Selasa, 26 Maret 2013

Menangkal Penggelapan Aset Century


Menangkal Penggelapan Aset Century
Bambang Soesatyo  ;  Anggota Tim Pengawas
Penyelesaian Kasus Bank Century DPR RI
MEDIA INDONESIA, 26 Maret 2013



DALAM mencegah penggelapan aset eks Bank Century, Tim Pengawas DPR untuk proses hukum kasus Bank Century terpaksa ikut memburu aset-aset bank itu di dalam negeri. Inisiatif tersebut diambil timwas dengan tujuan meningkatkan kinerja perburuan aset yang berceceran di sejumlah tempat.

Faktor lain yang ikut mendorong inisiatif itu ialah minim nya kepedulian pemerintah. Sejauh ini, pemerintah hanya fokus memburu aset di luar negeri, khususnya di Hong Kong dan Swiss. Sebaliknya, pemerintah belum berbuat maksimal untuk merampas aset eks Bank Century di dalam negeri.

Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 9/2012, yang menugasi Menkum dan HAM, Mensesneg, Menkeu, dan Jaksa Agung untuk menangani pengembalian aset hasil tindak pidana PT Bank Century Tbk. Sebagaimana terlihat belakangan ini, tim yang dibentuk dari perpres tersebut lebih fokus pada aset yang dibekukan perbankan Swiss dan Hong Kong.

Perburuan di Swiss bahkan sempat berantakan karena akses duta besar dan staf Kedubes RI di Swiss diputus tim pemburu aset yang dikomandoi Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Selain itu, pekerjaan tim menjadi makin tidak jelas karena pemerintah menggunakan jasa ICAR (International Centre for Asset Recovery). Karena status aset-aset itu dibekukan, otomatis tidak bisa dialihkan dengan cara apa pun. Karena itu, diupayakanlah mutual legal assistance (MLA). Mekanisme MLA memungkinkan pihak berwenang Indonesia dengan Hong Kong dan Swiss saling membantu.

Nilai aset eks Bank Century di Swiss mencapai US$156 juta (setara Rp1,5 triliun), tercatat sebagai milik mantan Komisaris Utama Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi di Bank Dresdner, kini LGT Bank. Karena menghadapi gugatan perdata, dana itu masuk pengawasan pengadilan Zurich. Berkat kerja sama tim yang dipimpin Wakil Jaksa Agung Darmono dan Kedubes RI di Swiss, proses pengembalian aset itu sudah mencapai tahap MLA. Namun, pihak berwenang Swiss mementahkan MLA tersebut karena Kedubes RI tidak lagi aktif melakukan pendekatan dan koordinasi.

Sementara itu, nilai aset Bank Century di Hong Kong mencapai Rp86 miliar dalam bentuk uang tunai dan surat-surat berharga senilai Rp3,5 triliun. Aset itu tersimpan di sejumlah bank dalam beberapa rekening, antara lain di Standard Chartered Bank dan Ing Bank Arlington Assets Investment. Oleh karena keterbatasan akses, Timwas DPR untuk kasus itu hanya bisa memonitor progres pekerjaan tim pemburu aset. Untuk alasan itulah Timwas DPR belum lama ini memanggil Duta Besar RI untuk Swiss Djoko Susilo. Penjelasan Dubes Djoko memberi tambahan informasi yang strategis, seperti penggantian ketua tim dari Darmono ke Denny dan pemutusan akses dubes serta para staf Kedubes RI Swiss atas penanganan masalah itu.

Hingga kini, belum jelas benar apa motif Denny memutus akses Kedubes RI di Swiss. Dia sempat mengatakan MLA dengan pihak berwenang Swiss menjadi urusan kementerian hukum kedua negara. Kalaupun benar, tidak berarti peran strategis Kedubes RI di Swiss boleh dihilangkan begitu saja. Swiss hanya tahu Kedubes RI di negeri itu sebagai wakil pemerintah RI, bukan sosok Denny atau tim pemburu aset yang dikomandaninya.

Perlakuan Denny terhadap Kedubes RI di Swiss itu tidak hanya janggal, tetapi juga mela hirkan curiga karena melibatkan dana triliunan rupiah. Apa yang ingin ditutup-tutupi sehingga wakil resmi pemerintah RI pun tidak boleh tahu tahap dan proses perburuan aset di Swiss? Kesimpulan sementara dari rapat dengar pendapat umum (RDPU) timwas dengan pendiri Ancora Group Gita Wirjawan dan PT Graha Nusa Utama (GNU) serta pihak terkait lainnya, terindikasi adanya upaya penggelapan aset eks Bank Century dengan berbagai modus, utamanya pengalihan hak atau pemilikan.

Polri Produktif

Itulah alasan utama Timwas DPR memberi tambahan tugas kepada tim kecil untuk ikut memburu aset-aset di dalam negeri. Apalagi, fakta juga menunjukkan perburuan aset oleh tim pemerintah belum menghasilkan apa pun kendati sudah menghabiskan anggaran belasan miliar rupiah. Khusus untuk aset di dalam negeri, pihak berwenang semestinya sudah memiliki cukup alasan untuk menyi ta lahan seluas 22 hektare milik Yayasan Fatmawati di kawasan Cilandak, Ja karta Selatan, yang nilai nya kini mencapai plus minus Rp2 triliun.

Lahan itu semula dibeli PT GNU dengan harga hanya Rp65 miliar dari Yayasan Fatmawati. PT GNU kemudian menjual mayori tas saham dan aset mereka ke Ancora Land. Lahan itu otomatis dikuasai Ancora. Namun, persoalannya menjadi lain karena PT GNU sudah disangka terlibat dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dana PT Antaboga Delta Securitas (ADS) di Bank Century.
Jika dibandingkan dengan tim pemburu aset di luar negeri, langkah Polri jauh lebih produktif. Sekadar menyegarkan ingatan, pada Februari 2010, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji mengatakan kepada Komisi XI DPR, Robert Tantular berusaha menguasai tanah di daerah Fatmawati. Tanah itu memang bukan atas nama Robert, tetapi penyelidikan polisi membuktikan adanya aliran dana dari Robert untuk pembelian tanah itu. Saat itu, tanah tersebut belum disita polisi.

GNU dipimpin Totok Kuncoro, terpidana kasus perbankan dan pencucian uang. Dia, ternyata, juga pemegang saham PT Antaboga Delta Securitas dan PT Tirtamas Nusa Surya (TNS), yang berafiliasi dengan Bank Century. Hasil penyelidikan polisi menyebutkan Totok meng gelapkan dana nasabah ADS yang sebelumnya ditempatkan di Bank Century. Melalui PT TNS, Totok disangka menjual atau menggelapkan aset yang diagunkan.

Seperti itulah modus penggelapan aset-aset yang masih terkait dengan eks Bank Century. Masih ada sejumlah aset lain yang telah disita polisi. Misalnya, kasus uang tunai Rp20 miliar yang telah dijadikan barang bukti keterlibatan RM Johanes Sarwono, Septanus Faruk, dan Umar Muchsin dalam kasus pencucian uang Bank Century.

Polisi juga telah menyita Mal Serpong Plaza karena para pemiliknya, yakni Robert Tantular, Hartawan Alwy, dan Anton Tantular, terlibat tindak pidana pencucian uang. Penyitaan mal itu dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Tangerang Maret 2009 dan putusan Mahkamah Agung April 2012. Robert dkk dituduh mengambil dana dari ADS lebih dari Rp300 miliar yang kemudian ditempatkan pada PT Sinar Central Rejeki untuk membangun Mal Serpong dan membeli sejumlah aset lainnya. Selain menyita mal di Serpong, polisi telah menyita areal tanah di Citayam, Bogor, seluas 100 hektare.

Bukan hanya Mal Serpong, Robert pun diketahui memiliki saham 75% pada sebuah pusat belanja di Pamulang. Dia juga memiliki perusahaan farmasi dan sebuah rumah sakit di Surabaya. Polisi juga telah menyita sebuah apartemen dan sebuah perusahaan sekuritas milik Robert. Perusahaan sekuritas itu menerima modal dari Bank Century sebesar Rp100 miliar.

Jika bisa dikembalikan kepada negara, semua aset itu-baik yang di dalam negeri maupun di Hong Kong dan Swiss--bisa dimanfaatkan untuk menutup kerugian para nasabah Bank Century dan tentu saja memperkecil kerugian negara dari bailout bank tersebut.  ●

1 komentar:



  1. 1. Bismillahir Rahmanir Rahim.

    Salam wa rahmah

    Tajuk: Dialog Muslim

    Apa salahnya jika kalian membacanya kerana kalian bukan semestinya mengamalkan apa yang kalian tahu!

    https://drive.google.com/file/d/1vBIZzkM_kGGQDGEtLUiYKH5GEMrKabmO/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/1sj7PbSeMVQnbcUGNf9C4PbK2fxNOQWYs/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/1UErq2AchNYCLWCWTR2Ay_VTY_cgtVH07/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/1yiHoydNprAnPuJaSfqdLXH-P1KSWbN6X/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/10GQ_ZKrtxKb_EPRYV6DC9KJ9XPu7NDsW/view?usp=drivesdk

    Terima kasih was Salam.

    BalasHapus