Selasa, 29 Januari 2013

Meraih Pemilih Pemula


Meraih Pemilih Pemula
Sonny Harry B Harmadi ;  Kepala Lembaga Demografi FEUI;
Ketua Umum Koalisi Kependudukan
KOMPAS, 29 Januari 2013



Karakteristik pemilih, termasuk pemilih pemula (first-time voter), merupakan salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan oleh parpol dalam meraih suara pada Pemilu 2014 mendatang.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dalam Pasal 1 disebutkan, pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah/pernah kawin. Dari hasil proyeksi penduduk umur tunggal oleh Lembaga Demografi FEUI dengan menggunakan basis data Sensus Penduduk 2010 (BPS), diperkirakan terdapat sekitar 22 juta pemilih yang akan memiliki hak pilih untuk pertama kalinya dalam Pemilu 2014.
Jumlah tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pemilih pemula di 2014 akan berusia antara 17 dan 21 tahun. Angka ini tentunya cukup besar, atau hampir 13 persen dari penduduk yang akan memiliki hak pilih. Jumlah ini juga akan lebih besar jika kita mengasumsikan bahwa pemilih pemula berusia antara 17 dan 23 tahun. Pada 2014 jumlah kelompok umur tersebut diproyeksikan 30,2 juta orang atau 17 persen dari proyeksi penduduk yang memiliki hak pilih. Sekadar perbandingan, angka pemilih pemula ini lebih besar dibandingkan Pemilu 2004 (sekitar 27 juta), tetapi lebih rendah dibandingkan Pemilu 2009 (sekitar 36 juta).
Siapa Saja Mereka?
Diperkirakan sekitar 54 persen pemilih pemula tinggal di perkotaan dan sisanya di pedesaan. Komposisi jenis kelamin relatif seimbang, dengan pemilih pemula laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan. Dengan mengasumsikan kondisi 2010 tak beda jauh dengan 2014, diperkirakan sekitar 64 persen pemilih pemula tinggal dengan orangtua. Artinya, sebagian besar mereka memiliki interaksi cukup intensif dengan orangtuanya. Hampir 70 persen diperkirakan berstatus belum menikah. Sebanyak 25 persen berstatus pelajar/mahasiswa, sedangkan 41 persen lainnya pekerja.
Dalam demografi dikenal istilah cohort analysis untuk menganalisis sekelompok penduduk yang mengarungi hidup bersama-sama dalam suatu periode tertentu. Sekelompok penduduk yang lahir dalam periode waktu berdekatan cenderung memiliki perilaku dan cara pengambilan keputusan relatif mirip. Hal ini disebabkan cara berpikir terhadap suatu masalah atau keadaan sangat dipengaruhi kondisi lingkungan yang berlaku saat mereka tumbuh dan berkembang.
Jika diasumsikan pemilih pemula di 2014 berusia 17-23 tahun, maka kelompok ini lahir antara 1991 dan 1997. Kelompok ini dibesarkan di ”alam” demokrasi, dalam keluarga kecil (jumlah anak sedikit), dan berpendidikan relatif lebih baik dibandingkan orangtuanya. Mereka juga sudah mengenal teknologi maju (melek komputer), serta memperoleh banyak pengaruh dari televisi. Beberapa ahli demografi menyebut generasi ini connected kids.
Dengan tingkat pendidikan yang relatif baik serta akses informasi yang lebih mudah, pemilih pemula cenderung paham perkembangan politik di Indonesia saat ini. Mereka juga secara cerdas akan mampu menyikapi perkembangan politik yang ada serta mengambil keputusan dengan rasional. Pada 2045 mendatang, ketika Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan, kelompok pemilih pemula ini akan berada dalam usia ”keemasan”. Mereka akan berusia antara 48 dan 54 tahun. Sebagian dari mereka akan menjadi pemimpin bangsa ini.
Apa yang Perlu Dilakukan?
Kita tentu berharap pemilih pemula memiliki partisipasi tinggi dalam politik, khususnya pemilu. KPU punya peran penting dalam sosialisasi pemilu kepada kelompok ini. Adapun bagi parpol, masih tersedia waktu satu tahun lebih untuk memahami lebih baik tentang karakteristik pemilih pemula.
Seiring terus bertambahnya penduduk Indonesia secara cepat, pemilih pemula dihadapkan pada kenyataan harus menghadapi persaingan lebih berat dibandingkan generasi sebelumnya. Termasuk persaingan untuk memperoleh sekolah dengan kualitas baik, persaingan kerja, dan sebagainya. Isu penciptaan lapangan kerja dan pendidikan menjadi bahasan penting bagi kelompok pemilih pemula. Program pembangunan yang terkait dengan kepemudaan dan kesetaraan jender juga jadi topik yang akan diminati pemilih pemula.
Para calon anggota legislatif sebagai representasi dari pemilih tentunya harus memerhatikan isu-isu yang terkait kepentingan pemilih pemula. Hal yang sama berlaku bagi para kandidat presiden mendatang. Akses informasi dan komunikasi yang lebih baik saat ini akan digunakan para pemilih pemula untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya sebelum mengambil keputusan dalam memilih. Banyaknya isu di berbagai media massa terkait penegakan hukum akan mendapat porsi perhatian cukup besar dari mereka. Pemilih pemula juga cenderung independen dalam menetapkan pilihan. ●


Tidak ada komentar:

Posting Komentar