Kamis, 31 Oktober 2013

Hantam Korupsi dengan Pajak

Hantam Korupsi dengan Pajak
Chandra Budi   Bekerja di Ditjen Pajak, Alumnus Pascasarjana IPB
JAWA POS, 30 Oktober 2013


UNTUK menuntaskan kasus dugaan korupsi Akil Mochtar (AM), ketua Mahkamah Konstitusi (MK), oleh KPK, perlu dicobakan pendekatan tambahan. Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, penggunaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) sudah diterapkan, termasuk kini dijeratkan untuk AM. Namun, tampaknya, senjata tersebut belum cukup menjerakan para koruptor. 

Untuk itu, hukuman para koruptor perlu diperberat lagi dengan menambah beban pajaknya. Instrumen pajak, selain dapat mendektesi perilaku korupsi sejak dini, diyakini mampu menambah daya pemiskinan terhadap koruptor. 

Upaya deteksi dini perilaku korupsi dapat diketahui berdasar hasil analisis surat pemberitahuan (SPT) pajak yang dilaporkan wajib pajak dengan data eksternal yang dikumpulkan oleh Ditjen Pajak. Pasal 35A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memang mewajibkan setiap instansi pemerintah dan swasta menyerahkan data berkaitan dengan perpajakan ke Ditjen Pajak. Pejabat juga wajib menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK. Selain itu, Ditjen Pajak dapat memperoleh informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang berasal dari sumber lainnya, termasuk hasil intelijen dan media massa. 

Selanjutnya, data dan informasi tersebut diuji silang (cross check) dengan besaran pajak terutang dan harta yang dilaporkan wajib pajak dalam SPT. Sesuai dengan aturan perpajakan, apabila dalam pengujian tersebut ditemukan ketidaksesuaian data atau informasi, kemungkinan ada indikasi pajaknya belum dibayar penuh. 

Uji silang itu dapat diilustrasikan kepada kejadian ditemukannya mobil mewah milik AM walaupun diatasnamakan orang lain. Karena secara nyata (de facto) pemiliknya AM, kendaraan tersebut dibeli dengan uang AM. Kemampuan membeli mobil mewah tentunya erat berkaitan dengan penghasilan bersih AM. Nah, penghasilan bersih tersebut merupakan objek pajak penghasilan. Karena hampir dapat dipastikan mobil mewah itu tidak tercantum dalam daftar harta dalam SPT Tahunan AM, besaran nilai pembelian mobil tersebut dapat dikatakan sebagai penghasilan bersih yang tidak dilaporkan.

Proses uji silang SPT dapat juga dilakukan atas kepemilikan saham di perusahan-perusahaan, natura yang diberikan berupa biaya perjalanan keluar negeri, atau diskon besar dan lain sebagainya. Ketika hasil uji silang tersebut menunjukkan ketidaksesuaian secara signifikan, itu berarti ada alarm yang juga mengisyaratkan besar kemungkinan adanya perilaku korupsi oleh wajib pajak tersebut. Secara alami, ketidakjujuran akan ditutupi dengan ketidakjujuran lainnya. Maka, pendeteksian ketidakjujuran dalam pelaporan SPT oleh wajib pajak dapat membongkar ketidakjujuran lainnya -kejahatan hasil korupsi.

Instrumen pajak juga dapat digunakan setelah pelaku korupsi menjalani sidang pengadilan. Bukti-bukti dipersidangan dapat digunakan sebagai IDLP oleh Ditjen Pajak. 

Pemeriksaan terhadap terdakwa itu tentunya lebih mudah karena Ditjen Pajak juga tidak terhalangi sumber atau asal penghasilan tersebut. Sebab, terminologi penghasilan sesuai dengan UU Pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apa pun. 

Karena perilaku korupsi cenderung menyembunyikan atau mengaburkan perbuatannya, dipastikan uang hasil korupsi tidak akan dilaporkan SPT. Artinya, mereka memang dengan sengaja melaporkan SPT dan atau keterangan lain yang isinya tidak benar. Maka, ada kerugian negara berupa pajak yang tidak dibayar sesuai dengan pasal 39 ayat 1 huruf (d) UU KUP. Kalau menggunakan pasal tersebut, hukuman terberat yang diterima koruptor adalah penjara selama 6 (enam) tahun dan denda 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 

Kalaupun denda pajak tersebut tidak dibayar, penagihan pajak secara aktif akan dilakukan. Harta dan kekayaan terpidana kasus korupsi bakal disita dan dilelang untuk melunasi utang pajaknya. Perpajakan bisa menjadi pintu pemiskinan selain pemiskinan dengan pasal TPPU.

Ditjen Pajak kini telah memiliki nota kesepahaman dengan Kejagung, Polri, dan KPK. Isinya, antara lain, meliputi kerja sama dalam penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana perpajakan. Dengan begitu, sangat mungkin penyidik kepolisian, penuntut umum kejaksaaan, dan penyidik KPK bersinergi dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Ditjen Pajak untuk mencegah, membongkar kasus korupsi, dan memiskinkan pelakunya. 

Sinyal itu, seperti dikabarkan Suara Pembaruan pada 1 Februari 2013, pernah diwacanakan oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dengan mengatakan integrasi penerapan pasal Tipikor, TPPU, dan pajak akan memailitkan koruptor secara absolute.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar