Sabtu, 28 Desember 2013

Korupsi Ruang Publik

Korupsi Ruang Publik

Maria M Bhoernomo  ;   Budayawan di Kudus, Jawa Tengah
SINAR HARAPAN,  27 Desember 2013

  

Jika ada yang bertanya, siapa pemilik ruang publik? Jawabannya, siapa lagi kalau bukan rakyat. Jika ruang publik dikotori berbagai atribut kampanye seperti gambar caleg atau berbagai macam reklame, rakyat berhak membersihkannya.
Namun, selama ini rakyat tak peduli atau tinggal diam menyaksikan ruang-ruang publik dikotori berbagai macam atribuk kampanye. Ini karena rakyat tidak mengerti haknya atas ruang publik.

Akibatnya, makin banyak atribut kampanye dan reklame yang mengotori ruang publik. Dalam hal ini, siapa saja yang hendak memopulerkan diri, terkesan berlomba-lomba mengotori ruang publik dengan atribut kampanye atau reklame.
Ketidaktahuan rakyat tentang hak kepemilikan ruang publik tentu saja karena memang tidak ada pihak yang memberitahukannya.

Bahkan, pemerintah yang seharusnya memberitahu rakyat atas hak kepemilikan ruang publik sering malah berupaya menguasai ruang publik secara semena-mena. Misalnya, ruang publik disewakan untuk pemasangan reklame dan sebagainya tanpa peduli merusak kenyamanan.

Di lain pihak, yang mengetahui hak kepemilikan ruang publik ada pada rakyat lantas memanfaatkannya dengan semena-mena pula. Contohnya, banyak yang memasang atribut kampanye atau reklame tanpa izin, karena mereka tahu tanpa izin pun tak masalah. Lantas kalau tiba-tiba ada pihak yang keberatan biasanya hanya melakukan tindakan pembersihan saja.

Lebih konkretnya, selama ini ruang publik banyak dibajak atau dikorupsi untuk memopuperkan diri atau sesuatu secara semena-mena karena risikonya hanya akan dibersihkan, tanpa sanksi apa pun. Hal ini sangat menguntungkan pihak yang membajak ruang publik.

Ini karena sejak atribut kampanye atau reklame dipasang di ruang publik, proses memopulerkan diri atau sesuatu terus berlangsung. Semakin lama atribut kampanye atau reklame terpasang di ruang publik, semakin populer.

Kerakusan

Selama ini, pemerintah (di daerah) selalu mengklaim sebagai pemilik atau penguasa ruang publik. Hal ini sering diperkuat dengan regulasi. Pada titik ini, penguasa sering menjadi pihak yang paling rakus mencaplok ruang publik.

Bahkan, penguasa sering berlebihan dalam bentuk menyewakan ruang publik kepada pihak-pihak tertentu, sehingga banyak ruang publik sepenuhnya untuk ajang kampanye atau promosi. Akibatnya, rakyat sebagai pemilik ruang publik sama sekali tidak lagi bisa menikmatinya.

Biasanya, dalam memanfaatkan ruang publik penguasa makin menjadi-jadi setiap menjelang pilkada atau pemilu. Setiap jengkal ruang publik akan dicaplok untuk memasang atribut kampanye.

Bahkan, setiap pohon penghijauan di tepi-tepi jalan yang seharusnya dilindungi agar tetap tumbuh dengan baik juga dicederai dengan paku untuk memasang atribut kampanye atau reklame, sehingga akibatnya mudah roboh. Layak dikatakan penguasa justru pihak yang paling jahat terhadap ruang publik.

Embrio Korupsi

Menjelang pemilu seperti saat ini, maraknya parpol maupun caleg yang membajak ruang publik untuk kepentingan kampanye harus disebut sebagai embrio korupsi yang selayaknya dihentikan atau ditentang keras oleh rakyat.

Disebut embrio korupsi karena perilaku parpol dan caleg yang membajak ruang publik untuk kampanye, jelas-jelas merupakan kejahatan lingkungan yang sangat destruktif. Dalam hal ini, mereka telah melakukan kejahatan untuk meraih kekuasaan. Nanti, jika sudah memperoleh kekuasaan sangat mungkin akan menjadi penguasa yang korup.

Namun, sayangnya, selama ini embrio korupsi ini sering dianggap tidak penting untuk dicermati. Bahkan, banyak parpol dan caleg terang-terangan mengatakan kejahatan terhadap ruang publik dianggap wajar-wajar saja untuk mendongkrak popularitas.

Cegah Rezim Jahat

Kini, terkait kepentingan Pemilu 2014, ruang publik yang banyak dijejali atribut kampanye harus dianggap sebagai tanda bakal datangnya rezim jahat. Jika rakyat tetap tinggal diam sama dengan rela akan dikuasai rezim jahat.
Disebut rezim jahat, jika jajaran legislatif dan eksekutif sama-sama jahat dan merasa terbiasa melakukan kejahatan. Kejahatan tidak hanya korupsi.

Rakyat layak mengkhawatirkan Pemilu 2014 betul-betul menjadi rahim bagi lahirnya rezim jahat. Jika nanti ternyata semua anggota legislatif dan jajaran eksekutif, termasuk presiden ternyata juga penjahat (khususnya terhadap ruang publik).

Dengan demikian, mumpung Pemilu 2014 masih cukup lama, sejak sekarang rakyat seharusnya betul-betul serius mencegah lahirnya rezim jahat. Rakyat harus terus menjaga kenyamanan dan kebersihan ruang publik, dengan tidak segan-segan merampas setiap atribut kampanye yang nyata-nyata membajak ruang publik.

Selain itu, yang lebih penting lagi, rakyat juga jangan sampai memilih caleg atau capres yang sudah nyata-nyata jahat, membajak ruang publik untuk kampanye dengan semena-mena. Inilah sebaik-baiknya hukuman terhadap korupsi ruang publik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar