Kamis, 27 Februari 2014

Politik Minus Kebajikan

Politik Minus Kebajikan

Buni Yuni  ;   Peneliti dari Universitas Leiden, Belanda
TEMPO.CO,  26 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Politikus-politikus busuk sedang merancang siasat untuk melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak lagi efektif memberantas korupsi. Yang paling sistematis dan tentu saja konstitusional adalah dengan merevisi Undang-Undang KPK.

Apakah mereka orang-orang tua dan berasal dari partai Orde Baru? Bukan. Mereka termasuk anak-anak muda yang menikmati kebebasan politik akibat runtuhnya Soeharto yang dulu dilawan karena korupsi.

Logika politik ini absurd dan gila, tak bisa diterima akal sehat. Bagaimana mungkin menentang sesuatu yang dulu diperjuangkan, lalu bergabung dengan penjahat dan menistakan diri ke dalam kubangan politik yang kotor?

Anak-anak SD Banten menyeberang jembatan bambu yang bergoyang di atas sungai yang airnya deras bertaruh nyawa, sementara gubernurnya mengoleksi barang-barang mewah berharga puluhan bahkan ratusan juta rupiah yang dibeli di luar negeri dengan uang korupsi.

Harapan menyehatkan anak bangsa dengan mengkonsumsi protein jadi kandas karena harga daging sapi setinggi langit, bahkan lebih tinggi daripada negara-negara Barat karena suap dan korupsi penyelenggara negara yang diotaki oleh parpol. Kisruh pilkada bisa meledak di mana-mana karena sengketa yang diputuskan MK didasarkan pada siapa yang berani membayar lebih tinggi. Daftar keculasan dan penderitaan yang diakibatkannya ini bisa diperpanjang, dan semuanya disebabkan oleh korupsi.

Pertanyaannya, apakah politikus-politikus yang tidak terhormat ini ingin bangsanya terbelakang, bodoh, miskin, dan diremehkan bangsa lain karena tak punya harga diri?

Kini sebagian besar ruang publik politik dan ekonomi dikangkangi mereka yang sedang menikmati keistimewaan melalui korupsi. Sesedikit apa pun langkah masyarakat madani untuk mengubah kondisi ini merupakan ancaman yang akan ditanggapi secara reaksioner oleh mereka.

Bagi para politikus busuk ini, politik bukanlah kebajikan yang akan menuntun mereka kelak menuju surga di akhirat. Politik bukanlah ibadah yang ketika setiap kali datang rapat, menemui konstituen, dan membuat undang-undang sama nilainya dengan pengabdian kepada Tuhan.

Mereka sudah tercemar sejak dalam niat dan pikiran menjadi politisi yang mengurusi hajat hidup orang banyak. Sebab, kebajikan yang semestinya menjadi penuntun mereka dalam bertindak dan merumuskan kebijakan publik bukan lagi menjadi pelita yang sakral.

Mereka adalah para mafia yang menjadikan undang-undang dan peraturan sebagai pistol yang disembunyikan di balik jas mewah mereka. Pistol bisa ditembakkan kapan saja, bisa melukai siapa saja, bila mereka tersudut dan akan tertangkap.

Namun mereka lebih berbahaya dibanding para mafia. Sementara mafia cuma bisa membunuh sedikit orang dengan desing peluru yang membabi-buta, para politikus busuk ini bisa merenggut nyawa jutaan orang dengan undang-undang dan peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat. Mereka adalah kaum yang berpesta-pora di tengah penderitaan rakyat. Mereka ingin menjadikan negeri ini kleptokrasi.

Cuma satu cara menghentikannya, yaitu dengan melawannya. Kejahatan yang merajalela, sebagiannya disebabkan oleh diamnya orang-orang baik. Masyarakat harus menandai muka, nama, dan partai para politikus busuk ini menjelang pemilu yang sebentar lagi digelar. Bila memilih mereka, itu sama artinya menciptakan neraka sejak di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar