Kamis, 28 Februari 2013

Darurat Demokrat Jelang Pilgub


Darurat Demokrat Jelang Pilgub
Fahrul Muzaqqi Dosen di Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga
JAWA POS, 28 Februari 2013


KEKALAHAN quick count pasangan yang diusung Partai Demokrat (PD), Dede Yusuf-Lex Laksamana, dalam pemilihan gubernur (pigub) Jawa Barat sedikit banyak memperlihatkan bahwa partai ini memang sedang layu. Sebelumnya, kekalahan serupa terjadi di pilgub DKI. Selain dua daerah tersebut, Jawa Timur, yang sedang menyongsong pilgub 2013, merupakan daerah penting dalam barometer politik nasional (dalam pemilu 2009, PD urutan pertama di Jatim mengungguli PDIP dan PKB, Red). 

Analogi dalam istilah militer, ketika suatu wilayah sedang dalam keadaan terancam, status darurat perlu diberlakukan untuk segera diambil tindakan-tindakan cepat untuk menyelamatkannya. Begitu juga untuk PD menghadapi pilgub Jatim tahun ini.

Sangat kentara PD di Jatim sedang melemah. Di antara semua kabupaten/kota di Jawa Timur, hanya di Pacitan PD mampu memenangi dukungan dalam pilkada. Selebihnya, partai ini hanya mampu membonceng partai lain sebagai pasangan wakil bupati/wali kota, yakni di Blitar, Malang, dan Lamongan.

Padahal, pilkada dan pilgub merupakan momentum konsolidasi partai politik untuk barometer nasional. Di sisi lain, Jatim tidak dapat diabaikan sebagai salah satu episentrum. Ibarat gempa, episentrum itu nanti turut menentukan besar kecilnya jangkauan gempa yang terjadi.

Namun, kondisi PD yang hanya mampu menguasai sedikit kabupaten/kota di Jatim itu agak terselamatkan manakala melihat calon yang diusung dalam pilgub masih menempatkan pasangan incumbent Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa). Setidaknya pasangan ini telah memiliki start yang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan pasangan lain karena masyarakat Jatim tentu sudah mengenal sosok keduanya sebagai gubernur dan wakil gubernur berikut sejumlah prestasi yang ditorehkan.

Ketokohan memang lebih penting selain menggantungkan kepada mesin partai sebagaimana terjadi di pilgub Jabar. Calon PKS (Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar) menang dalam hitung cepat di tengah serudukan kasus sapi yang menimpa Lutfi Hasan Ishaaq semasa menjadi presiden PKS. 

Pertanyaan menggelitik berikutnya untuk PD adalah, apakah pasangan itu dapat menjamin stabilitas dukungan dalam pilgub Jatim di tengah kondisi PD yang sedang ditempa bertubi-tubi prahara. Saat pilgub sebelumnya, kondisi PD relatif bagus jika dibandingkan dengan saat ini setidaknya terlihat dari jajaran pengurus -baik pusat maupun daerah- yang terkonsolidasi dengan rapi. Dalam kondisi partai yang prima, pasangan Karsa dapat dengan leluasa melakukan konsolidasi internal maupun eksternal untuk meraih dukungan pemilih.

Akan tetapi, dalam kondisi partai yang prima sekalipun, pasangan Karsa masih kesulitan memenangi raihan suara secara mutlak. Pilgub Jatim 2008 berlangsung dalam dua putaran ditambah satu kali pemilihan ulang di beberapa tempat di Madura setelah sengketa pilgub di Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, PD tidak bisa mengabaikan begitu saja pentingnya konsolidasi internal maupun eksternal menghadapi pilgup walaupun tetap mengusung incumbent.

Langkah Darurat Internal 

Setali tiga uang, pekerjaan rumah yang tidak main-main beratnya menghadang PD menjelang pilgub Jatim. Pekerjaan rumah dimaksud ialah mengonsolidasikan kondisi internal PD sembari merangkul dukungan-dukungan dari luar. Kondisi internal itu tidak dapat dilepaskan dari kondusivitas kepengurusan di tingkat pusat yang belakangan sedang ditempa tsunami politik. Konflik internal di kepengurusan pusat itu tentu sedikit banyak berpengaruh terhadap kepengurusan partai di level Jatim atau sekurang-kurangnya bagi citra PD di mata masyarakat pendukungnya.

Tidak berhenti di situ. Kondisi internal PD di Jawa Timur juga sedang mengalami prahara politik. Hal itu terjadi pada pemecatan dua orang kader PD yang sedang menjabat Ketua DRPD Surabaya Wishnu Wardhana dan Ketua Badan Kehormatan DPRD Surabaya Agus Santoso yang kini masih alot. Sebagaimana ungkapan populer bahwa perang saudara lebih berdarah daripada perang biasa, pemecatan dua orang kader PD tersebut hingga kini belum menemukan titik solusi. 

Dua sosok itu masih ngotot bahwa posisinya sebagai kader PD maupun sebagai wakil rakyat Kota Surabaya tidak bisa digoyahkan oleh induk partai. Lebih jauh, pemecatan dua orang tersebut bahkan melebar kepada pernyataan-pernyataan kontraproduktif sebagai ungkapan kekecewaan dari keduanya terhadap Ketua DPD PD Jatim Soekarwo yang tidak lain adalah calon gubernur incumbent yang diusung PD. 

Melihat kondisi internal yang serbasulit tersebut, langkah darurat internal kiranya diperlukan. Konflik internal, baik di level pusat maupun daerah, hendaknya secepatnya diselesaikan dengan tegas dan terukur. Hal itu terkait dengan pertimbangan waktu yang mendekati pilgub Jatim, bahkan lebih jauh lagi Pemilu 2014. 

Kalaupun di level pusat masih kesulitan mencari solusi, setidaknya konflik tersebut tidak melebar ke daerah. Konflik yang berlarut-larut jelas akan menguras tenaga dan biaya yang seharusnya lebih difokuskan untuk menyambut perhelatan pilgub. 

Jangan sampai terjadi, alih-alih mempersiapkan secara matang pertarungan di pilgub, jajaran pengurus PD malah kehabisan energi untuk menyelesaikan konflik internal. Sementara calon-calon yang lain sedang bergerilya mengonsolidasikan diri untuk mengambil alih kursi Jatim 1. Alhasil, masyarakat Jatim akan terus mengawasi calon-calon maupun partai-partai yang nanti bertempur dalam Pigub Jawa Timur 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar