Jumat, 28 Februari 2014

Draf Nol Indonesia

Draf Nol Indonesia

Rene L Pattiradjawane  ;   Wartawan Senior Kompas
KOMPAS,  26 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
KITA mengajukan pertanyaan bagaimana sinergi klaim tumpang tindih kedaulatan di Laut Tiongkok Selatan yang begitu kusut ditempuh melalui cara politik, diplomasi, dan hukum. Kita khawatir, draf nol Indonesia Menlu Marty Natalegawa tidak rampung sebelum pergantian pemerintahan hasil pemilihan presiden akhir tahun ini.

Menlu Natalegawa perlu menyadari, banyak perubahan drastis terjadi tidak hanya di Laut Tiongkok Selatan, tetapi juga di Laut Tiongkok Timur ketegangan dengan peluang konflik terbuka atas kepulauan kosong dan batu karang di berbagai titik di kedua laut tersebut. Upaya sinergi Menlu Natalegawa ini yang menjadi persoalan pokok sampai KTT Menlu ASEAN di Phnom Penh tidak mampu menghasilkan komunike bersama yang tidak pernah terjadi dalam sejarah ASEAN.

Ada dua hal harus dipahami bersama, pertama, kebangkitan Tiongkok harus berhadapan dengan negara besar seperti AS, Jepang, dan India baik secara ekonomi, perdagangan, maupun militer di kawasan strategis Indo-Pasifik. Ini tecermin dari unjuk kekuatan Beijing melakukan latihan maritimnya di bagian timur Lautan India dan memilih menggunakan selat-selat di Indonesia bagi kapal perangnya untuk melintas.

Kedua, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan yang masif menyebabkan Tiongkok melakukan berbagai cara politik, diplomasi, dan hukum secara unilateral sesuai kepentingan nasionalnya. Ini tecermin bagaimana Beijing ”menghina” Presiden Filipina Beniqno Aquino III karena ”kesal” atas langkah Manila membawa persoalan sembilan garis putus-putus klaim Tiongkok ke arbritase internasional.

Oleh karena itu, bagi draf nol Indonesia untuk menjembatani klaim tumpang tindih Laut Tiongkok Selatan antara ASEAN sebagai dinamisator dan Tiongkok sebagai negara tunggal dengan banyak klaim tumpang tindih.

Kita membagi tahapan tata berperilaku (code of conduct) yang mengikat secara hukum sebagai draf nol-A mengatur perilaku antarnegara ASEAN. Dan, draf nol-T sebagai pegangan setiap negara anggota ASEAN yang memiliki klaim (Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam, dan Indonesia) dengan Tiongkok untuk menyelesaikannya secara bilateral ataupun multilateral.

Ada faktor perlu direnungkan mencari solusi bagi perdamaian dan stabilitas regional. Pertama, diplomasi megafon yang terjadi di kawasan dalam dua tahun terakhir oleh berbagai pihak menunjukkan Tiongkok tidak ingin menyelesaikan klaim tumpang tindihnya menurut prinsip dan norma-norma hukum internasional atas wilayah maritim, khususnya terkait penggunaan samudra secara damai dan kerja sama pengelolaannya.

Kedua, klaim tumpang tindih tidak hanya dengan Tiongkok, tetapi antarnegara ASEAN (termasuk tumpang tindih zona ekonomi eksklusif). Tiongkok ingin ”mimpi”-nya tentang konsep pembangunan Jalur Sutra Maritim (Haishang Sichou zhi Lu) memiliki legitimasi kedaulatan Beijing secara utuh.

Di ASEAN, sejak lama pertikaian klaim wilayah diselesaikan melalui mekanisme hukum internasional, seperti Sipadan-Ligitan (Indonesia-Malaysia) atau Preah Vihear (Thailand-Kamboja). Ketika hukum internasional berbicara, tidak ada negara protes dan tindakan unilateral, karena semangat kohesif hukum internasional dijunjung semua anggota ASEAN.

Draf Nol-A/T harus dirumuskan secara cepat dan tepat, dan hanya melalui ASEAN dan peranan Indonesia, kita memastikan pemeliharaan kawasan ini tidak akan meningkatkan berbagai bentuk militerisasi dan intimidasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar