalam satu paket dengan penyiapan guru dan laboratorium, termasuk ideologi di balik kurikulum itu sendiri.
Perubahan kurikulum adalah suatu keharusan, mengingat zaman berubah, termasuk cita-cita jangka panjang negara. Dalam konsepsi kurikulum baru, penyusunannya merespons perubahan aspek eksternal, seperti globalisasi, persoalan lingkungan, dan kemajuan teknologi. 

Di samping diakui bahwa praktik kurikulum sekarang bernuansa padat bahan, hafalan, dan belum cukup analisis yang memuaskan apa sebenarnya akar masalah utamanya. Pada sisi cita-cita pembangunan jangka panjang, kurikulum belum jelas untuk menjawab tantangan yang akan dihadapi. Serta, kondisi akhir seperti apa generasi sekarang setelah memperoleh kurikulum baru. 

Oleh karena itu, penyusunan kurikulum mesti merestorasi beberapa resultan. Tidak saja perubahan internal dan eksternal saat sekarang, tetapi juga kondisi apa yang ingin dituju oleh negara Indonesia berdasarkan beberapa ideologi.

Ideologi evaluasi Berbagai perubahan komposisi mata ajar telah diperlihatkan dalam kurikulum baru. Intinya, menambah jam belajar dan mengubah komposisi mata ajar. Dasar dari perubahan juga tidak terlalu diketahui, mengingat keyakinan bahwa mungkin tidak banyak academic paper yang disusun sebelum lahirnya kurikulum baru ini.

Hingga saat ini, boleh dikata, hasil kajian akademik yang mengungkap apa saja keterbatasan dari kurikulum saat ini sangat minim. Apakah karena komposisi mata ajar atau jangan-jangan bukan. Berbagai penelitian tentang kualitas pendidikan memperlihatkan 60 persen lebih dari penelitian itu membuktikan bahwa kualitas guru lebih dominan menjelaskan capaian hasil proses belajar mengajar, kemudian diikuti oleh ketersediaan buku dan laboratorium. Unsur kenaikan gaji dan kurikulum memerankan relatif sedikit.

Temuan kajian terdahulu dapat secara kasat mata kita lihat, mengapa kualitas pendidikan lahir pada organisasi sekolah dengan dipimpin oleh kepala sekolah dan memiliki guru yang lebih menguasai unsur pedagogi dan diikuti oleh praktik pembelajarannya secara baik. Sekolah yang baik juga dilahirkan dari kurikulum sekarang. Sementara, banyak sekolah yang gagal mempraktikkan kurikulum secara benar.

Kurikulum Barat bukanlah suatu yang ideal. Apalagi kurikulum tersebut terang-terangan menghasilkan kualitas, tetapi tanpa perasaan quality without a soul. Hal ini diperlihatkan dengan semakin tumpulnya emosional anak didik, rendahnya daya tanggap terhadap lingkungan, semakin sering munculnya tawuran, melemahnya kedisiplinan, dan sikap apatis. Dalam konsepsi luaran pendidikan, jelas konsepsi kognitif, psikomotorik, dan soft skills menghasilkan manusia yang semakin lengkap melalui pendidikan. Akan tetapi, kombinasi ketiga capaian keseimbangan ranah di atas hanyalah menghasilkan manusia-manusia yang tidak seiring dengan pengenalan dirinya dengan Sang Pencipta. 

Jika kurikulum minus spiritual dikembangkan maka produk pendidikan akan mirip dengan pendidikan yang melahirkan manusia sekuler. Padahal, sebuah kurikulum yang komprehensif, persoalan agama mesti terakomodasi alias melekat dalam proses pengenalan, keyakinan, dan praktik-praktik beragama yang benar. Unsur inilah yang belum terjabarkan dalam kurikulum baru ini.

Jika kita bangun kurikulum yang sensitif terhadap agama maka akan lahir anak-anak yang tidak saja ilmu dan keterampilannya cocok dengan tuntutan zaman, tetapi juga soft skills dan cara beragama yang semakin sempurna. Pada unsur yang terakhir, pemenuhan unsur beragama yang benar dan menjalankan secara taat adalah merupakan hasil dari sebuah kurikulum yang membuat manusia menjadi khalifah yang siap dalam memberikan fungsinya.

Tindak Lanjut

Jika kurikulum baru ingin diterapkan, alangkah baiknya jika diterapkan terlebih dahulu melalui uji coba. Uji coba seperti menyiapkan program-program ikutannya, di antaranya menyiapkan pendidik, melengkapi sarana penunjang pendidikan, meningkatkan suasana akademik, dan manajemen sekolah.

Ketergesaan tidak diperlukan mengingat setelah kurikulum jadi, tak ada jaminan pelatihan guru dapat mendongkrak kemampuan pedagogis serta kemampuan akademik terhadap keilmuan yang akan diberikan. Pemahaman kurikulum mungkin mudah, tapi memerlukan waktu dan sistem pengembangan kapasitas guru yang cukup lama. 

Lebih-lebih persoalan klasik guru banyak dihasilkan dari input individual dan kelembagaan penghasil yang jauh dari memuaskan. Semoga penataan pendidikan ke depan dapat melahirkan sebuah pembaruan peradaban yang dihasilkan melalui pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar