Jumat, 28 Februari 2014

Hakikat Ancaman Pemilu 2014

Hakikat Ancaman Pemilu 2014

Herie Purwanto  ;   Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat (Kasat Binmas) Polres Pekalongan Kota, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (Unikal)
SUARA MERDEKA,  27 Februari 2014

                                                                                         
                                                                                                                       
PEMILU Legislatif 2014 tinggal beberapa hari lagi. Suhu politik kian menghangat. Imbasnya, suhu keamanan dan ketertiban masyarakat pun ikut terpengaruh. Karena itu, Polri yang mendapat amanat oleh UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memelihara kamtibmas, tidak bisa tinggal diam. Upaya antisipasi perlu dilakukan sejah jauh-jauh hari. Termasuk beberapa hari lalu dengan menggelar Operasi Mantap Brata, operasi khusus kepolisian yang bertujuan pengamanan Pemilu 2014.

Latihan simulasi pengamanan pemilu digelar dari tingkat Mabes Polri hingga polres. Dalam simulasi, diasumsikan bagaimana ancaman rusuh massa dihadapi oleh Satuan Pengendalian Massa. Diskenariokan, personel Dalmas berhadapan dengan massa yang awalnya damai, kemudian meningkat eskalasinya menjadi massa yang beringas, hingga akhirnya terjadi kerusuhan. Tidak ingin kerusuhan meluas, diterapkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, secara bertahap, dari tindakan bersikap lunak hingga penggunaan senjata api.

Terhadap simulasi tersebut, muncul pertanyaan, sudah sedemikian gawatkah hakikat ancaman Pemilu 2014, sehingga Polri menskenariokan simulasi-simulai pengaman seperti itu? Selain bentuk show force tentang kesiapan Polri dalam menghadapi Pemilu 2014 tadi, apa upaya lain yang dilakukan?

Polri tak mau mengambil risiko sekecil apa pun kemunculan benih ancaman yang ingin menggagalkan tahapan pemilu. Karena itu, dari upaya preemtif, preventif, hingga represif sudah dipersiapkan. Upaya preemtif dilaksanakan dengan mengedepankan Bhabinkamtibmas dan fungsi intelijen, yang bertugas mendeteksi dini hakikat ancaman yang masih berada dalam tataran potensi gangguan.

Upaya berikutnya, mengupayakan fungsi preventif atau pencegahan, yang diemban oleh polisi berseragam. Kehadiran polisi berseragam ini untuk mencegah tiap bentuk hakikat ancaman yang muncul dalam tataran ambang gangguan, atau adanya peningkatan eskalasi gangguan keamanan.

Tataran berikutnya berupa tindakan represif atau penegakan hukum. Dalam konteks penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu, Polri bersama dengan Kejaksaan dan Panwaslu berada dalam satu wadah, yaitu penegakan hukum terpadu (gakkumdu).

Namun, tidak terbantahkan risiko kemunculan ekses dari tindak pidana umum sangat melekat dalam perjalanan tahapan pemilu itu sendiri. Terbukti di beberapa tempat, sudah terjadi perusakan posko pemenangan pemilu caleg atau parpol, intimidasi terhadap caleg ataupun eksekutif, seperti diberitakan media.

Hakikat Ancaman

Kondisi hakikat ancaman terhadap situasi kondusif pemilu tidak lepas dari fakta bahwa Pemilu 2014 sangat rentan terhadap kemunculan konflik. Untuk pemilu legislatif, di tingkat Jateng ada 917 caleg yang memperebutkan 77 kursi DPR. Untuk DPD ada 32 calon yang memperebutkan 4 kursi, sedangkan 1.038 caleg propinsi memperebutkan 100 kursi di DPRD I. Untuk DPRD kota/kabupaten tercatat 15.415 caleg yang menginginkan kursi di daerahnya masing-masing 1.549 kursi tersedia.

Masing-masing caleg tentu mempunyai basis massa. Makin mendekati pelaksanaan, makin terasa gerakan mereka untuk bisa meloloskan diri dari “lubang semut”. Situasi ini, sangat memungkinkan bibit gangguan keamanan berubah menjadi ancaman nyata seperti tindakan kampanye hitam, intimidasi, perusakan bahkan sampai teror yang mengarah pada keselamatan jiwa.

Menghadapi hal ini, Polri telah berada di jalur yang benar, yaitu melakukan sinergitas polisional atau menjalin sinergi dengan berbagai pihak, misal dengan TNI, Bawaslu, KPU ataupun pihak lain yang terkait langsung atau tidak langsung dengan penyelenggaran pemilu. Khusus dengan TNI, sudah ditandai tangani memory of understanding (MOU).

Panglima TNI membuka diri, untuk memberikan bantuan penebalan pasukan kepada Polri bila dibutuhkan. Kehadiran TNI mem-back-up Polri mengamankan pemilu, tidak berada di garis depan, yang langsung berhadapan dengan massa. Kehadiran TNI untuk menambah kekuatan dan tidak diberikan sektor tersendiri. Kewenangan bertindak di lapangan, pada saat tugas perbantuan, atas perintah dari pimpinan Polri yang meminta tugas bantuan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar