Rabu, 30 Oktober 2013

Menyelamatkan Pemilu 2014

Menyelamatkan Pemilu 2014
Sulastomo   Koordinator Gerakan Jalan Lurus
SUARA KARYA, 29 Oktober 2013

Pemilu 2014 tinggal menghitung bulan. Tetapi, jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) belum berhasil disepakati. Mungkin baru dua minggu lagi, daftar pemilih tetap itu akan dapat diketahui. Sementara suasana pemilu telah merebak.

Foto-foto caleg telah bertebaran dan wacana capres telah bermunculan. Ada yang mengkhawatirkan, Pemilu 2014 akan kehilangan kredibilitasnya sehingga jumlah pemilih yang golput akan meningkat.
Pemilu Indonesia adalah pemilu yang sangat kompleks dalam aspek penyelenggaraannya. Sejak penentuan jumlah partai peserta pemilu telah terjadi permasalahan. Sengketa verifikasi partai pemilu diselesaikan melalui jalur hukum. Penyelenggara pemilunya terdiri atas tiga badan independen yang bisa saling berbeda pendapat yaitu KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Toh kalau ada masalah, jalur hukum yang menyelesaikan. Daftar pemilih di zaman e-KTP mestinya telah dapat diketahui lebih awal. Ternyata, produk e-KTP masih belum dapat sepenuhnya dipercayai sehingga ada tuntutan Menteri Dalam Negeri untuk mundur.

Mengherankan, perbedaan jumlah pemilih cukup bermakna. Apakah Pemilu 2014 akan terselenggara dengan jumlah pemilih yang cacat? Doa kita, hal ini tidak terjadi. Sebab, jumlah pemilih yang cacat tidak saja akan menodai demokrasi kita, tetapi juga dapat menjadi sumber konflik yang bisa sengit. Penyelenggara pemilu selayaknya mengantisipasi fenomena ini.

Selain itu, proses penghitungan suara juga rawan konflik. Meski di tempat pemungutan suara tidak akan menjadi masalah, proses berikutnya bisa menjadi masalah. Perjalanan penghitungan suara, dari tempat pemungutan suara sampai final secara nasional, ternyata bisa menjadi masalah.

Meski KPU sudah diperlengkapi dengan teknologi canggih, justru penggunaan teknologi canggih itulah yang ternyata dapat menimbulkan permasalahan. Garbage in, garbage out. Kalau garbage in tidak benar, garbage out pasti keliru. Kejujuran dan profesionalisme penyelenggara pemilu dalam hal ini dipertaruhkan.

Terakhir adalah masalah pencalonan presiden atau wakil presiden. Meski sudah begitu banyak nama calon presiden beredar, baru hasil pemilu legislatif bulan April 2014 yang akan dapat memastikan siapa capres/cawapres yang lolos. Tidak mustahil, calon presiden/wakil presiden yang telah muncul bakal gagal sebagai calon presiden/wakil presiden. Nasibnya sekadar bangga sebagai bakal calon.

Dengan kompleksnya penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia, setiap lima tahun sekali, kita masih akan disibukkan dengan penyusunan UU Pemilu yang baru. Demikian pula UU tentang Pilkada. Semua itu mengindikasikan bahwa sistem pemilu kita masih mencari bentuknya yang mantap. Dapatkah kita menemukan sistem pemilu yang lebih sederhana, namun tetap demokratis, sehingga sistem politik kita tidak high cost ?

Hitunglah biaya pemilu yang harus kita keluarkan, selain mahal, juga belum tentu melahirkan demokrasi yang kita harapkan. Inilah mengapa kita perlu menyelamatkan Pemilu 2014, agar segala jerih payah dan biaya yang telah membebani bangsa ini bisa melahirkan pemilu yang lebih baik, lebih demokratis sehingga pasca-Pemilu 2014, kita bisa menikmati kehidupan politik yang lebih baik.

Semoga harapan ini tidak sekadar sebagai mimpi di siang hari. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar