Rabu, 26 Juni 2013

Menakar Reputasi LPTK

Menakar Reputasi LPTK
Fathur Rokhman ;   Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes)
SUARA MERDEKA, 25 Juni 2013


SIAPA PUN sepakat, semua pihak harus terus meningkatkan kualitas pendidikan. Hal itu bukan saja amanat melainkan juga keniscayaan ketika persaingan global menjadi kenyataan. Lewat pendidikan, rakyat dapat berpikir kritis menyikapi realitas sosial budaya. Dalam tataran praktis, upaya apa yang mampu dilakukan lembaga perguruan tinggi kependidikan (LPTK) untuk mendukung ketercapaian amanat itu?

Keterselenggaraan sistem pendidikan yang relevan dan bermutu merupakan faktor penentu keberhasilan pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kebudayaan nasional. Karena itu, para pendiri negeri ini menetapkan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu fungsi penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional.

Pembenahan sistem selalu berjalan. Melalui berbagai pengalaman dan uji ahli, kurikulum selalu berubah menuju penyempurnaan. Akhir-akhir ini kita menaruh harapan besar pada kurikulum 2013. Hal itu meningat misalnya bakal disegarkannya pelajaran Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang tidak lagi sekadar berisi materi instruktif dan dialogis tetapi mendasarkan fakta dan realitas (SM, 9/ 6/ 13).

Hal itu bisa dikatakan pembaruan besar, untuk tidak menyebut baru, dalam sejarah pendidikan mengingat selama ini kesan materi yang diajarkan di sekolah hanya turun-temurun. Karena itu, reaktualisasi materi pembelajaran merupakan keharusan manakala siswa sangat lekat dengan fenomena media dan perubahan sosio kultural. Pada tataran ini, peserta didik diajak kritis menyikapi semua hal itu.

Mudah? Tentu saja tidak. Guna mencapai semua hal itu, perlu terus meningkatkan kualitas guru harus. Sertifikasi guru yang dijalankan sejak 2007 dan rencananya rampung tahun ini, menjadi program andalan pemerintah. Penyelenggaraannya pun selalu dibenahi sebagai upaya konsisten mewujudkan tenaga pendidik yang berkualitas.

Fasilitas Memadai

Pada tataran itu, LPTK hadir untuk tak hanya menghasilkan output yang berkualitas pula tetapi senantiasa mengawal dan memberikan fasilitas memadai. Fasilitas itu tentu saja berupa kurikulum yang teruji, sarana dan prasarana, serta tenaga pendidik yang berkompeten. Hal mendasar tersebut bisa dikatakan menjadi tolok ukur reputasi LPTK.

Pada lain pihak, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bersifat massal, muncul bersamaan dengan proses industrialisasi yang mengakibatkan terjadinya urbanisasi, vokasionalisasi, dan spesialisasi. Kebutuhan riil di lapangan menjadi alasan. Ketika tidak semua siswa lulusan sekolah menengah atas tak bisa melanjutkan ke bangku perkuliahan, LPTK pun harus memberi solusi.

Pemberian beasiswa full study kepada mahasiswa miskin berprestasi adalah salah satu upaya. Hal itu pula yang dilakukan Universitas Negeri Semarang (Unnes). Sejak 2008, Unnes konsisten memberikan alokasi beasiswa kepada mahasiswa baru yang tidak mampu secara ekonomi namun berprestasi akademik. Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) telah mencatatnya sebagai kampus pertama di Indonesia yang memberikan alokasi beasiswa 20% kepada mahasiswa (unnes.ac.id, 14/11/11).

Di sisi lain, lulusan sekolah menengah kejuruan makin dibutuhkan pada era persaingan kerja. Pasalnya, pada tahapan itu remaja mengalami usia produktif. Unnes sepenuhnya sadar, pemberian beasiswa tidak sepenuhnya memfasilitasi mereka yang ingin  meneruskan ke bangku pendidikan tinggi. Karena itu, penguatan sekolah menengah kejuruan (SMK) pun menjadi salah satu upaya.

Penetapan Jateng sebagai Provinsi Vokasi oleh Gubernur Bibit Waluyo dan Mendiknas (sekarang Mendikbud) Prof Dr Bambang Soedibyo MBA pada 12 April 2008, membuat Unnes merasa punya amanat. Sebagai salah satu LPTK di Jateng, ia melakukan penguatan pada berbagai bidang, salah satunya menggagas SMK berbasis pesantren.

Dalam Rakor dan Sarasehan SMK Pesantren Se-Jawa dan Madura di Ponpes Roudlotul Mubtadiin Jepara (8/5/13), Mendikbud M Nuh mengemukakan, lulusan SMK harus memiliki kemampuan teknis. Usia produktif begitu eman seandainya tidak mempunyai daya saing. Hal itu sekaligus restu yang dilontarkan oleh pengambil keputusan tertinggi bidang pendidikan di negeri ini.

Ibarat rumah yang telah dibangun, siapa yang mau mengisinya? Tiada lain LPTK-lah yang punya peran lebih untuk melakukan pendampingan. Dia harus bisa mengatasi segala macam kekurangan demi ketercapaian pendidikan yang makin berkualitas. Pengembangan, kerja sama, dan penelitian, sinergis dengan upaya tersebut.


Melalui ikhtiar itu, Unnes tak hanya menjaga reputasi sebagai lembaga pendidikan pencetak guru, tetapi bersama pemerintah berupaya solutif dan meneguhkan pendidikan sebagai cita-cita nasional. Atas upaya itu pula, LPTK harus mampu menyiapkan generasi muda untuk menghadapi tuntutan baru masyarakat modern, bukan hanya jago kandang melainkan juga bisa memberikan kebermanfaatan lebih luas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar