Sabtu, 29 Desember 2012

Menjaga Gairah Ekonomi Daerah


Menjaga Gairah Ekonomi Daerah
Sunarsip ;   Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Jakarta
JAWA POS, 28 Desember 2012




PEREKONOMIAN Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini tumbuh mengesankan. Menurut McKinsey (2012), selama 2000-2010, pertumbuhan PDB riil Indonesia mencapai 5,2 persen, tertinggi ketiga di dunia setelah China (11,5 persen) dan India (7,7 persen). Kinerja ini tetap bisa dipertahankan setelah pada 2011 pertumbuhan ekonomi kita mencapai 6,5 persen dan pada 2012 ini diperkirakan 6,2-6,5 persen. Namun, sadarkah kita bahwa sejatinya kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional tersebut berasal dari daerah?

Berdasar studi McKinsey (2012), pertumbuhan PDB tahunan untuk Jakarta selama 2002-2010 sebesar 5,8 persen. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi terjadi di kota-kota yang skala demografinya berada di bawah Jakarta. Kota-kota kategori menengah besar (large middleweights) dengan jumlah penduduk 5-10 juta jiwa memiliki pertumbuhan 6,7 persen, kota-kota ukuran menengah (mid-sized) dengan jumlah penduduk 2-5 juta jiwa memiliki pertumbuhan 6,4 persen, dan kota-kota kecil (small) dengan jumlah penduduk 150 ribu-2 juta jiwa memiliki pertumbuhan 5,9 persen. Bahkan, beberapa kota seperti Pekan Baru, Pontianak, Balikpapan, dan Makassar memiliki pertumbuhan ekonomi masing-masing 9,8 persen, 9,5 persen, 8,6 persen, dan 9,0 persen, jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6 persen. 

Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga terjadi di tingkat provinsi. Berdasar kajian yang saya lakukan, selama 2012, tercatat 10 provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup fantastis (di atas 7 persen). Sepuluh provinsi tersebut adalah Kepulauan Riau, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.

Kontributor utama pertumbuhan ekonomi di daerah yang memiliki pertumbuhan tinggi tersebut sebagian besar disumbang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Bila diteliti lebih jauh, tingginya konsumsi rumah tangga dan investasi di daerah-daerah tersebut, ternyata, memiliki korelasi yang cukup kuat dengan boomingkomoditas yang terjadi sejak krisis di era tahun 2000-an hingga sekarang. Setidaknya, korelasi itu terungkap dari studi Basri dan Rahardja (2010) yang menemukan bahwa pertumbuhan konsumsi (termasuk konsumsi di daerah) yang relatif kuat selama masa krisis (2001-2008) merupakan efek (lagged effect) dari penguatan ekspor (terutama ekspor komoditas).

Booming ekspor komoditas selama krisis memainkan peran penting dalam mendorong kegiatan ekonomi di daerah (khususnya di luar Jawa). Hal ini setidaknya tecermin dari pertumbuhan kredit yang relatif tinggi di luar Jawa, yang mencerminkan tingginya pertumbuhan investasi di daerah. Namun, harus diakui bahwa meski kinerja investasi di luar Jawa meningkat, porsinya masih di bawah investasi di Jawa. Berdasar data BKPM, selama 2011, investasi di Jawa masih memegang 60,2 persen dari total investasi di Indonesia. Sementara itu, hingga kuartal III 2012, porsi realisasi investasi di Jawa mencapai 53,5 persen.

Prospek 2013 

Pertanyaannya, bagaimanakah prospek perekonomian daerah pada 2013? Pada 2013, banyak yang memprediksikan bahwa ekonomi global masih berada dalam kondisi krisis, terutama di Eropa. Arah pemulihan krisis Eropa kini semakin tidak jelas, seiring dengan tidak jelasnya prospek pemulihan ekonomi di Italia dan Euro zone. Namun, perkiraan banyak analis dan lembaga internasional (IMF dan Bank Dunia) menyebutkan bahwa prospek ekonomi global 2013 akan relatif lebih baik dibanding 2012.

Kabar membaiknya perekonomian global tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan ekonomi di emerging market, seperti China dan India, yang selama ini menjadi tujuan utama ekspor nonmigas (komoditas) dari Indonesia. Berdasar laporan IMF (Oktober 2012), pada 2013, Asia diperkirakan tumbuh 5,8 persen, lebih baik dibanding 2012 yang diperkirakan tumbuh 5,4 persen. Pada 2013, China dan India diperkirakan tumbuh masing-masing 8,2 persen dan 6,0 persen, lebih baik dibanding 2012 yang diperkirakan tumbuh 7,8 persen dan 4,9 persen.

Seiring dengan membaiknya prospek ekonomi China, India, dan Asia pada umumnya, tentunya itu akan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi di daerah-daerah yang memiliki komoditas yang diekspor ke negara-negara di Asia tersebut. Diperkirakan, booming ekspor komoditas akan terjadi lagi tidak hanya karena meningkatnya harga, tetapi juga karena meningkatnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor komoditas. Daerah-daerah yang memiliki komoditas pertanian dan pertambangan, seperti CPO, karet, kakao, batu bara, tembaga, nikel, dan migas, diperkirakan kembali dapat menikmati booming                                        ekspor komoditas.

Seiring dengan booming ekspor komoditas di daerah itu, konsumsi rumah tangga dan kegiatan investasi di daerah pun meningkat. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi daerah selama 2013, bila tidak ada gejolak ekstrem, akan lebih tinggi dibanding 2012.

Sejatinya, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di daerah tidak hanya disebabkan faktor eksternal membaiknya ekonomi global. Kalau ditelusuri, sesungguhnya banyak hal yang dapat diupayakan untuk lebih mendongkrak kinerja ekonomi daerah. Salah satunya adalah melalui peningkatan efektivitas penggunaan anggaran (APBD). Fakta menunjukkan bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi yang mengesankan di daerah belum didukung dengan pengelolaan APBD yang baik, seperti tecermin dari rendahnya realisasi APBD dan buruknya alokasi. 

Berdasar data UKP4, hingga triwulan III 2012, realisasi APBD baru mencapai 41,30 persen. Di sisi lain, sebagian besar belanja APBD (provinsi dan kabupaten/kota) masih didominasi belanja pegawai. Pada 2012, porsi belanja pegawai pada APBD provinsi mencapai 20,41 persen, sedangkan belanja modal hanya 18,28 persen. Sedangkan, porsi belanja pegawai pada APBD kabupaten/ kota bahkan mencapai 50,94 persen, sedangkan belanja modal hanya 23,84 persen.

Kesimpulannya, prospek perekonomian daerah pada 2013 diperkirakan lebih baik. Namun, sejatinya pertumbuhan ekonomi di daerah bisa lebih baik bila ditopang efektivitas pengelolaan APBD sekaligus peningkatan investasi. Kini, itu bergantung pada kebijakan di tingkat pusat dan daerah: bagaimana mengefektifkan APBD dan menarik investasi yang lebih besar ke daerah, khususnya di luar Jawa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar