Kamis, 28 Februari 2013

Bank Indonesia dan Kemenkeu


Bank Indonesia dan Kemenkeu
Umar Juoro Ekonom Senior
REPUBLIKA, 25 Februari 2013


Berita mengejutkan terjadi dengan diusulkannya Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai calon gubernur Bank Indonesia (BI). Pada umumnya terdapat anggapan bahwa posisi menkeu lebih kuat dan tinggi dibandingkan gubernur BI. Dilihat dari tugasnya saja, tanggung jawab menkeu mencakup anggaran, pajak, bea cukai, dan perbendaharaan negara. Menkeu adalah menteri paling kuat di kabinet.

Sedangkan, tanggung jawab BI adalah terbatas pada kebijakan moneter, pengawasan perbankan, dan sistem pembayaran. Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengawasan perbankan akan berpindah ke OJK pada 2014. Menjadi ironis karena kekuatan Agus adalah pada perbankan yang jika ia menjadi gubernur BI, segera pengawasan perbankan pindah ke OJK.

Tampaknya, diusulkannya Agus menjadi gubernur BI merupakan upaya dari Presiden untuk mengubah kabinet dengan cara yang elegan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kelihatannya berusaha melakukan konsolidasi kabinet untuk mengoptimalkan kinerja pemerintah pada sisa masa jabatannya sekaligus menghadapi Pemilu 2014.

Bagi Agus, tidaklah mudah untuk meyakinkan DPR menyetujui usulan Presiden ini karena ia pernah ditolak sebagai calon gubernur BI empat tahun yang lalu. Jika DPR menyetujui Agus sebagai gubernur BI, ia harus meyakinkan jajaran staf BI akan kepemimpinannya di BI. Selanjutnya, juga mendapatkan kepercayaan dari pelaku ekonomi, khususnya pada sektor keuangan akan kredibilitasnya, yang semestinya tidak diragukan setelah menduduki jabatan menkeu.

Jika Agus kembali ditolak oleh DPR, akan terjadi ketidakpastian karena masa jabatan gubernur BI sekarang ini berakhir pada Mei 2013. Sementara itu, posisi deputi senior kosong, dan Deputi Bidang Moneter Hartadi Sarwono akan berakhir pada Juni 2013. Jika ini terjadi, akan ada ketidakpastian yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi.

Pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang akan menjadi menkeu? Kemungkinannya adalah Darmin Nasution yang mempunyai pengalaman panjang sebagai dirjen Pajak, dan dirjen Lembaga Keuangan atau Gita Wirajawan yang selama ini mendapatkan kepercayaan tinggi dari Presiden. Sebelumnya, Gita juga pernah dikabarkan akan menjadi menkeu.

Menarik untuk dicermati pada saat memasuki tahun politik yang begitu dinamis, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perubahan penting dalam dua posisi penting ekonomi, gubernur BI dan menkeu. Jika perubahan ini kredibel, akan meningkatkan kinerja dari kebijakan ekonomi. Namun, jika terjadi resistensi politik dari DPR, akan berakibat pada gangguan stabilitas ekonomi dan menurunkan kinerja.

Bagi BI, tantangan yang dihadapi adalah menstabilkan nilai rupiah yang mengalami tekanan karena neraca berjalan negatif. BI juga harus mempersiapkan transisi pengawasan perbankan ke OJK.

Sedangkan, tantangan Kemenkeu adalah mengatasi kesenjangan penerimaan pajak dari target, mengatasi defisit primer anggaran karena besarnya subsidi energi, dan bersama-sama dengan kementerian teknis membuat realisasi belanja modal dalam APBN menjadi efektif. Hal ini tentu saja tidak mudah pada saat banyak menteri ekonomi lebih berkonsentrasi pada politik karena mereka adalah ketua atau pejabat parpol.

Berkaitan dengan itu, penetapan gubernur BI dan menkeu harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan matang supaya tidak menciptakan ketidakpastian ekonomi yang mengganggu stabilitas dan kinerja perekonomian. Pada saat kita memasuki tahun politik yang sangat dinamis, semestinya paling tidak stabilitas ekonomi terjaga baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar