Selasa, 30 April 2013

Kapan Harga BBM Naik?


Kapan Harga BBM Naik?
Hendri Saparini  ;  Ekonom Econit
SUARA KARYA, 29 April 2013

  
Masyarakat saat ini bingung dengan sikap pemerintah yang terkesan bingung sendiri dengan lontaran kebijakan dua harga untuk harga BBM. Ternyata, kebijakan itu menimbulkan pro-kontra bahkan cenderung publik menolak. Padahal, sebelumnya pemerintah tampak sangat percaya diri untuk menerapkan dua harga BBM. Dari sisi landasan legal, karena UU No 19 Tahun 2012 tentang APBN 2013 membolehkan pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun ini.

Pemerintah mungkin bingung dan ragu karena secara momentum, kondisi makroekonomi ternyata kurang pas. Pada awalnya Bank Indonesia (BI) memang memprediksi tingkat inflasi akan bersahabat hingga April 2013. Tetapi, tidak dinyana, inflasi pada awal tahun ini sudah sangat tinggi akibat kenaikan harga bahan makanan. Inflasi kumulatif hingga Maret 2013 telah mencapai 1,7 persen dari 4,9 persen yang ditargetkan pemerintah.

Pada kesempatan lain, pemerintah kembali yakin bahwa inilah "waktu tepat" untuk menaikkan harga BBM setelah pemerintah berkomunikasi dengan dunia usaha. Bagi pengusaha, kenaikan harga BBM memang tidak akan pernah bermasalah selama dapat mentransformasi beban kepada pihak lain. Menaikkan harga jual produk adalah langkah yang dapat dilakukan oleh pengusaha untuk memindahkan beban kepada pembeli.

Persetujuan pengusaha tentu bukan tanpa syarat. Pengusaha yakin, pemerintah memiliki dana penghematan yang besar sehingga pengusaha meminta jaminan penggunaan dana itu untuk membangun infrastruktur. Tentu bagi mereka, lebih baik harga BBM naik meski daya beli pasar terganggu, tetapi akan ada pembangunan infrastruktur masif yang akan menurunkan biaya produksi jangka panjang. Proposal itu tetap diajukan meski dunia usaha masih ingat bahwa kenaikan harga BBM 2005 dan 2008 tidak menjamin berlangsungnya pembangunan infrastruktur yang lebih baik.

Pemindahan beban lainnya adalah memindahkan biaya produksi kepada pemerintah, dengan meminta pemerintah mengurangi biaya yang diatur oleh pemerintah sendiri. Belakangan diketahui, permintaan pengusaha sudah lebih konkret, yakni "menukar" kenaikan harga BBM dengan penundaan kenaikan upah minimum regional (UMR).

Sebagaimana diketahui, Presiden telah mengisyaratkan untuk menerima masukan para pengusaha. Jika deal tersebut terjadi, maka kenaikan harga BBM, baik satu maupun dua harga, akan menjadi monster bagi buruh yang akan membebani dari dua sisi, yakni kenaikan dan penundaan kenaikan UMR. Apabila kemudian buruh membalas dengan lobi besar lewat demo, maka momentum "waktu" itu menjadi tidak tepat lagi.

Makin membahayakan lagi apabila kemudian lembaga asing seperti lembaga rating pun ikut-ikutan mendukung alasan "ketepatan waktu" untuk segera menaikkan harga BBM. Dengan ancaman investment grade akan terganggu jika subsidi BBM tidak segera dihapus, tentu menjadi senjata sangat ampuh untuk menekan pemerintah. Padahal, sangat pasti penyebab ranking daya saing investasi Indonesia bukan karena harga BBM.

Kenaikan harga BBM merupakan contoh pengelolaan kebijakan publik yang buruk. Seharusnya kebijakan penaikan harga BBM lebih didasarkan pada pertimbangan dampak daya saing dan daya beli yang sejalan dengan strategi dan kebijakan pemerintah.

BBM tidak akan berkurang dalam jangka panjang selama tidak ada penataan ulang dari sisi biaya produksi dan pasokan maupun permintaan atas BBM bersubsidi. Kenaikan harga BBM pasti akan menciptakan dampak berat dan menjadi sangat berbahaya apabila "ketepatan waktu penaikan harga BBM" lebih didasarkan pada lobi para stakeholder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar