Senin, 24 Juni 2013

Menata Bandung Baru : Belajar dari Belanda

Menata Bandung Baru : Belajar dari Belanda
Ridwansyah Yusuf ;   Mahasiswa Pascasarjana pada International Institute of Social Studies of Erasmus University Rotterdam, Sekjen PPI Belanda dan Direktur Jaringan Indonesia Strategic Institute (INSTRAT)
DETIKNEWS, 24 Juni 2013



Apakah walikota baru akan terus membiarkan Bandung semakin semrawut dan menyiksa warganya atau menjadikan kota ini kembali indah dan nyaman sesuai dirancang oleh Belanda? Sebuah catatan untuk walikota baru. 

Bandung, kota kembang yang kian berkembang. Bertambahnya jumlah penduduk dan padatnya jalan dengan kendaraan adalah bukti yang bisa dilihat dengan kasat mata. Bandung, yang dulu dirancang sebagai kota singgah dan kota istirahat kini berubah tak bedanya sebuah metropolitan penuh sesak kendaraan dan manusia. Bandung, yang sempat dijuluki laboratorium arsitektur dunia oleh para arsitek Eropa kini telah menjadi kota tak ramah pada bangunan bersejarah. Bandung, kota yang seharusnya menjadi tempat tenang dan nyaman untuk ribuan pelajar yang menuntut ilmu kini telah menjadi mimpi buruk terutama di akhir pekan. 

Bandung telah berubah, tetapi bukan berarti Bandung tak bisa merubah kembali kharismanya. Bandung memang pernah dirancang sedemikian rupa, namun masih banyak kesempatan untuk menata ulang Bandung baru, bandung yang melahirkan kaum kreatif, kompetitif dan kontributif. 

Saya bermaksud berbagi pengamatan saya terhadap dua buah kota yang memiliki karakter serupa dengan Bandung di negeri Belanda, yaitu Delft dan Leiden. Saya sengaja memilih dua kota ini karena saya melihat berbagai potensi perubahan bisa kita lakukan dengan mengadaptasikan hal baik dari keduanya. Lagipula, bila kita menengok sejarah, para perancang kota dari Belandalah yang menata kota-kota di Indonesia termasuk kota Bandung. 

Apa saja kesamaan dari ketiga kota ini? Kota pelajar. Bila Bandung memiliki ITB, UNPAD, UPI beserta 50-an kampus lainnya; maka Delft memiliki TU Delft dan Leiden memiliki Leiden Universiteit. Khususnya ITB dan TU Delft, kedua institusi ini memiliki kesedakatan historis yang cukup panjang dan merupakan institusi pendidikan teknik di negeri masing-masing. 

Apa yang menjadi ciri khas kota pelajar? Saya melihat setidaknya ada tiga atribut yang melekat. Pertama, pelajar membutuhkan kota yang tenang dan nyaman untuk belajar. Kedua, kota pelajar tak perlu terlalu besar dengan berbagai bangunan pencakar langit. Ketiga, kota pelajar membutuhkan pusat kreatif dan ruang terbuka sumber mencari inspirasi dan berekspresi. 

Kota pendukung, dalam artian memiliki hubungan ekonomi dan mobilisasi harian manusia dengan kota yang lebih besar, dalam hal ini Bandung berelasi dengan Jakarta. Begitu juga dengan Delft yang berkait dengan Rotterdam dan Leiden dengan Den Haag dan/atau Amsterdam. Karakter kota pendukung ini adalah transportasi yang handal, jumlah penduduk tak terlalu banyak, luas wilayah tak terlalu besar, dan memiliki ciri masyarakat campuran antara urban dan non-urban. 

Kota juara, Leiden dikenal sebagai tempat para pakar sosial dan sejarah berkumpul dan menajamkan visi masa depan. Delft juga merupakan tempat para ilmuwan dan teknorat terbaik berlomba dalam menghasilkan inovasi yang dapat membuat manusia lebih mudah dalam menjalani kehidupan. Begitu juga Bandung, dengan keberadaan komunitas kreatif dan kelompok intelektual, sudah sewajarnya kota ini menjadi kota juara yang menghasilkan banyak karya untuk kebaikan Indonesia dan Dunia. 

Apa pembelajaran yang dapat diambil? Sentra kota terpadu, karakter menarik dari kedua kota ini dan juga kota pada umumnya di Negeri Belanda adalah keberadaan ‘Centrum’ atau sentra kota yang menjadi tempat pertokoan, berkumpulnya penduduk dan beragam aktivitas yang menghidupkan kota. Sentra kota tidak hanya menjadi pusat ekonomi, melainkan sebuah pusat sosial dan budaya. Di Delft, alun-alun ‘Centrum’ nya kerap digunakan sebagai tempat pameran, ajang ekspresi karya dan kreasi, dan berbagai perlombaan yang membuat warganya berkumpul. Leiden menempatkan ‘Centrum’ nya di tepian sungai yang menjadikan tempat ini menarik untuk mengisi waktu sore sembari minum-minum atau sekedar bercengkrama. 

Bandung saat ini memiliki beberapa sentra kota, sebutlah Dago, Cihampelas, Gasibu, Sukajadi (PVJ) dan Masjid Raya Bandung/Pasar Baru. Memindahkan sentra kota menjadi satu titik sangatlah sulit, namun membuat tematik sentra kota di tempat yang sudah ada akan jauh lebih mudah. Sebagai contoh Dago sebagai sentra berpikir kreatif dan inovatif, Cihampelas sebagai pusat pertokoan rakyat, dan sebagainya. 

Tata kelola transportasi, tak pelak masalah transportasi selalu menjadi momok bagi setiap pengelola kota. Delft dan Leiden merupakan kota yang sangat ramah untuk pejalan kaki dan pesepeda. Untuk transportasi dalam kota, Delft menyediakan light-rail train berupa tram yang melintasi berbagai titik penting dalam kota dan juga menghubungkan dengan kota tetangga. Lebih lanjut, kedua kota menyediakan tempat parkir berukuran sangat besar di dekat stasiun dan pinggir kota, sehingga para pengunjung memungkinkan untuk menggunakan moda transportasi lokal selama di kota tersebut. 

Tantangan transportasi Bandung sangatlah beragam, pertama adalah persilangan jalan yang sangat kompleks, hal ini dikarenakan banyaknya titik pusat aktivitas yang tak beraturan. Konsep sentra kota diharapkan bisa mengurai kemacetan akibat persilangan jalan. Selain itu, Bandung bisa mengembangkan sistem sepeda pinjam dengan puluhan titik yang tersebar di berbagai lokasi strategis dan relatif tidak berjauhan. Masyarakat yang hendak meminjam bisa diberikan sebuah kartu yang bisa di top-up kreditnya dan kemudian bisa digunakan untuk peminjaman. Sepeda di desain sedemikian rupa, agar tampak mencolok dan bisa di kunci secara otomotasi di setiap titik peminjaman. 

Lebih lanjut, potensi pengembangan monorail/subway dalam kota Bandung bisa jadi alternatif solusi untuk mengalihkan penggunaan kendaaran pribadi, serta pengembangan tram listrik untuk kawasan khusus seperti rute Masjid Raya-Pasar Baru, dalam kawasan khusus ini kendaraan pribadi tidak diperkenankan masuk. Untuk itu, pembangunan parkir mobil skala besar perlu dicanangkan di berbagai pintu masuk Bandung dan pusat ekonomi. Singkatnya, bila mobil dari Jakarta diharuskan memparkirkan mobilnya di pintu masuk Pasteur dan pengunjung didorong untuk menggunakan transportasi lokal yang handal. 

Pusat inspirasi dan ekspresi, di Leiden, berbagai lokasi terbuka maupun tertutup kerap digunakan untuk mengekspresikan sebuah karya. Apakah itu sebuah seni, inovasi, temuan kreatif, dan sebagainya. Semakin banyak tempat seperti ini akan menstimulus tingkat kebahagiaan dari penduduknya. Karena mereka memiliki ruang untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan ingin katakan. 

Lebih lanjut di Delft, terdapat berbagai tempat tenang untuk mencari inspirasi antara lain taman yang tertata, hutan kota yang rimbun dan tenang, dan sungai yang tentram untuk sekedar merenung sembari duduk di tepian atau menaiki sebuah perahu sederhana. 

Bandung memiliki taman dan sungai yang bisa ditata, dan berbagai gedung sebagai tempat ekspresi. Bila ini dikembangkan, Bandung akan semakin terstimulasi untuk menjadi kota kreatif dan melahirkan banyak juara di berbagai bidang yang bermanfaat bagi umat manusia. Saya membayangkan Bandung sebagai kawah candradimuka ide dan gagasan yang bertebaran di berbagai sudut kota. Bandung Baru dengan Walikota Berkelas Dunia. 

Hasil perhitungan cepat Pilkada Kota Bandung 23 Juni 2013 oleh berbagai lembaga riset mengarah pada kemenangan Ridwan Kamil-Oded Danial sebagai Walikota dan Wakil Walikota untuk periode 5 tahun ke depan. Kemenangan pasangan muda progresif ini sangat diyakini mampu membawa perubahan bagi kota Bandung. Ridwan Kamil adalah seorang arsitek dan perancang kota yang karyanya telah diakui dunia, dan ia juga dikenal sebagai penggiat komunitas yang telah menjadi inspirasi bagi banyak komunitas perkotaan di Indonesia. 

Saya selalu percaya perubahan sebuah kota dimulai dari pemimpin yang mengelola kota tersebut. Sebagai kota yang berkelas, Bandung perlu dikelola oleh sosok walikota yang berkelas dunia, dan memiliki sejuta mimpi tentang kota Bandung yang lebih baik. Lebih dari itu, Bandung membutuhkan walikota yang mau mendengar ekspresi penduduknya, dan mengkatalisasi perubahan dari skala komunitas.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar