Senin, 30 Desember 2013

Momen Penting Menuju Negara Matang Berdemokrasi



PROSPEK POLITIK 2014

Momen Penting Menuju Negara Matang Berdemokrasi

Sutta Dharmasaputra  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  25 Oktober 2013



SUATU pagi, seorang rekan bercerita. Teman bosnya yang sama-sama warga Perancis baru saja memutuskan untuk menjual rumahnya di Jakarta dan Bali. Padahal, dia sudah tinggal di Indonesia sekitar 20 tahun. Dia tidak yakin situasi tahun 2014 kondusif karena Indonesia akan menggelar pemilihan umum. Dia memilih pindah ke Madagaskar.

Perasaan khawatir memang pasti muncul di banyak orang. Tahun 2014 merupakan tahun politik. Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) digelar 9 April 2014.

Pada tahun yang sama, pemilu presiden juga digelar. Pemilu presiden putaran I dijadwalkan 9 Juli 2014 dan putaran II kemungkinan 9 September 2014. Dengan demikian, praktis, sembilan dari 12 bulan di tahun 2014 akan diwarnai pertarungan politik.

Pertarungan politik akan ”panas” karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menjabat pemerintahan selama dua periode. Undang-Undang Dasar 1945 hanya membatasi kekuasaan presiden hanya dua periode.

Politikus yang akan bertarung juga jauh lebih besar jumlahnya. Berdasarkan daftar calon tetap di Komisi Pemilihan Umum, tercatat ada 6.607 politikus yang akan memperebutkan 560 kursi DPR. Sebanyak 945 orang akan memperebutkan kursi DPD. Belum lagi ratusan ribu politikus yang memperebutkan kursi DPRD provinsi ataupun DPRD kabupaten/kota.

Jumlah kursi yang diperebutkan dalam Pemilu 2014 jauh lebih banyak daripada Pemilu 2009. Kursi DPRD Provinsi yang diperebutkan tahun 2014 adalah 2.137, sementara tahun 2009 berjumlah 2.008 kursi. Kursi DPRD kabupaten/kota juga bertambah dari 16.345 tahun 2009 menjadi 17.560 tahun 2014. Pertambahan kursi di tingkat provinsi, yang signifikan, misalnya, terjadi di DKI Jakarta, yang mencapai 25 persen. Sementara itu, di tingkat kabupaten/kota dari total 497 kabupaten/kota, penambahan kursi terjadi di 179 kabupaten/kota.

Penambahan kursi DPRD yang mencapai belasan ribu di seluruh Indonesia ini praktis membuat pertarungan politik menjadi hiruk-pikuk di daerah dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.

Area pertarungan juga meluas dan merata di seluruh wilayah. Pertarungan perebutan DPR tersebar di 77 daerah pemilihan (dapil), pertarungan perebutan kursi DPRD provinsi tersebar di 259 dapil, sedangkan perebutan kursi DPRD kabupaten/kota tersebar di 2.117 dapil. Ditambah lagi pertarungan calon anggota DPD yang tersebar di 33 provinsi.

Uang yang akan digelontorkan untuk pelaksanaan pemilu pun luar biasa besar. Pemerintah pusat sudah mengalokasikan Rp 16 triliun untuk pelaksanaan Pemilu 2014. Belum lagi anggaran yang dikeluarkan pemerintah daerah. Para kandidat yang akan bertarung pun tidak akan segan mengeluarkan uang demi meraih kemenangan.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung dalam disertasinya menyebutkan, biaya kampanye yang dikeluarkan seorang calon anggota DPR rata-rata Rp 1,2 miliar-Rp 2 miliar per orang. Pada Pemilu 2014, biaya ini dipastikan nilainya akan jauh lebih besar lagi. Berarti, jika nilainya masih sama besar dengan Pemilu 2009, jumlah uang yang akan digelontorkan 6.607 caleg yang akan memperebutkan kursi DPR mencapai Rp 7,9 triliun hingga Rp 13,2 triliun. 

Jumlah ini belum termasuk uang yang digelontorkan calon anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota yang jumlahnya ratusan ribu, yang masing-masing mengeluarkan uang Rp 100 juta hingga Rp 300 juta per orang.

Perebutan kursi istana

Mereka yang berambisi merebut kursi RI-1 dan RI-2 sudah pasti lebih banyak lagi menggelontorkan uang. Pengusaha Sofjan Wanandi memprediksi, uang yang dikeluarkan salah satu pasangan Pilpres 2009 ada yang menghabiskan sedikitnya Rp 3 triliun.

Pasangan calon presiden-wapres di Pemilu 2014, secara kuantitas, jumlahnya memang tidak akan jauh berbeda dengan Pilpres 2009. Mengingat, persyaratan bagi parpol untuk mengajukan pasangan calon masih sama dengan Pilpres 2009, yaitu memperoleh 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Dengan persyaratan itu, diprediksi hanya ada tiga pasang capres/cawapres, maksimal hanya akan ada empat pasang calon.

Kondisi ini serupa dengan yang terjadi pada Pilpres 2009. Saat itu, ada tiga pasang capres, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan Jusuf Kala-Wiranto. Pada Pemilu 2014 nanti, diduga juga hanya akan muncul tiga pasang calon.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, misalnya, memprediksi tiga pasang yang akan muncul adalah Joko Widodo-Jusuf Kalla, Prabowo-Hatta Rajasa, dan Aburizal Bakrie-Pramono Edhie Wibowo. Sejumlah politisi pun membenarkan besarnya peluang pasangan-pasangan itu.

Namun, ada juga yang memasangkan Jokowi dengan Mahfud MD atau Jokowi dengan Gita Wirjawan. Pasangan-pasangan ini dianggap masih sangat cair karena menunggu hasil Pemilu Legislatif 9 April 2014. Partai yang perolehan suaranya terbesar di pemilu legislatif pasti akan menempatkan calonnya di posisi nomor 1, sedangkan mitranya harus rela di posisi nomor 2.

Sebelum 9 April, semua calon pasti akan call tinggi untuk meraih posisi nomor 1. Paling tidak, hingga kini pun, sudah ada 17 nama yang berambisi meraih posisi RI-1. Mereka adalah Aburizal Bakrie, Ali Maskyur Musa, Anis Baswedan, Dahlan Iskan, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Hatta Rajasa, Irman Gusman, Joko Widodo, Jusuf Kalla, Mahfud MD, Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Pramono Edhie Wibowo, Rhoma Irama, Suryadharma Ali, dan Wiranto.

Hingga 9 April, mereka pasti akan berjuang mati-matian mendongkrak partai masing-masing agar bisa mendapat tiket untuk bertarung di Pilpres 2014.
Hadirnya empat tokoh militer juga pasti akan memberi warna tersendiri pada pilpres kali ini. Dari sisi kuantitas, jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pilpres sebelumnya. Pada Pilpres 2009, hanya ada tiga orang dari kalangan militer, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan Prabowo. 
Sementara itu, di Pilpres 2014, setidaknya, hingga April 2014 nanti, ada empat tokoh militer yang akan bertarung habis-habisan. Mereka adalah Prabowo, Wiranto, Pramono Edhie, dan Endriartono.

Endriartono dan Wiranto, keduanya mantan Panglima TNI. Sementara itu, Prabowo Subianto dan Pramono Edhie adalah mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), dan keduanya mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Istana. Prabowo adalah menantu dari presiden ke-2 RI, Soeharto. Adapun Pramono Edhie adalah adik ipar dari presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Prabowo dan Wiranto juga sudah berupaya merebut kursi presiden sejak Pemilu 2004. Dengan demikian, keduanya pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan di Pemilu 2014.

Pemilu yang krusial

Kondisi itu semua yang membuat tahun 2014 akan menjadi sangat kuat diwarnai tarik-menarik kepentingan politik. Kondisi politik dalam negeri dipastikan akan menjadi dominan memengaruhi berbagai sendi kehidupan di negeri ini dibandingkan dengan aspek lain. Politik akan menjadi ”panglima”.

”Suhu politik, sudah barang tentu, makin bereskalasi,” istilah Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang dalam perbincangan dengan Kompas, pekan lalu.

Semua pihak yang berkepentingan akan berusaha ”tebar pesona” untuk mencari dukungan. Sebaliknya juga akan berupaya keras menjatuhkan lawan politik untuk memecah dukungan. Karena itu pula, setiap kepala pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, harus berupaya lebih keras memastikan agar program-programnya berjalan lancar terutama yang terkait anggaran 2014. ”Bersyukur, komitmen legislatif dan eksekutif di Kalteng cukup baik, dan hal ini sangat membanggakan karena legislatif tak terpengaruh dengan pemilu legislatif,” kata Teras.

Kunci utamanya, lanjut Teras, adalah adanya komunikasi yang baik dan berupaya agar setiap program bisa ditujukan dan dirasakan langsung seluruh rakyat. Harmonisasi legislatif dan eksekutif harus terus terjaga, dan di sinilah diperlukan kepemimpinan yang melayani.

Sofjan bahkan menilai, Pemilu 2014 merupakan pemilu yang sangat penting. ”Pemilu 2014 itu the most crucial election,” ujarnya, beberapa waktu lalu. Menurut dia apabila pemilu kali ini berjalan lancar dan bisa melahirkan pemimpin yang tepat akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar.

Jack Snyder dalam bukunya From Voting to Violence menyebutkan bahwa salah satu ciri sebuah negara yang sedang menuju demokrasi (democratizing states) bertransisi menjadi negara yang demokrasinya matang (mature democracies) biasanya terjadi setelah dua kali pergantian kekuasaan.

Indonesia yang sejak 1998 menjalankan pemerintahan yang lebih demokratis, setelah hampir 30 tahun di bawah rezim otoriter, berarti seharusnya juga saatnya untuk bertransformasi dari negara yang sedang menuju demokrasi menjadi negara yang matang berdemokrasi.

Meski demikian, Snyder yang sudah meneliti demokrasi di banyak negara itu juga mengingatkan bahwa tidak gampang menegakkan negara demokrasi yang stabil dan cinta damai. Diperlukan sejumlah prasyarat untuk mencapai itu, seperti partisipasi yang luas, pembatasan kekuasaan eksekutif, kebebasan berbicara, dan penghormatan terhadap kebebasan sipil, termasuk hak-hak minoritas.

Mencermati pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta yang terjadi setahun lalu dan berjalan sukses, tanda-tanda adanya kedewasaan warga untuk berdemokrasi secara damai sudah tampak. Partisipasi dan antusiasme warga saat itu sangat besar kendati kebebasan berbicara sempat mengarah tanpa kendali dan menyulut isu SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan). Ternyata, warga juga semakin banyak yang sadar dan tidak terpancing. Begitu KPU DKI Jakarta menentukan hasil pilkada, pemenang langsung mendatangi yang kalah, sebaliknya yang kalah langsung memberikan ucapan selamat kepada pemenang.

Apabila Jakarta yang merupakan ibu kota negara ini dijadikan barometer politik nasional, boleh jadi ini pertanda baik yang harus terus dijaga dan dikembangkan hingga Pemilu 2014 nanti. Terlebih, meski ada 12 partai politik yang akan bertarung, semuanya pun berasaskan sama, yaitu Pancasila. Kesamaan asas ini, bila bukan lips service, tentunya bisa mempersatukan semua pihak yang akan bertarung di 2014.

Oleh karena itu, tahun 2014, meskipun tahun pertarungan politik, semoga bukanlah tahun yang penuh pertarungan untuk saling menghancurkan, tetapi hanya kompetisi untuk melakukan yang terbaik dan bisa mempersatukan bangsa ini. Pemilu 2014 adalah momentum bagi negeri ini untuk menjadi negara yang matang berdemokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar