Kamis, 26 September 2013

Transparansi Dana Partai

Transparansi Dana Partai
Yenti Garnasih  ;   Dosen FH Universitas Trisakti
SUARA KARYA, 25 September 2013


Tahun 2013 bisa disebut sebagai "tahun politik" karena pada tahun 2014 akan diselenggarakan pemilu presiden/wapres dan pemilu legislatif. Agenda politik itu pasti memerlukan dana yang sangat besar, terutama dalam rangka kampanye, termasuk "kampanye terselubung" yang mengatasnamakan berbagai kegiatan; mulai dari konsolidasi terhadap konstituen sampai bakti sosial atau kegiatan amal lainnya.
Untuk kegiatan itu, partai politik (parpol) bisa mendapatkan dana dari pendukungnya, baik perseorangan maupun perusahaan atau perkumpulan lainnya yang oleh UU Parpol diperbolehkan untuk menerima sumbangan.

Untuk itu, harus ada peraturan tentang transparansi pendanaan dan pengawasan yang menjamin agar sumbangan yang masuk ke parpol harus jelas sumbernya, jangan sampai berasal dari hasil kejahatan. Di samping itu, bukan sekadar tidak melampaui jumlah yang diizinkan--dari perseorangan bukan anggota parpol paling banyak 1 miliar rupiah per tahun anggaran dan dari perusahaan atau badan usaha paling banyak 7,5 miliar rupiah.

Dalam upaya agar uang hasil kejahatan, apalagi dari hasil korupsi, tidak sampai masuk ke kas parpol, maka sumber dana itu harus jelas, teridentifikasi secara pantas dan memadai, baik yang berkaitan dengan identitas penyumbangnya maupun bagaimana cara perolehannya (sumbernya). Parpol tidak boleh menutup mata atas asal-usul sumbangan yang masuk pada keuangan partai. Mereka harus transparan kepada publik tentang dana yang diterima dan peruntukannya.

Bahayanya apabila sumbangan partai tidak jelas asal-usulnya dan tetap diterima dan nanti terungkap, maka partai bisa terkena ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Ini bisa berakibat adanya pembubaran partai sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2). Tentu, ini sangat jauh dari harapan suatu pesta demokrasi.

Memang, selalu saja ada kemungkinan para koruptor menyembunyikan hasil kejahatannya di salah satu parpol. Setelah mereka yakin dananya masuk dalam kas partai, mereka ada yang ikut pemilihan umum karena yakin kebal dari tuntutan hukum. Setelah itu, akan terjadi hubungan sinergi antara para koruptor dan pemegang kekuasaan. Dampaknya bisa dipastikan bahwa pemerintah tidak mungkin lagi bisa melakukan kontrol terhadap para koruptor.

Jika sampai benar-benar terjadi adanya dana yang masuk ke parpol, maka upaya pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan akan menghadapi sandungan besar. Karena, pemerintah akan menghadapi para koruptor yang mendanai partai, yang telah menguasai suatu parpol. Bahaya lain yang lebih besar akan muncul apabila ternyata parpol yang pendanaannya telah tercemari oleh uang koruptor tadi justru menjadi pemenang pemilu. Atau, paling tidak, kader parpol itu menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan yang terbentuk dari hasil pemilu.

Uang hasil korupsi (dan juga kejahatan lain) bisa sangat menggiurkan bagi calon anggota legislatif maupun bagi partai serta capres/cawapres. Sedangkan bagi penjahat, proses demokrasi ini adalah way out untuk mengamankan diri, agar terhindar dari jeratan hukum yang selama ini membayangi keselamatan mereka dan "usaha"-nya.

Kalau uang hasil korupsi masuk pada kas partai dan digunakan untuk kegiatan partai dan apalagi kalau untuk mendanai kampanye dan pihak yang mendapat dana itu menang, maka bisa dibayangkan bahwa pemerintahan atau parlemen akan sulit bergerak memberantas korupsi karena akan di bawah tekanan koruptor. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar