Kamis, 31 Oktober 2013

Menuju Perekonomian Nasional yang Mandiri, Kuat, dan Stabil

Menuju Perekonomian Nasional yang
Mandiri, Kuat, dan Stabil
Abdul Gofar   Dosen Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta
MEDIA INDONESIA, 30 Oktober 2013


HARI ini jajaran Kemen terian Keuangan (Kemenkeu) memperingati Hari Keuangan atau lebih tepatnya hari peringatan ke-67 lahirnya ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Setelah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia yang sudah merdeka ternyata masih menggunakan mata uang Jepang dan Javasche Bank sebagai alat pembayaran.

Hal seperti itu sungguh memprihatinkan dan tidak sejalan dengan hakikat kemerdekaan. Melalui Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 1946 dan UU No 19 Tahun 1946, pemerintah saat itu menetapkan pengeluaran uang Republik Indonesia. Selanjutnya Menteri Keuangan AA Maramis melalui Keputusan Nomor SS/1/35 tanggal 29 Oktober 1946 menyatakan uang Jepang dan uang Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku dan sebagai gantinya, uang Republik Indonesia ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah mulai 30 Oktober 1946.

Dalam memperingati hari bersejarah tersebut, tema Hari Keuangan 2013 ialah Menuju perekonomian nasional yang mandiri, kuat, dan stabil bersama Kementerian Keuangan. Jika dibandingkan dengan tema pada peringatan-peringatan sebelumnya, tema kali ini lebih bersifat ekstensif. Artinya, implementasi dari tema yang dipilih bukan hanya domain dari Kemenkeu, melainkan menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh jajaran pemerintah.

Namun, dari tema tersebut terkandung suatu tekad yang kuat dari jajaran Kemenkeu untuk mewujudkan kondisi perekonomian nasional yang lebih baik (mandiri, kuat, dan stabil). Betapa pun, harus disadari bahwa Kemenkeu merupakan ke menterian yang strategis karena cukup banyak aspek perekonomian nasional berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan kementerian itu.

Kinerja perekonomian

Masalah ekonomi yang dihadapi negara kita pada akhir 2013 ini dan 2014 mendatang ialah terjadinya pelambatan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perekonomian global yang belum menentu. Suku bunga perbankan yang tinggi sebagai akibat kenaikan Bank Indonesia (BI) rate juga berimbas pada pelemahan pertumbuhan ekonomi. Masalah lainnya ialah tekanan inflasi dan defisit transaksi berjalan yang masih terjadi, bahkan diperkirakan terjadi hingga 2015. Hal itu menyebabkan tekanan pada nilai rupiah yang melemah.

Dalam menghadapi situasi perekonomian nasional yang terjadi saat ini, Kemenkeu dituntut benar-benar fokus pada bidang tugasnya atau tupoksinya, yakni kebijakan fiskal. Benar apa yang dikemukakan Wakil Menkeu Bambang P Soemantri Brojonegoro, pada acara Economic Outlook 2014 di Jakarta, Kamis (10/10), bahwa kebijakan fiskal mendatang masih mengupayakan pertumbuhan. Jika sekadar memperbaiki transaksi berjalan dengan mengorbankan pertumbuhan, akan susah mengurangi kemiskinan dan pengangguran (Kompas, 12/10).

Upaya mengoptimalkan pertumbuhanekonomi harus dilakukan bersamaan dengan upaya perbaikan defisit transaksi berjalan. Dengan demikian, harus ada sinergi antara pemegang kebijakan moneter, dalam hal ini BI, dan pemegang kebijakan fiskal, yaitu Kemenkeu, terkait dengan langkah-langkah yang harus dilakukan guna mengatasi masalah perekonomian nasional.

Memacu pertumbuhan ekonomi ke tataran yang lebih tinggi sulit bisa diwujudkan pada 2013, yang hanya tersisa dua bulan lagi, atau bahkan pada 2014. Sinyal tersebut tampak pada pengetatan kebijakan fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014.

Dalam APBN yang telah disetujui dan disahkan pemerintah dan De wan Pewakilan Rakyat (DPR) pada 25 Oktober 2013, target pertumbuhan ekonomi dikoreksi dari usulan awal sebesar 6,4% menjadi 6%. Karena itu, wajar jika anggaran belanja negara dalam APBN 2014 tidak bisa ekspansif. Bersamaan dengan hal itu, defisit anggaran pada APBN 2014 sebesar 1,69% jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pada APBN-P 2013 sebesar 2,38%.

Penurunan target pertumbuhan ekonomi dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi tekanan pada transaksi berjalan. Total belanja negara pada APBN 2014 sebesar Rp1.842,5 triliun, atau naik 6,7% jika dibandingkan dengan APBN-P 2013 sebesar Rp1.726,2 triliun. Jika diperhitungkan dengan asumsi inflasi pada 2014 sebesar 5,5%, secara riil total belanja negara pada APBN 2014 naik hanya 1,2%. Konsekuensinya, program untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran jadi agak terhambat.

Upaya serius

Pengetatan kebijakan fiskal mengakibatkan anggaran belanja negara dalam APBN 2014 tidak bisa ekspansif. Kondisi demikian menyebabkan ruang gerak Kemenkeu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, agar program pengurangan kemiskinan dan pengangguran berhasil baik, jadi tidak berjalan. Untuk itu, Kemenkeu dituntut melakukan upayaupaya serius, mencari terobosan, dan menjaga agar target-target penting dalam APBN 2014 tercapai. Hal itu mendesak untuk dilakukan demi terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri, kuat, dan stabil.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga agar anggaran belanja negara sebesar Rp1.842,5 triliun benar-benar terarah dan tepat sasaran, tanpa ada kebocoran (korupsi) atau pemborosan lainnya. Kemenkeu harus menjamin agar anggaran belanja negara, yang dalam praktiknya dikelola para pengguna anggaran yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga harus dilaksanakan tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, dan tanpa ada kebocoran.

Kedua, menjaga agar anggaran subsidi energi sebesar Rp282 triliun tidak terlampaui (jebol). Pengalaman menunjukkan anggaran subsidi energi rawan jebol karena upaya untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) belum efektif berjalan. Untuk menjaga agar pagu subsidi energi tidak jebol, dampaknya bisa sangat membahayakan APBN. Ketiga, menjaga agar pendapatan negara yang ditargetkan sebesar Rp1.667,1 triliun dapat tercapai sesuai rencana. Upaya serius dan terobosan baru perlu dilakukan mengingat dalam situasi ekonomi yang belum pulih, tidak mudah untuk bisa memenuhi target pendapatan negara yang demikian besar, terutama dari sektor pajak. Dari awal harus dicegah agar tidak ada lagi penerimaan pajak yang dikorupsi.


Apabila tiga hal penting tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh Kemenkeu, yaitu pelaksanaan anggaran belanja negara bisa dilakukan tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah, dan tanpa ada kebocoran, kemudian realisasi anggaran subsidi energi tidak melampaui pagunya, dan terakhir target pendapatan negara bisa tercapai sesuai rencana, jalan menuju perekonomian nasional yang mandiri, kuat, dan stabil bersama Kemenkeu akan terbuka lebar. Dirgahayu Kementerian Keuangan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar