Jumat, 28 Juni 2013

Kontroversi RUU Ormas

Kontroversi RUU Ormas
Din Syamsuddin ;  Ketua Umum PP Muhammadiyah 
SUARA KARYA, 28 Juni 2013


RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) tidak diperlukan di tengah masyarakat sipil yang makin menguat. Justru, keberadaan UU Ormas itu nanti akan mengganggu hubungan rakyat dan negara. Pada era sekarang hubungan negara dan rakyat merupakan kemitraan strategis.

Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan itu. Muhammadiyah menilai RUU Ormas inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 karena membatasi dan mempersempit ruang kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28, Pasal 28E ayat 3, Pasal 28C ayat 2 UUD 1945 serta International Covernant on Civil and Political Right yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 12 Tahun 2005.

Hal itu ditandai dengan sejumlah ketentuan dalam RUU Ormas yang mengatur persyaratan administratif hingga kian ketat, prosedur pendaftaran yang rumit, serta ancaman sanksi administratif yang berat. Ketentuan itu berpotensi membatasi kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah ketatnya kontrol pemerintah dalam mengawasi keberadaan ormas.

Kedua, ada kerancuan mengenai definisi ormas, yang kemudian akan mengatur semua bentuk organisasi tanpa memandang jenis, kriteria, skala, dan kegiatan. Padahal, setiap organisasi dinilai memiliki kompleksitas masing-masing.

Ketiga, tidak ada kebutuhan mendesak dengan RUU Ormas. Beberapa ketentuan utama dalam RUU Ormas telah diatur dalam sejumlah UU lain. Seperti tentang perkumpulan yayasan yang telah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 dan kemudian diubah menjadi UU Nomor 28 Tahun 2004.

Mengenai transparansi dan akuntabilitas telah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sementara tentang sumbangan dana asing yang diterima LSM dan lembaga-lembaga dalam negeri sudah dalam UU No 15/2002 yang diubah dengan UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terakhir, RUU Ormas berpotensi menimbulkan kemunduran dan kerugian masyarakat, bangsa dan negara, serta dinilai kontraproduktif dengan alam kehidupan demokrasi.

Muhammadiyah memandang alam pikiran yang sejalan dengan jiwa kemerdekaan dan konstitusional harus jadi dasar kandungan isi RUU Ormas sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan Universal Declaration of Human Rights.

Muhammadiyah sendiri bukan ormas, tapi community organization, gerakan kebudayaan, yang muncul sebelum kemerdekaan dan diperlukan di masa yang akan datang. Keberadaannya lebih dari sekadar ormas, ketika ditarik sebagai ormas, ini menjadi reduksionis. Pansus RUU Ormas tentang peran ormas dalam negara dan masa depan bangsa beralasan ormas merupakan gerakan kebudayaan. Ada disharmoni dengan beberapa UU lain. Sejatinya Muhammadiyah, NU dan lain-lain adalah gerakan kebudayaan dan berperan dalam menegakkan negara, diperlukan oleh negara pada masa yang akan datang.

Secara khusus, UU Ormas tidak boleh memproduksi kembali segala bentuk pengaturan atau regulasi yang secara langsung maupun tidak langsung mengandung semangat dan isi yang bersifat monolitik dan represif, baik secara parsial maupun keseluruhan. Oleh sebab itu, RUU Ormas tidak diperlukan karena aturan-aturan yang tertuang di dalamnya sudah ada di dalam perundang-undangan lainnya. Yang dikhawatirkan, UU Ormas akan mendatangkan lebih banyak kerugian bangsa ketimbang manfaatnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar