Kamis, 27 Februari 2014

Warren Buffet versus Singkong Emas

Warren Buffet versus Singkong Emas

Burhan Sholihin  ;   Wartawan Tempo
TEMPO.CO,  26 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Siapa yang tak ingin kaya mendadak? Bahkan konglomerat-konglomerat dunia, syekh-syekh asal Timur Tengah, atau taipan dari Cina pun masih bermimpi bisa melipatgandakan kekayaannya dalam tempo singkat. Cara mereka macam-macam. Ada yang menyerbu lantai bursa Wall Street, ada juga yang menyuntikkan modal ke perusahaan baru seperti Facebook.

Zhao Danyang, seorang pemilik perusahaan investasi dari Hong Kong, punya cara lain lagi. Pada 2010, dia rela merogoh kocek dalam-dalam dan membayar US$ 2,6 juta (Rp 31,2 miliar) untuk mencari ilmu kaya lewat acara Dinner with Warren Buffettt. Zhao ingin makan malam sambil berguru kepada Buffettt, yang sering disebut manusia setengah dewa di dunia investasi. Bertahun-tahun Buffett memang selalu menempati posisi teratas sebagai orang terkaya sejagat.

Mimpi menjadi kaya instan itu meracuni hampir semua kalangan di seluruh kolong jagat, tak terkecuali di Indonesia. Dulu, orang berbondong-bondong ke Gunung Kawi untuk mencari pesugihan. Namun kini, orang menyerbu pelatihan-pelatihan untuk kaya secara kilat. "Kaya adalah hak setiap orang," begitu kata mereka. Jangan heran, pelatihan-pelatihan seperti "Beli properti tanpa modal, tanpa DP (down payment)" selalu laris-manis. Ada lagi tawaran pelatihan yang sedang ramai: "Berkebun Emas".

Demam berinvestasi itu menjadi makanan empuk para penipu ulung. Tahun lalu, misalnya, ada investasi bodong PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) dan investasi emas Raihan Jewellery. GTIS membawa kabur Rp 2 triliun duit masyarakat.

Kini, dugaan penipuan investasi bodong juga muncul lagi. Kali ini modusnya adalah titip modal untuk budi daya singkong, ayam super, dan budi daya lainnya. Menjadi heboh ripuh karena kasus ini melibatkan sebuah perusahaan perencana keuangan yang sedang ngetren. Dugaan investasi bodong itu dilakukan CV Panen Mas asal Sukabumi. Tawarannya sangat menggoda. Titip modal Rp 47 juta untuk tanam singkong, pada bulan ke-11 akan menghasilkan Rp 99 juta. Investasi ini menghasilkan 110,6 persen dalam sebelas bulan. Dahsyat!

Para insinyur pertanian pasti ternganga melihat tawaran yang musykil itu. "Itu singkong emas?" Hanya orang yang terhipnotis yang percaya investasi di singkong, atau produk pertanian lain, bisa menghasilkan duit sebanyak itu. "Hukum rimba" di Indonesia membuat margin laba petani nyaris tak pernah di atas angka 15-20 persen dari harga produk. Dengan harga singkong cuma Rp 700 per kilogram, sungguh mustahil investasi itu bisa menghasilkan laba 110 persen dalam 11 bulan.

Sudah banyak contoh investasi bodong, tapi masyarakat tak jera juga. Bahkan Stephen Spielberg dan perusahaan raksasa di Wall Street pun pernah dibodohi oleh Bernard Madoff. Madoff meraup keuntungan US$ 65 miliar (Rp 78 triliun) lewat skema Ponzi. Skema yang berasal dari nama mafia Italia itu menjanjikan imbal hasil yang tinggi, yang duitnya dibayar dari investor yang datang belakangan. Investasi bodong model Panen Mas memakai cara seperti itu.

Tawaran laba yang luar biasa kerap membuat mata investor hijau dan lupa akan logika sederhana: masuk akal tidak tawarannya?

Apa pun yang instan-kopi, bubur, apalagi investasi-terasa kurang sedap. Jika ingin kaya, kata Warren Buffett, pahami bisnisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar