Sabtu, 26 Januari 2013

Kaya, Jujur, Tidak Korupsi


Kaya, Jujur, Tidak Korupsi
Adi Ekopriyono ;  Direktur Eksekutif Budi Santoso Foundation
SUARA MERDEKA, 26 Januari 2013



CUKUP menarik, hasil jajak pendapat pemilihan gubernur Jateng yang dua kali dilakukan oleh Research and Development (R&D) Suara Merdeka. Di sela-sela jawaban serius, pada jajak pendapat kedua terselip jawaban yang berkesan sembarangan namun logis: ’’kaya, jujur, tidak korupsi.” Pernyataan itu menjawab pertanyaan, ’’Menurut Anda, apakah latar belakang gubernur yang ideal untuk Jawa Tengah?’’ 

Jawaban itu justru muncul dari hati yang dalam, dan ilmu marketing menyebutnya insight,  ’’jeritan hati’’ terhadap realitas yang dihadapi. Kita memang membutuhkan pemimpin yang memenuhi kriteria tersebut. 

Hasil lain yang tak kalah menarik, 24,44% responden ternyata mengharapkan latar belakang gubernur mendatang adalah birokrat/ pemerintahan (SM, 22/01/13). Menarik, karena jawaban itu dilontarkan justru di tengah kemerebakan pemberitaan pejabat publik tersangkut kasus korupsi. 

Secara harfiah, jawaban itu mencerminkan belum begitu berpengaruhnya kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat publik terhadap harapan masyarakat mengenai figur cagub dari kalangan pemerintahan. Kita bisa menafsirkan sebagai angin segar bagi birokrat yang akan mencalonkan diri. 

Latar belakang polisi/ militer menempati posisi kedua, dipilih oleh 20,18% responden, disusul pengusaha 19,06%, politikus/ wakil rakyat 14,13%. Kaum agamawan hanya mendapat 7,04% dan guru 6,5%. 

Sekilas jawaban tersebut menggambarkan masyarakat Jateng menginginkan gubernur mendatang adalah orang yang cukup berpengalaman dalam pemerintahan, tegas, berani mengambil keputusan, tapi harus kaya, jujur, dan tidak korupsi. Birokrat saja belum cukup, kaya saja belum cukup, karena yang juga penting adalah jujur dan tidak korupsi. 

Dua kriteria terakhir tersebut hal yang tidak ringan. Jujur dan tidak korupsi adalah dua hal yang pada zaman sekarang sulit ditemui. Itu sebabnya, untuk cagub dan cawagub, kalau ingin terpilih, bangunlah personal brand sebagai orang yang sungguh-sungguh jujur dan tidak korupsi. Tapi ingat, branding itu harus benar-benar teraplikasi dalam praktik kepemimpinan.  

Masalah yang berkaitan dengan pengelolaan SDM, menurut responden, merupakan persoalan paling urgen. Hal itu meliputi penyediaan lapangan kerja, pendidikan berkualitas yang terjangkau, rasa aman, dan kesehatan yang murah (SM, 08/01/12). Apa artinya? Tantangan ke depan masih berkisar pada persoalan pengangguran dan kemiskinan. 

Kebutuhan akan lapangan kerja adalah potret masih banyak warga belum memperoleh pekerjaan yang layak. Kebutuhan terhadap biaya pendidikan dan kesehatan yang terjangkau adalah cermin dari kondisi perekonomian masyarakat yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan rasa aman masih terkait dengan pengangguran dan kemiskinan karena dua hal itu berpengaruh pada kondisi keamanan masyarakat, baik moral maupun material. 

Tuntutan itu wajar mengingat tingkat pengangguran di Jateng cukup memprihatinkan. Pada pertengahan 2012 tercatat sekitar 10 juta orang tidak memiliki pekerjaan. Menurut Berita Resmi Statistik (2 Juli 2012), jumlah penduduk miskin di Jateng pada Maret 2012 tercatat 4,977 juta orang, 15,34% dari jumlah penduduk. Jumlah itu memang lebih sedikit 130 ribu orang dibanding pada Maret 2011, namun tetap menuntut perhatian serius.

Ramah Investasi

Pengangguran dan kemiskinan merupakan mata rantai kait-mengait. Itu sebabnya, diperlukan langkah memutus mata rantai tersebut. Salah satu langkah yang dapat dipilih adalah mengembangkan dinamika usaha sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi, yang berdampak ganda pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 

Semua itu terwujud kalau iklim investasi kondusif sehingga investor berduyun-duyun menanamkan modal di Jateng. Hal itu juga terwujud kalau kinerja pemerintah benar-benar mendorong ketercapaian iklim investasi yang baik. Caranya? Antara lain penyusunan regulasi ramah investasi, mengeliminasi biaya tidak resmi dalam pengembangan dunia usaha, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan koordinasi antarpengelola pemerintahan, serta antara pengelola pemerintahan dan sektor swasta. 

Di sinilah diperlukan gubernur yang tak hanya pandai memerintah, tapi juga pintar berkomunikasi. Dia bukan pangreh praja melainkan pamong praja; yang dapat ngemong rakyat.

Dalam konteks itulah, hasil serangkaian survei yang dilakukan Budi Santoso Foundation (BSF), Bank Indonesia Semarang, Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD), dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, serta GIZ (lembaga kerja sama teknis Indonesia Jerman) relevan.  

Survei Iklim Usaha 2007, Survei Daya Saing Daerah 2010, Survei Snapshot 2011, dan Survei Investasi 2012, menunjukkan tiga tantangan Jateng ke depan adalah: kinerja investasi, infrastruktur, dan kinerja pemerintah. 

Jadi, kalau kita merujuk hasil dua kali jajak pendapat Suara Merdeka tentang gubernur Jateng 2013-2018, harapan masyarakat adalah seseorang yang berpengalaman, tegas, kaya, jujur, tidak korupsi. 

Dikaitkan dengan hasil survei itu, gubernur diharapkan mampu meningkatkan kinerja investasi agar lapangan kerja meluas dan jumlah pengangguran menurun. Selain itu, mampu membenahi infrastruktur (fisik dan nonfisik) dan mereformasi birokrasi sehingga kinerja pemerintah meningkat, terutama pelayanan kepada masyarakat. Siapakah orang yang tepat untuk memenuhi harapan-harapan itu? Wallahu aílam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar