Sabtu, 29 Desember 2012

Prospek Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2013


Prospek Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2013
Arif Satria ;  Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB
KORAN TEMPO, 27 Desember 2012



Mengendalikan impor juga akan berdampak pada kesejahteraan. Yang diperlukan adalah kuatnya pengawasan terhadap produk impor supaya tidak mengganggu pasar nelayan lokal.
Sektor kelautan dan perikanan sudah 13 tahun ditangani kementerian khusus, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan. Harapannya adalah potensi sektor kelautan dan perikanan (KP) bisa lebih tergarap dan memiliki dampak ekonomi yang signifikan sehingga bisa menjadi pilar kemakmuran bangsa. Pertanyaannya adalah, apakah harapan tersebut sudah terwujud? Sampai di mana kemajuan sektor KP pada 2012, dan bagaimana prospeknya pada 2013?
Capaian 2012
Ada sejumlah aspek yang penting dilihat sebagai ukuran kinerja sektor KP pada 2012. Pertama, hingga saat ini indikator kesejahteraan yang masih digunakan adalah nilai tukar nelayan (NTN). Pada Januari-November 2012, NTN masih bertahan pada angka 105,28 hingga 105,66. Artinya, indeks harga yang diterima nelayan lebih tinggi dibandingkan dengan indeks harga yang dibayarkan. Angka di atas 100 tergolong baik, meski masih sering diperdebatkan sejauh mana relevansi NTN sebagai indikator kesejahteraan.
Pada 2011, NTN pernah mencapai 106. Namun penurunan ini dipengaruhi banyak sekali variabel, yang kebanyakan di luar sektor perikanan, karena komponen indeks harga yang harus dibayar nelayan termasuk harga makanan pokok, komunikasi, transportasi, bahan bakar, dan barang konsumsi lainnya. Karena itu, upaya meningkatkan NTN tidak cukup hanya dengan meningkatkan harga ikan, tetapi juga harus mampu mengendalikan harga-harga lain untuk barang konsumsi maupun sarana produksi. Sejauh ini NTN adalah yang termudah dibandingkan dengan pengukuran lain. Akan tetapi, masih perlu diupayakan ketersediaan data tentang seberapa efektif intervensi program pembangunan terhadap kesejahteraan nelayan melalui berbagai program bantuan.
Kedua, ekspor perikanan ternyata meningkat dari US$ 3,52 miliar (2011) menjadi US$ 3,93 miliar (2012). Ini merupakan kemajuan, meski peningkatan tersebut mestinya bisa lebih besar lagi sesuai dengan target sebesar US$ 4,2 miliar. Sebagai informasi, angka US$ 4 miliar tersebut pernah dicapai Thailand 10 tahun lalu. Nilai ekspor tersebut didominasi oleh udang sebesar US$ 1,3 miliar (30 persen), sementara tuna diperkirakan menyumbang sebesar US$ 598 juta (16 persen).
Kontribusi udang dan tuna dari tahun ke tahun memang relatif bertahan pada pangsa seperti itu. Menurut pemerintah, ekspor ke Uni Eropa menurun 12,2 persen dibanding pada 2011. Sedangkan ekspor ke AS dan Jepang mengalami pertumbuhan yang melambat, yaitu pertumbuhan ekspor ke AS turun dari 23 persen pada periode 2010-2011 menjadi 9,5 persen pada 2011-2012. Belum tercapainya target ekspor tersebut bisa karena selama ini industri pengolahan ikan mengalami krisis bahan baku. Bahkan ada unit yang produksinya hanya 40 persen dari kapasitas terpasang. Begitu pula pada 2012 terdapat kasus penolakan
produk ekspor perikanan oleh Amerika Serikat karena soal isu keamanan pangan sebanyak 49 kasus, di antaranya 31 kasus karena adanya bakteri salmonela. Sementara itu, menurut data pemerintah, nilai impor Januari-Agustus 2012 turun 22,5 persen, dibandingkan dengan Januari-Agustus 2012 yang turun 18,9 persen.
Ketiga, industri garam mengalami kemajuan, yang ditunjukkan dengan terpenuhinya kebutuhan garam konsumsi oleh suplai nasional. Produksi garam rakyat mencapai 2,02 juta ton, dan non-garam rakyat sebesar 453 ribu ton. Dengan demikian, target produksi tahun 2012 sebesar 1,32 juta ton telah terlampaui. Hal ini menjadi dasar tidak perlunya kita mengimpor lagi garam konsumsi. Ini merupakan bagian dari keberhasilan program Pengembangan Usaha Garam Rakyat.
Keempat, pengawasan perikanan pada 2012 menghadapi tantangan baru seiring keinginan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang ingin mengurangi peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pengawasan perikanan. KKP akan direduksi perannya terbatas pada aspek ekonomi semata. Sebenarnya KKP menjalankan peran dalam pengawasan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 31/2004 tentang Perikanan, yang direvisi menjadi UU No. 45/2009. Peran pengawasan KKP ini sebenarnya berdimensi ekonomi karena berupaya menyelamatkan potensi kerugian akibat praktek perikanan ilegal. Namun, bila benar-benar dijalankan, rencana ini dapat berbahaya bagi upaya penanggulangan perikanan ilegal.
Agenda 2013
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja pada tahun 2013 nanti pada aspek-aspek tersebut. Pertama, peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudi-daya ikan dilakukan melalui program subsidi yang efektif dan adaptif. Modernisasi perikanan melalui bantuan 1.000 kapal bisa lebih efektif dengan meningkatkan daya adaptasi nelayan terhadap armada baru. Apa yang dilakukan pemerintah dengan merevisi ukuran kapal diharapkan dapat mempermudah nelayan untuk beradaptasi. Meski banyak hal harus dibenahi terkait dengan manajemen proyek perencanaan maupun pengadaan kapal-kapal tersebut. 
Mengendalikan impor juga akan berdampak pada kesejahteraan. Yang diperlukan adalah kuatnya pengawasan terhadap produk impor supaya tidak mengganggu pasar nelayan lokal. Juga, memfasilitasi nelayan dengan sistem informasi yang adaptif dan efektif, sehingga nelayan tahu kapan dan di mana harus menangkap ikan di era perubahan iklim ini. Serta, bagi pembudi-daya ikan, perlu dikembangkan gerakan kemandirian pakan karena ini merupakan komponen terbesar dalam produksi budidaya. Kedua, peningkatan kualitas penanganan pasca-tangkap sangat penting untuk mutu ikan. Juga kualitas air pelabuhan serta unit pengolahan ikan harus ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas ikan yang akan diekspor, sehingga mengurangi jumlah kasus penolakan ikan, baik oleh Uni Eropa maupun Amerika Serikat. Pada saat yang sama, diversifikasi pasar ekspor ke Afrika, Timur Tengah, Cina, dan Rusia perlu diperkuat supaya tidak bergantung pada pasar Jepang, Uni Eropa, dan Amerika serikat. Pada akhirnya, target ekspor 2013 sebanyak US$ 5 miliar bisa tercapai. 
Ketiga, meski swasembada garam-konsumsi sudah tercapai, upaya ekstensifikasi dan intensifikasi produksi garam harus dilakukan, sehingga perlu didesain peta jalan bagaimana dan kapan swasembada garam-industri bisa tercapai juga. Sekaligus menghapus ironi sebagai bangsa bahari yang importir garam. 
Keempat, harus diapresiasi pada 2012 pemerintah sudah melakukan registrasi atau verifikasi ulang terhadap kapal-kapal ikan. Nah, pada 2013, data hasil registrasi ulang ini sangat baik untuk melihat sejauh mana kapal-kapal ikan yang sudah memiliki izin itu beroperasi sebagaimana mestinya. Ini menjadi bahan penting bagi kegiatan pengawasan perikanan. Meski ada rencana untuk mengurangi peran KKP dalam pengawasan, sebaiknya tetap bekerja seperti semula selama UU No. 45/2009 belum diamendemen.
Masih banyak hal yang harus dilihat untuk mencatat sektor KP pada 2012. Namun empat aspek ekonomi di atas dapat menjadi acuan minimal untuk melihat kemajuan sektor KP dan prospeknya pada 2013. Semoga kemajuan ini terus menggelinding seperti bola salju, sehingga sektor KP benar-benar memakmurkan dan mensejahterakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar