Sabtu, 31 Agustus 2013

Restrukturisasi Kelembagaan dan Reformasi Birokrasi

Restrukturisasi Kelembagaan dan Reformasi Birokrasi
Sabar G dan Ery RPB ;  Kedua penulis adalah Pegawai
di Kementerian Lingkungan Hidup
SINAR HARAPAN, 30 Agustus 2013


Kondisi perekonomian beberapa negara, seperti Italia, Yunani, dan Jerman, belakangan ini mengalami resesi dan penurunan.

Meski begitu, pada situasi yang sama, China, (termasuk Indonesia yang pertumbuhan ekonominya diperkirakan 6,8 persen pada 2012), pertumbuhan ekonominya malah berkembang pesat.
Posisi Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekonomi perlu diestimasi dan diperhatikan, mengingat perdagangan perekonomian dunia yang semakin terbuka.

Keterkaitan antara perdagangan bilateral dan multilateral banyak dilakukan Indonesia. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh perilaku aparatur negara dan kelembagaan, serta tata laksana pemerintahan dan perekonomian.

Ironinya, aparatur negara sejauh ini banyak memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan pribadi dan terjebak dalam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, mempercepat proses restrukturisasi kelembagaan dan reformasi birokrasi untuk mencapai pemerintahan yang baik merupakan dua hal mendasar dan mendesak untuk dilakukan saat ini.

Pertama, terkait dengan restrukturisasi kelembagaan. Hal ini mutlak dilakukan mengingat persaingan global yang akan dihadapi di masa mendatang adalah persaingan ekonomi antarnegara, persaingan kompetensi, dan kapasitas SDM.

Struktur kelembagaan, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Keuangan perlu ditinjau ulang, baik dari segi tugas pokok dan fungsi, rentang kendali (span of control), maupun tantangan yang akan dihadapi 10 hingga 20 tahun mendatang.

Demikian halnya dengan struktur kelembagaan sekretariat negara, lembaga pemerintah nonpemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Lembaga-lembaga ini perlu direstrukturisasi sehingga dapat memberikan hasil yang optimal, yaitu organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukur.
Kedua, penyederhanaan tata laksana dan birokrasi dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pelayanan prima dan percepatan arus barang (ekspor/impor) dalam bidang perekonomian. Persyaratan ekspor/impor barang disederhanakan.

Ketiga, pentingnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Belakangan ini banyak kementerian/lembaga pemerintah daerah, provinsi, dan kabupaten/kota, membentuk BPPT. Badan ini diharapkan dapat mengurangi rantai birokrasi dan pungutan liar, yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dapat memberikan insentif kepada provinsi dan kabupaten/kota yang menerapkan dan mendirikan BPPT tersebut.

Keempat, pengurangan dan/atau penambahan unit kerja badan/lembaga. Dengan analisis jabatan dan beban kerja, beberapa unit dapat digabung atau dirampingkan dalam satu kementerian/lembaga. Atau, struktur atau unit dapat dikembangkan bila beban kerja dan tantangan yang dihadapi semakin besar. Jadi, diperlukan "wright-sizing" struktur kementerian/lembaga dan badan.

Sinergi

Restrukturisasi kelembagaan tadi perlu disinergikan dengan reformasi birokrasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan MenPAN-RB Nomor: 20 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.
Reformasi birokrasi melibatkan kementerian/lembaga dan pemda serta apatur negara di dalamnya. Karakter aparatur negara sangat memengaruhi keberhasilan reformasi birokrasi sehingga perlu dilakukan perubahan dan cara pandang aparatur negara.

Pertama, paradigma baru dalam pemerintahan. Hal ini dapat dilakukan dengan lebih banyak melaksanakan bimbingan dan pengendalian (steering) daripada pelaksanaannya (rowing). Pihak swasta yang melaksanakan dengan petunjuk/dan ketentuan dari pemerintah. Jadi, perubahan paradigma dari pelaksanaan (rowing) ke pengendalian berdasarkan kebijakan.

Kedua, perubahan mindset dan cultural set aparatur. Mindset aparatur negara perlu diubah melalui pendidikan dan pelatihan atau melalui seminar dan lokakarya. Mindset aparatur negara diubah dari aparatur yang dilayani menjadi pelayanan publik yang berdedikasi dan berintegrasi tinggi.

Prinsip Pintar Goblok Pendapatan Sama (PGPS) atas dasar pangkat golongan pegawai sipil yang sama, tidak berlaku lagi dengan adanya tunjangan kinerja atas dasar analisis beban kerja dan harga jabatan.
Jadi, kedudukan yang sama (sama-sama eselon II), dengan memperhitungkan beban kerja dan harga jabatan maka pendapatan aparatur aparatur yang pangkatnya sama akan berbeda. Pegawai yang rajin dan tidak pernah terlambat atau bolos akan menerima rewards lewat tunjangan kinerja yang dibayar penuh, sedangkan bagi aparatur yang malas dan sering bolos akan dipotong penerimaan remunerasinya.

Ketiga, aparatur sebagai agent of change (agen perubahan) Aparatur diharapkan sebagai agen perubahan dalam pelaksanaan birokrasi. Aparatur bekerja dengan dedikasi tinggi, akuntabilitas, melayani publik tanpa pamrih, sehingga tidak terjebak dalam praktik KKN.

Keempat, manajemen SDM aparatur negara, sekarang berjumlah 4,5 juta dari total 240 juta penduduk Indonesia, harus dipertimbangkan secara matang, ratio pelayanan publik beraparatur negara. Manajemen SDM aparatur dengan mempertimbangkan keuangan negara dalam penerimaan pegawai, pemberian gaji, remunerasi dan uang pensiun pegawai.

Remunerasi kebutuhan pegawai dilakukan dengan analisis jabatan. Monotorium penerimaan pegawai masih perlu dilanjutkan penerimaan pegawai secara selektif, dengan memberikan kesempatan kepada daerah yang pembiayaan untuk aparaturnya masih di bawah 50 persen dari APBD.

Kebijakan penawaran pensiun dini dengan memberikan insentif adalah salah satu program yang baik untuk dilaksanakan sehingga ratio pelayanan publik/aparatur bisa tercapai. Sebagaimana diketahui, usia pensiun bagi aparatur yang menangani administrasi, yaitu 56 tahun. Adapun pejabat struktural eselon dua umur 58 tahun, dan pejabat struktural eselon satu sampai dengan 60 tahun.

Kelima, pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara. Pengawasan aparatur dilakukan secara melekat oleh atasannya, di samping dikendalikan dalam buku cacatan pegawai dan penilaian DP-3 pada akhir tahun.

Pemberian sanksi kepada aparatur yang melanggar tata laksana, melakukan KKN, mangkir tugas dilakukan tanpa pandang bulu. Terakhir, peningkatan pendidikan dan pelatihan aparatur serta peningkatan kesejahteraan aparatur akan mendorong meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja Birokrasi.

Restrukturisasi dan reformasi birokrasi sebagaimana dikemukakan di atas adalah dua hal penting dan mendasar menuju tata pemerintahan yang baik (good governance) dan lebih bermartabat. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar