Rabu, 27 Februari 2013

Hukum dan Pasar Berkeadilan


Hukum dan Pasar Berkeadilan
Bambang Soesatyo  Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia/
Presidium Kahmi Pusat 2012-2017
SINDO, 26 Februari 2013


Awal 2013 sarat heboh, tapi juga menyesakkan. Dua nama besar dari panggung politik nasional harus menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Selama Januari– Februari 2013 ruang publik silih berganti dijejali oleh serangkaian letupan peristiwa politik yang dipicu langkah penegak hukum melanjutkan perang terhadap korupsi. Kinerja KPK patut diapresiasi dan didukung. Dalam konteks penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, apa yang terjadi sepanjang Januari–Februari 2013 cukup produktif. 

Namun, dalam konteks ekonomi rakyat kebanyakan, dua bulan yang sarat heboh itu sama sekali tidak menyelesaikan persoalan mereka.Ketika para ahli hukum dan politisi menggelar debat tentang politik dan pemberantasan korupsi, jutaan ibu rumah tangga sedang berkeluh kesah karena harga aneka kebutuhan pokok terus merangkak naik. 

Harga daging bahkan sudah sulit dijangkau keluarga kebanyakan. Nyaris tak ada elite yang peduli dengan kecenderungan itu. Barulah ketika terungkap praktik suap dalam impor daging sapi, persoalan ekonomi rakyat mulai mendapatkan sedikit perhatian. Beberapa kalangan mulai mencari tahu sebab musabab tingginya harga daging sapi. Dari upaya itu, muncullah dugaan ada praktik kartel dalam pelaksanaan impor daging sapi. 

Pada Juli 2012 warga kebanyakan juga dibuat gelisah akibat kelangkaan dan tingginya harga kedelai.Belakangan diketahui bahwa kelangkaan itu disebabkan ulah kartel. Harga kedelai yang begitu mahal saat itu menyebabkan produsen tahu-tempe mogok produksi. Berarti, dalam rentang waktu sekitar enam bulan terakhir sudah dua kali rakyat kebanyakan teraniaya; oleh kartel kedelai dan oleh kartel daging sapi. 

Persoalan yang nyaris sama akan berulang ketika masyarakat mulai melakukan persiapan menyongsong hari raya keagamaan, khususnya menjelang dan selama bulan suci Ramadan hingga Lebaran. Harga aneka kebutuhan pokok akan melonjak dengan lompatan yang seringkali sangat tidak wajar.Untuk membangun pengertian masyarakat, regulator atau institusi pemerintah akan muncul dengan beragam alasan. Padahal, di balik semua itu terkandung kepentingan oknum regulator dan para pengusaha anggota kartel. 

Selama ini praktik dan peran kartel di balik pengelolaan aneka kebutuhan pokok rakyat lolos dari perhatian penegak hukum. Padahal, kartel terbentuk karena oknum pemerintah atau regulator berperilaku korup.Selalu ada kartel untuk setiap komoditas kebutuhan rakyat. Ada kartel beras, kartel gula, kartel daging, kartel migas, hingga kartel kedelai. 

Bekerja sama dengan oknum di kementerian, anggota kartel dalam praktiknya sering menunggangi masalah ketidakseimbangan permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran itu bahkan tak jarang merupakan hasil rekayasa kartel dengan oknum kementerian.? 

Melindungi Rakyat 

Praktik kartel di Indonesia terbilang marak karena sistem hukum yang berlaku sekarang belum mampu menangkal praktik ini. Kelompok yang terbukti mempraktikkan kartel hanya didenda maksimal Rp25 miliar, sementara keuntungan yang diperoleh sudah mencapai ratusan miliar bahkan triliunan rupiah. Walaupun sulit dicegah, pemerintah dan institusi penegak hukum selayaknya all out mengeliminasi praktik kartel dalam pengelolaan aneka kebutuhan pokok rakyat. 

Setelah kedelai dan kini persoalan daging sapi, entah gejolak harga apa lagi yang akan terjadi pada waktu mendatang. Namun, bisa dipastikan bahwa gejolak harga kebutuhan pokok akan terjadi jelang Ramadhan. Padahal, hampir semua komoditas kebutuhan pokok rakyat berada dalam kendali pemerintah. Artinya, pemerintah yang paling tahu tentang keseimbangan antara permintaan dan penawaran atas semua komoditas kebutuhan pokok rakyat. 

Untuk menutupi kekurangan produksi di dalam negeri, pemerintah pula yang paling paham kapan waktunya merealisasikan impor komoditas tertentu dan besaran volume impornya. Dengan demikian, kemampuan pemerintah mencegah praktik kartel dalam mengelola keseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditas kebutuhan pokok rakyat sangat memadai alias tidak sulit-sulit amat.

Persoalannya, adakah moral untuk peduli pada kepentingan dan kenyamanan rakyat kebanyakan? Mengeliminasi praktik kartel adalah tindakan nyata melindungi rakyat sebagai konsumen. Masyarakat sudah berkalikali dihadapkan pada gejolak harga aneka kebutuhan pokok yang biasanya didahului dengan kasus kelangkaan komoditas tertentu. 

Kini sudah tercium ada praktik kartel di balik serangkaian gejolak harga itu. Belajar dari serangkaian pengalaman buruk itu, cukup alasan bagi KPK untuk menyelidiki peran oknum pemerintah yang membuka akses bagi keterlibatan kartel dalam pengelolaan kebutuhan pokok rakyat. Kementerian Perdagangan sebagai regulator tata niaga impor harus terbuka untuk bekerja sama dengan KPK. Bagaimanapun pemberian kuasa impor kedelai kepada segelintir orang misalnya tidak bisa dilepaskan dari peran oknum pemerintah. 

Kepada siapa saja izin impor kedelai diberikan hanya ditentukan oleh pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan. Padahal dalam kasus kelangkaan kedelai ini pada Juli 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat mengeluarkan ancaman dan perintah kepada penegak hukum untuk menindak praktik kartel dalam impor kedelai. Namun, penyelidikan terhadap praktik kartel dalam impor kedelai tampaknya tak pernah dilakukan karena isu tentang kartel kedelai lenyap begitu saja hingga kini. 

Karena itu, menjadi langkah yang sangat strategis jika KPK mulai mendalami dan membongkar praktik kartel dalam pengelolaan aneka kebutuhan pokok rakyat. Terkuaknya kasus dugaan suap dalam pembagian jatah kuota impor daging sapi seharusnya dijadikan momentum sekaligus entry point bagi KPK untuk mulai membongkar praktik kartel yang “dipelihara” oleh beberapa kementerian. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar