Minggu, 29 Desember 2013

Rakyat Tak Pernah Salah

Rakyat Tak Pernah Salah

Jakob Sumardjo  ;   Budayawan
KOMPAS,  28 Desember 2013

  

RAKYAT adalah obyek kekuasaan apa pun. Maka, rakyat pun berbuat dalam batas-batas kekuasaan atas dirinya. Kalau rakyat miskin, kalau rakyat bodoh, kalau rakyat kelaparan, yang salah bukanlah rakyat, melainkan pemegang kekuasaan atas rakyat.

Rakyat tidak pernah berbuat salah. Rakyat selalu berniat benar, berpikir benar, dan berbuat benar karena hanya itulah yang dimilikinya. Rakyat selalu bekerja dengan benar dan peka terhadap ketidakbenaran sesamanya.

Sebagai guru, satu-satunya kekuasaan saya adalah memberi nilai 40 murid saya. Kalau saya berbuat salah, saya berdosa atas 40 orang. Akan tetapi, di jalan, saya obyek kekuasaan polisi lalu lintas, tiap tahun membayar pajak kendaraan. Di kampung, saya di bawah pengaturan kepala desa.
Banyaknya pajak ditentukan direktorat pajak negara, gaji ditentukan menteri keuangan.

Kalau saya tidak cukup uang untuk memenuhi semua kekuasaan yang menjerat saya, itu bukan salah saya. Kalau saya tidak dapat membayar ongkos sakit anak saya, bukan salah saya.

Lantas, bagaimana tanggung jawab para pejabat yang menentukan nasib 240 juta rakyat Indonesia?

Jembatan ambruk bukan tanggung jawab rakyat. Jalan rusak dan memakan korban jiwa juga bukan kesalahan rakyat. Anak tidak dapat melanjutkan sekolah bukan salah rakyat.

Keinginan rakyat selalu benar, agar jembatan desa kokoh sepanjang masa, agar jalan tidak berlubang menganga, agar anak dapat menempuh pendidikan tertinggi, agar anak yang sakit dirawat di rumah sakit.

Akan tetapi, semua itu di luar kekuasaannya. Rakyat hanya bisa berharap agar yang bertanggung jawab atas kekuasaan yang dipercayakan kepadanya ingat dan memperhatikan dirinya.

Kalau Anda ke Eropa dan menikmati segala fasilitas kepelancongan, itulah jasa negara dan pemerintahan mereka.

Sebaliknya, kalau Anda ke negara yang rakyatnya menderita busung lapar, Anda akan mengutuk pemerintahnya tak becus mengurus negara.

Begitu pula di Indonesia, kalau sekolah dasar ambruk, pengemis di mana-mana, dan kejahatan memasuki segi-segi kehidupan, semua bukan salah rakyat, melainkan kesalahan yang mengurus negara.

Rakyat tak pernah salah. Negara dan para pejabatnya bisa salah. Tidak becus memberikan kesejahteraan rakyatnya, tidak becus menyehatkan rakyatnya, tidak becus memberi ketenangan hidup, apalagi menjamin masa depan rakyatnya.

Kekuasaan itu panggilan karena rakyat yang memilihnya. Kekuasaan itu bukan semacam pekerjaan yang memberikan penghasilan. Lebih baik menolak kekuasaan daripada menerimanya sebagai sumber kesalahan dan dosa.

Sampai awal kemerdekaan, rakyat Indonesia amat menghormati para pemimpin dan penguasanya, bukan karena jabatan dan pangkat, melainkan karena kualitas spiritual yang menyertai mereka.

Sejak masa jauh lampau, kepala desa, bupati dan raja-raja, atau ketua adat dan jajaran kekuasaan adat adalah orang-orang terhormat karena sadar makna jabatan yang erat sekali dengan hidup kerohanian.

Tidak sembarangan orang dapat menduduki jabatan yang amat dipercaya rakyat.
Seorang penguasa harus menjadikan dirinya apa yang disebut manusia sempurna, tidak hanya dalam urusan sekuler, tetapi lebih-lebih yang spiritual.

Syarat terberat seorang penguasa adalah dekat dengan Tuhan. Dia memerintah dengan pikiran Tuhan yang dipercayainya karena dia dipilih oleh rakyat yang tak pernah berbuat salah.

Akan tetapi, ini zaman modern, bukan zaman tradisi spiritual. Modern atau tradisional, obyek kekuasaan tetap rakyat yang tak pernah salah.
Bagaimanapun, urusan kekuasaan menyangkut masalah moral. Baik dan jahat, benar dan salah, adalah urusan rohaniah.

Tanggung jawab kekuasaan adalah rohaniah, yang akan berakibat sengsara atau bahagia rakyat yang tak pernah salah yang telah memilihnya.
Negara-negara paling modern di dunia ini masih amat peduli pada kualitas rohaniah para pejabat negaranya.

Ketahuan skandal seksnya saja sudah menjadi alasan untuk mendepaknya dari kekuasaan. Apalagi kesalahan kebijaksanaan yang mengakibatkan terbunuhnya sekian banyak orang tidak bersalah.

Rakyat Indonesia terlalu baik, mengizinkan para pemegang kekuasaan berbuat semau sendiri, tak peduli berapa juta rakyat jadi korbannya. Mudah-mudahan mereka terhindar dari api neraka!  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar