Kamis, 27 Februari 2014

Politik, Etika, dan Statistika

Politik, Etika, dan Statistika

Asep Saefuddin  ;   Rektor Universitas Trilogi; Guru Besar Statistika FMIPA IPB
MEDIA INDONESIA,  26 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
“Sebuah partai modern sebaiknya mempunyai lembaga atau unit yang berkaitan dengan riset dan inovasi.”

TAHUN 1977 ketika saya mengambil statistika sebagai bidang keahlian S-1, Pak Andi Hakim Nasoetion (guru besar statistika IPB) memper lihatkan sebuah buku klasik yang ditulis oleh Darrel Huff (1954) ber judul How to Lie with Statistics. Di dalam buku itu ada konotasi bahwa statistika dapat mengelabui orang bila dipergunakan tanpa landasan kebenaran. Anekdotnya adalah ada tiga kebohongan di dunia ini: kebohongan (lies), kebohongan yang nista (damned lies), dan statistika (statistics).

Setelah lulus saya mulai mengerti anekdot tersebut, bahwa penggu naan statistika untuk sesuatu yang belum tentu benar terlihat akan sangat meyakinkan. Wajar bila di beberapa negara maju dosen statistika meminta mahasiswa me reka berjanji tidak akan menggu nakan statistika untuk menutupi kebohongan. Statistika adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan berdasar kan sebagian informasi dari populasi. Melalui pendekatan statistika (yang benar), kejadian yang akan da tang atau keadaan populasi dapat di prediksi melalui data yang tersedia. 

Dengan semakin berkembangnya metode-metode statistika, prediksi prediksi yang dilakukan umumnya cenderung benar. Kesalahannya relatif kecil sehingga sering diperoleh suatu kesimpulan berbasis statistika identik dengan hasil sensus atau hasil akhir suatu proses yang lengkap. Saat ini, statistika sudah menjadi alat canggih dalam menganalisis berbagai bidang, seperti industri, perbankan, bisnis, ekonomi, telekomunikasi, ke sehatan, sosial, dan politik.

Di semua bidang tersebut, statis tika bisa jadi alat untuk legitimasi dan pengambilan keputusan yang sah. Maka dari itu, ilmu ini sangat erat kaitannya dengan etika dan moralitas. Bila tidak dilandasi dengan etika dan moral yang kukuh, tidak mustahil statistika dijadikan alat pengambilan keputusan untuk kepentingan pihak tertentu yang be lum tentu benar. Kebohongan yang dikemas dengan metode statistika terlihat bagaikan kebenaran. Itulah sebabnya statistika (yang salah) lebih berbahaya daripada damned lies. Inilah yang harus dihindari.

Dewasa ini, aplikasi statistika sering dipergunakan dalam dunia politik. Manakala survei ini dilakukan oleh sebuah lembaga independen yang menerapkan statistika secara benar, walaupun tidak berarti suatu kebenaran mutlak, hasilnya dapat dipertanggungawabkan. Akan tetapi, bila sebuah survei dilakukan oleh suatu lembaga yang berafiliasi ke sebuah partai tertentu, hasilnya bisa saja dipertanyakan. 
Walaupun lembaga itu mengklaim telah menerapkan metode statistika dengan benar. 
Di dalam statistika, independensi kelembagaan menjadi syarat perlu selain kejujuran yang diterjemahkan dalam bentuk metodologi.

Statistika dan partai

Sebuah partai modern sebaiknya mempunyai lembaga atau unit yang berkaitan dengan riset dan inovasi. Di dalamnya harus mempunyai ahli statistika untuk melakukan survei pendapat, uji coba metode kampanye, dan metode riset yang tepat untuk bahan evaluasi internal partai. Bukan untuk konsumsi publik. Hasil survei atau uji coba perlakuan tertentu itu kemudian dianalisis untuk perbaikan partai ke depan. Hal itu juga berlaku bagi pemerintahan atau lembaga bisnis yang ingin maju secara benar, bukan sekadar citra.

Bisa juga sebuah partai mempunyai lembaga survei yang dibuat seolah-olah independen, tetapi dipergunakan untuk mengelabui masyarakat. Misalnya, ketua partai tersebut atau seorang tokoh menempati urutan pertama hasil survei tidak berbasis pada metode yang benar. Secara statistika hasilnya disebut `bias' atau tidak menggambarkan keadaan populasi sebenarnya. Inilah yang disebut kebohongan yang berlindung di balik statistika.

Bagi masyarakat yang belum terlalu melek statistika, bisa jadi percaya akan hasil yang terlihat canggih yang sebenarnya tidak benar itu. Keadaan ini, selain tidak mengedukasi masyarakat, juga sebenarnya dapat merugikan partai itu sendiri, yakni pada saat pemilu ketua partai atau seorang tokoh itu jauh dari urutan pertama. Jadi, statistika itu adalah ilmu yang tidak dapat dilepaskan dari etika dan kejujuran untuk mencari kebenaran, bukan untuk mengelabui. Pelanggaran terhadap keduanya berarti sudah terjadi pelanggaran terhadap tahap awal dari metodologi (statistika). 
Efeknya justru merugikan partai itu sendiri atau lembaga yang tidak menerapkan statistika secara benar. Dengan kata lain, use statistics, don't abuse it.

Etika hitung cepat

Hitung cepat biasa dipakai un tuk menduga perolehan suara. Ini bagian dari aplikasi statistika juga. Peluang untuk benar juga tinggi. Akan tetapi, hasil sementara hitung cepat tidak boleh diumumkan pada saat pencoblosan masih berlang sung. Apalagi disiarkan lewat layar kaca yang bisa dilihat oleh kalangan yang berhak memilih. 

Mengapa? Karena hal itu akan memengaruhi psikologi pemilih yang belum melakukan pencoblosan. Dus, penerapan hitung cepat pun harus dibungkus dengan etika dan moral. Bila tidak, kejadian akan menjadi kacau, misal nya, seorang kandidat yang menang karena tahap-tahap awal hitung cepat menempati urutan pertama yang berpengaruh kepada pemilih berikutnya. Dia mencoblos yang dia tahu sudah menempati urutan atas dalam hitung cepat menit-menit per tama. Di sini etika sangat penting.

Untuk melindungi etika dan statistika ini, regulasi menjadi penting. Negara yang memegang etika dengan baik juga akan menerapkan statistika dengan benar. Alhasil, ilmu-ilmu statistika jadi berkembang karena ingin mencari kebenaran. Kompleksitas persoalan juga menuntut penyesuaian statistika yang terus membuat ilmu ini maju. 

Bila aplikasi statistika menerobos keadaan yang kompleks dengan pendekatan standar, selain menyesatkan juga membuat ilmu statistika mandek. Hal ini akan merugikan masyarakat, negara, dan ilmuwan itu sendiri. Bila ingin mencari kebenaran dalam dunia politik, pakailah statistika dan etika. Jangan dipisahkan. Kalau tidak, masyarakat akan terkelabui oleh suatu trik yang lebih parah daripada damned lies. Mengerikan. Maka, jauhilah perilaku itu agar negara kita maju dan bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar