Sabtu, 29 Desember 2012

Prospek Ekonomi Nasional


Prospek Ekonomi Nasional
Pande Radja Silalahi ;  Pengamat Ekonomi CSIS
SUARA KARYA, 26 Desember 2012



Menjelang akhir tahun 2012 ini terjadi perkembangan sangat menarik. Perekonomian dunia dan negara-negara maju, termasuk negara-negara Eropa, diperkirakan berkembang tidak seburuk perkiraan beberapa bulan lalu. Perekonomian dunia diperkirakan tumbuh 3,6 persen pada tahun 2013. Di dalamnya, ekonomi negara maju tumbuh lebih cepat dari 1,3 persen pada tahun 2012 menjadi 1,5 persen pada tahun 2013.
Pertumbuhan negara industri baru di Asia akan meningkat dari 2,1 persen pada tahun 2012 menjadi 3,6 persen pada tahun 2013. Sedangkan negara-negara Euro Area diperkirakan mencatat pertumbuhan negatif, yaitu -0,4 persen pada tahun 2012 dan diperkirakan mengalami pertumbuhan positif sekitar 0,2 persen pada 2013. Sayangnya, beberapa negara mitra utama ekonomi Indonesia, misalnya AS dan Jepang, akan mengalami pertumbuhan melambat walau dalam bilangan kecil.
Beberapa lembaga ekonomi di forum internasional, seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), juga Bank Pembangunan Asia (ADB), memperkirakan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi relatif tinggi pada tahun 2013. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tahun depan tumbuh 6,3 persen, sementara IMF menyebut angka 6,3 persen, dan ADB 6,6 persen.
Pemerintah dan Bank Indonesia ternyata lebih optimistis daripada lembaga-lembaga internasional itu. Pemerintah Indonesia (Kementerian Keuangan) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional 6,8 persen dan Bank Indonesia 6,3 hingga 6,7 persen.
Mengkaji perkembangan berbagai hal yang berpengaruh seperti keadaan perbankan, perkembangan investasi asing langsung (FDI), kemampuan berinvestasi, konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, perdagangan internasional dan domestik Indonesia, serta kewajiban utang, dapat dikatakan bahwa sangat terbuka kemungkinan bagi Indonesia untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, asal saja berbagai hal dan faktor ditangani secara terarah untuk mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Sementara itu, sudah sering dikemukakan dan didiskusikan bahwa keadaan infrastruktur ekonomi telah dan akan menjadi kendala bagi penciptaan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan lebih merata. Keadaan dan jaringan jalan yang kurang memadai dan baik dalam perputarannya menyebabkan biaya transportasi menjadi mahal dan sampai tingkat tertentu telah mempersulit arus barang dan jasa bergerak dari pedesaan ke pusat-pusat pasar.
Mungkin sudah saatnya sekarang mengkaji secara serius apakah tidak lebih efisien dan efektif manakala pembangunan dan pemeliharaan jalan diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Ketidaktersediaan listrik dalam jumlah dan harga yang terjadi saat ini menjadikan para investor merasa ragu menanamkan modalnya di daerah tertentu di Indonesia. Kebijakan harga energi di Indonesia masih lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan perasaan ketimbang pertimbangan rationale ekonomi.
Berbagai negara (hampir semua negara ASEAN) secara bertujuan menerapkan harga listrik yang berbeda kepada konsumennya. Harga untuk bisnis ditetapkan lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga yang dibebankan kepada konsumen rumah tangga. Tarif untuk konsumen rumah tangga bersifat progresif sesuai dengan besaran konsumsi nyata dan bukan pada besaran kapasitas yang dapat digunakan. Tetapi Indonesia aneh sendiri, harga konsumen rumah tangga lebih murah dari harga untuk bisnis sehingga kebijakan harga tidak dapat mencapai sasarannya dan usaha penghematan tetap sulit dilaksanakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar